Rabu, 15 Oktober 2014

RASIONAL-EMOTIVE KONSELING


RASIONAL-EMOTIVE KONSELING

Istilah rational-emotive therapy sukar diganti  dengan istilah bahasa Indonesia  yang dideskripsikan dengan mengatakan corak konseling  yang menekan kebersamaan  dan interaksi antara berfikir  dengan akal sehat(rational thinking), berperasaan (emoting), dan perilaku (acting), serta sekaligus menekankan bahwa  suatu perubahan yang mendalam  dalam cara berfikir dapat  menghasilkan perubahan  yang berarti dalam cara  berperasaan dan berperilaku.. Pelopor  dan sekaligus promotor  utama corak konseling  ini adalah Albert Ellis, yang telah menerbitkan banyak karangan dan buku, antara lain  buku  yang berjudul reason and emotion in psychotherapy (1962), A new guide to Rational Living (1975), serta karangan yang berjudul the Rational-Emotive Approach to  counseling dalam  buku Burks theories of Counseling (1979). Menurut pengekuan  Ellis sendiri, corak konseling  Rational-emotive therapy (RET) berasal dari aliran pendekatan  kognitif – Behavioristik.

Manusia dipandang sebagai sasaran tuntutan biologis  dan social yang kuat, yang berpotensi berbuat rasional.  Dapat mencegah dan mengeluarkan diri dari kesulitan  emosional melalui  permaksimalan pemikiran  rasionalnya.  Kontruk inti mengenai kepribadian  digambarkan sebagai  suasana psikologis  yang terutama ditimbulkan oleh pemikiran  yang tidak logis, pikiran dan nalar bukan lah  dua proses yang terpisah; manusia terganjar dan terhukum  oleh pemikiran atau bisik diri  mereka sendiri.  Hakikat kecemasan dikontruksikan  sebagai penggeneralisasian  yang berlebihan atau  tuntutan terhadap sesuatu hal  yang dapat membawa  bahaya atau kesulitan.

Tujuan Konseling
Menghilangkan   kecemasan,  ketakutan, kekhawatiran,  ketidakyakinan diri, dan lain semacamnya, dan mencapai perilaku rasional, kebahagiaan,  dan aktualisasi diri. Untuk itu teknik pokok diawali dengan memakai  teknik hubungan mem bina rapport diikuti mengajar,  memberikan sugesti, melakukan persuasi, konfrontasi, preskripsi aktivitas, melalui 3D (diskusi, debat, disputing); kesemuanya dirancang untuk menghentikan  pemikiran irasional konseli. Pemakaian tes dan alat assesmen adalah  terbatas dcengan focus  pada identifikasi  pemikiran sekarang untuk menemukan irasionalitas. Tinjauan masa lalu konseeli  dilakukan secara minimal,  yaitu untuk keperluan klarifikasi historis.

Corak konseling RET berpangkal pada beberapa keyakinan  tentang martabat manusia  dan tentang proses manusia dapat mengubah diri, yang sebagian bersifat filsafat  dan sebagian lagi bersifat psikologis, yaitu:
1.      Manusia adalah makhluk yang manusiawi, artinya dia bukan superman dan juga bukan maklhuk yang kurang dari seseorang  dari seorang manusia.
2.      Perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh bekal keturunan atau pembawaan, tetapi sekaligus juga tergatung dari pilihan-pilihan  yang dibuat sendiri.
3.      Hidup secara rasional berarti  berfikir, berperasaan, dan berperilaku sedemikian rupa, sehingga kebahagiaan hidup dapat dicapai secara efisien dan efektif.
4.      Manusia memiliki kecenderungan yang kuat untuk hidup secara rasional dan sekaligus untuk hidup secara tidak rasional.
5.      Orang kerap berpegang pada setumpuk keyakinan yang sebenarnya kurang masuk akal atau irasional (irrational beliefs), yang ditanam kan sejak kecil dalam lingkungan  kebudayaan  atau diciptakan sendiri. Albert Ellis sendiri mengakui  mula-mula merumuskan 11 keyakinan irasional cenderung   yang dianggapnya dianggap oleh banyak  orang, tetapi kemudian ditinjau kembali. Jumlah itu dikurangi sampai tiga keyakinan  dasar yang irasional, yaitu tiga keharusan yang dismapaikan oleh orang kepada dirinya sendiri:


a)      Saya harus berhasil dalam segala-galanya dan harus disayangi oleh semua orang yang penting dalam hidup saya.
b)      Kamu harus memperlakukan saya dengan rama dan asil. Bagi saya timbul musibah, kalau kamu tidak berbuat demikian.
c)      Kehidupan ini harus bersikap manis  terhadap saya dan membekali saya  dengan semua yang saya inginkan.
6.      Pikiran-pikiran manusia biasanya menggunakan  berbagai lambing verbal dan dituangkan dalam bentuk bahasa.
7.      Bilamana seseorang merasa tidak bahagia  dan mengalami berbagai gejolak perasaan yang tidak menyenangkan serta membunuh semangat hidup, rasa-rasa itu bukan berpangkal pada rentetan kejadian  dan pengalaman kemalangan  yang telah berlangsung , melainkan pada tanggapannya yang tidak rasional terhadap kejadian dan pengalaman itu.
8.      Untuk membantu orang mencapai  taraf kebahagiaan hidup yang lebih baik  dengan hidup secra lebih rasional, RET memfokuskan perhatiannya pada perubahan  pikiran irasional menjadi  rasional. Maka, pada dasarnya, konselor yang menerapkan corak konseling ini mengusahakan  rehabilitasi kognitif.  Untuk itu, tidak  perlu  konselor menggali  seluruh sejarah  kehidupan konseli,  bahkan juga tidak mengorek keseluruhan asal-usul permasalahan  yang dihadapi sekarang dengan  membongkar masa lampau.
9.      Mengubah diri dalam berfikir irasional  bukan perkara yang mudah,  karena orang memiliki kecenderungan untuk mempertahankan  keyakinan-keyakinan yang sebenarnya yang tidak masuk akal,  ditambah dengan rasa cemas yang ketidakmampuannya mengubah tingkah-lakunya dan akan kehilangan berbagai  keuntungan yang diperoleh  dari perilakunya.
10.  Konselor RET  harus berusaha membantu rang dalam  menaruh perhatian wajar  pada kebahagiaan batinnya sendiri,  menerima tngggung jawab atas  pengaturan hidupnya  sendiri tanpa menuntut secara mutlak  dukungan dari orang lain ; memberikan hak kepada orang lain untuk berbuat salah tanpa menjatuhkan hukuman neraka atas mereka sebagai manusia; menerima kenyataan , bahwa banyak hal dalam kehidupannya tidak dapat diramalkan secara pasti; berfikir objektif  tentang diri sendiri dan hubungannya dengan orang lain ; berani mengambil resiko yang wajar  dan mencoba hal-hal yang baru; menerima diri sendiri  dan merasa puuas dengan diri sendiri  sehingga dapat menikmati hidup ; dan mengakui bahwa mustahillahtidak pernah  mengalami rasa frustrasi, rasa sedih, rasa kesal dan sebagainya.
11.  Konselor harus membantu konseli  mengubah pikirannya  yang irasional  dengan mendiskusikiannya  secara terbuka dan terus terang.
12.  Diskusi itu  akan menghasilkan efek-efek, yaitu pikiran-pikiran yang lebih rasional, perasaan-perasaan yang lebih wajar,  dan berperilaku yang lebih tepat  dan lebih sesuai. Misalnya mahasiswa dalam butir (i) akan berfikir : siapa bilang bahwa aku orang yang paling bodoh ? kegagalan sampai sekarang bukan berarati studiku akan hancur ! aku tidak perlu mencapai taraf prestasi segemilang beberapa teman. Aku dapat mencapai hasil sesuai  dengan kemampuanku, asal aku berusaha dengan sungguh-sungguh.” Dia masih merasa kecewa  tentang hasil   sampai sekarang, tetapi tidak merasa putus asah  lagi. Lalu dia memikirkan  tata cara belajar yang baik  dan lebih efesien  dan pembagian waktu yang  lebih baik. Rencana itu  kemudian mulai dilaksanakan  dan ternyata taraf prestasi belajar secara verangsur-angsur membaik.
Asumsi Dasar Perilaku Bermasalah
Menurut Albert Ellis, manusia pada dasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional. Ketika berpikir dan bertingkah laku rasional manusia akan efektif, bahagia, dan kompeten. Ketika berpikir dan bertingkah laku irasional individu itu menjadi tidak efektif. Reaksi emosional seseorang sebagian besar disebabkan oleh evaluasi, interpretasi, dan filosofi yang disadari maupun tidak disadari. Hambatan psikologis atau emosional tersebut merupakan akibat dari cara berpikir yang tidak logis dan irasional, yang mana emosi yang menyertai individu dalam berpikir penuh dengan prasangka, sangat personal, dan irasional. Berpikir irasional ini diawali dengan belajar secara tidak logis yang biasanya diperoleh dari orang tua dan budaya tempat dibesarkan. Berpikir secara irasional akan tercermin dari kata-kata yang digunakan. Kata-kata yang tidak logis menunjukkan cara berpikir yang salah dan kata-kata yang tepat menunjukkan cara berpikir yang tepat. Perasaan dan pikiran negatif serta penolakan diri harus dilawan dengan cara berpikir yang rasional dan logis, yang dapat diterima menurut akal sehat, serta menggunakan cara verbalisasi yang rasional. Dalam perspektif pendekatan konseling rasional emotif tingkah laku bermasalah, didalamnya merupakan tingkah laku yang didasarkan pada cara berpikir yang irrasional. Adapun ciri-ciri berpikir irasional adalah:
  1. Tidak dapat dibuktikan
  2. Menimbulkan perasaan tidak enak (kecemasan, kekhawatiran, prasangka) yang sebenarnya tidak perlu
  3. Menghalangi individu untuk berkembang dalam kehidupan sehari-hari yang efektif.
Sebab-sebab individu tidak mampu berpikir secara rasional disebabkan oleh:
  1. Individu tidak berpikir jelas tentang saat ini dan yang akan datang, antara kenyatan dan imajinasi
  2. Individu tergantung pada perencanaan dan pemikiran orang lain
  3. Orang tua atau masyarakat memiliki kecenderungan berpikir irasional yang diajarkan kepada individu melalui berbagai media.


Indikator sebab keyakinan irasional adalah:
  1. Manusia hidup dalam masyarakat adalah untuk diterima dan dicintai oleh orang lain dari segala sesuatu yang dikerjakan
  2. Banyak orang dalam kehidupan masyarakat yang tidak baik, merusak, jahat, dan kejam sehingga mereka patut dicurigai, disalahkan, dan dihukum
  3. Kehidupan manusia senantiasa dihadapkan kepada berbagai malapetaka, bencana yang dahsyat, mengerikan, menakutkan yang mau tidak mau harus dihadapi oleh manusia dalam hidupnya
  4. Lebih mudah untuk menjauhi kesulitan-kesulitan hidup tertentu dari pada berusaha untuk menghadapi dan menanganinya
  5. Penderitaan emosional dari seseorang muncul dari tekanan eksternal dan bahwa individu hanya mempunyai kemampuan sedikit sekali untuk menghilangkan penderitaan emosional tersebut.
Teknik Konseling Rasional Emotif (RET)
Pendekatan konseling rasional emotif menggunakan berbagai teknik yang bersifat kogntif, afektif, dan behavioral yang disesuaikan dengan kondisi klien. Beberapa teknik dimaksud antara lain adalah sebagai berikut.
1. Teknik-Teknik Emotif (Afektif)
a.  Assertive adaptive
Teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong, dan membiasakan klien untuk secara terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan tingkah laku yang diinginkan. Latihan-latihan yang diberikan lebih bersifat pendisiplinan diri klien.
b.  Bermain peran
bermain peran adalah Suatu teknik untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan (perasaan-perasaan negatif) melalui suatu suasana yang dikondisikan sedemikian rupa sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri melalui peran tertentu.
c. Imitasi
Teknik untuk menirukan secara terus menerus suatu model tingkah laku tertentu dengan maksud menghadapi dan menghilangkan tingkah lakunya sendiri yang negatif.
2. Teknik-teknik Behavioristik
a. Reinforcement
Teknik untuk mendorong klien ke arah tingkah laku yang lebih rasional dan logis dengan jalan memberikan pujian verbal (reward) ataupun hukuman (punishment). eknik ini dimaksudkan untuk membongkar sistem nilai dan keyakinan yang irrasional pada klien dan menggantinya dengan sistem nilai yang positif.
Dengan memberikan reward ataupun punishment, maka klien akan menginternalisasikan sistem nilai yang diharapkan kepadanya.
b. Social modeling
Teknik untuk membentuk tingkah laku-tingkah laku baru pada klien. Teknik ini dilakukan agar klien dapat hidup dalam suatu model sosial yang diharapkan dengan cara imitasi (meniru), mengobservasi, dan menyesuaikan dirinya dan menginternalisasikan norma-norma dalam sistem model sosial dengan masalah tertentu yang telah disiapkan oleh konselor.
3. Teknik-teknik Kognitif
a. Home work assigments,
Teknik yang dilaksanakan dalam bentuk tugas-tugas rumah untuk melatih, membiasakan diri, dan menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menuntut pola tingkah laku yang diharapkan.
Dengan tugas rumah yang diberikan, klien diharapkan dapat mengurangi atau menghilangkan ide-ide dan perasaan-perasaan yang tidak rasional dan tidak logis, mempelajari bahan-bahan tertentu yang ditugaskan untuk mengubah aspek-aspek kognisinya yang keliru, mengadakan latihan-latihan tertentu berdasarkan tugas yang diberikan
Teknik ini dimaksudkan untuk membina dan mengembangkan sikap-sikap tanggung jawab, kepercayaan pada diri sendiri serta kemampuan untuk pengarahan diri, pengelolaan diri klien dan mengurangi ketergantungannya kepada konselor.
b. Latihan assertive
Teknik untuk melatih keberanian klien dalam mengekspresikan tingkah laku-tingkah laku tertentu yang diharapkan melalui bermain peran, latihan, atau meniru model-model sosial.
Maksud utama teknik latihan asertif adalah : (a) mendorong kemampuan klien mengekspresikan berbagai hal yang berhubungan dengan emosinya; (b) membangkitkan kemampuan klien dalam mengungkapkan hak asasinya sendiri tanpa menolak atau memusuhi hak asasi orang lain; (c) mendorong klien untuk meningkatkan kepercayaan dan kemampuan diri; dan (d) meningkatkan kemampuan untuk memilih tingkah laku-tingkah laku asertif yang cocok untuk diri sendiri.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar