Selasa, 14 Oktober 2014

Psikologi Social dan Psikologi Lintas Budaya (PLB)


Psikologi Social dan Psikologi Lintas Budaya (PLB)
A.    Pengertian

1.      Budaya.

      Adalah sekumpulan sikap, nilai, keyakinan, dan perilaku yang sama-sama dimiliki oleh sekelompok orang, yang dikomunikasikan dari satu generasi ke generasi selanjutnya melalui bahasa atau sarana komunikasi lain. [1]

2.      Psikologi Lintas Budaya.

-          Menurut Segall, Dasen dan Poortinga, Psikologi Lintas-Budaya adalah kajian mengenai perilaku manusia dan penyebarannya, sekaligus memperhitungkan cara perilaku itu dibentuk dan dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial dan budaya. Definisi ini mengarahkan perhatian pada dua hal pokok: keragaman perilaku manusia di dunia dan kaitan antara perilaku terjadi.

-          Brislin, Lonner, dan Thorndike, (1973): menyatakan bahwa psikologi lintas budaya ialah kajian empirik mengenai anggota berbagai kelompok budaya yang telah memiliki perbedaan pengalaman, yang dapat membawa ke arah perbedaan perilaku yang dapat diramalkan dan signifikan.


-          Dan secara umum, Psikologi Lintas Budaya adalah cabang psikologi yang terutama menaruh perhatian pada pengujian batasan-batasan yang mungkin dari pengetahuan dengan cara mempelajari orang dari berbagai budaya. Atau bias juga dikatakan dengan [2]

B.     Tujuan Psikologi Lintas Budaya.
            Melihat, mempelajari dan memahami persamaan serta perbedaan yang ada dalam setiap individu secara psikologis dikarenakan adanya keberagaman budaya disekitarnya. Dengan melihat, mempelajari dam memahami persamaan serta perbedaan dalam keberagaman budaya yang ada, setiap individu dapat membangun hubungan psikologis yang terjalin dengan amat baik dengan lingkungan sosial-budayanya tersebut.[3]

C.    Hubungan  Psikologi lintas Budaya dengan Ilmu-ilmu lain.

1.      Psikologi budaya

Adalah studi tentang cara tradisi budaya dan praktek sosial meregulasikan, mengekspresikan, mentransformasikan dan mengubah psike manusia. Psikologi budaya adalah studi tentang cara subjek dan objek, self dan other, psike dan budaya, person dan konteks, figure dan ground, praktisi dan praktek hidup bersama, memerlukan satu sama lain.

                  Perbedaan dengan psikologi lintas budaya adalah psikologi budaya mempelajari bagaimana budaya dan praktek sosial dapat berpengaruh kepada manusia. Sedangkan psikologi lintas budaya, seperti yang sudah dibahas diatas, merupakan sebuah kajian, yang berarti psikologi lintas budaya adalah sebuah hasil pembelajaran yang mendalam, tentang perbedaan dan persamaan individu dalam budaya dan etnik.

2.      Antropologi
Adalah salah satu cabang ilmu sosial yang mempelajari tentang budaya masyarakat suatu etnis tertentu. Antropologi lebih memusatkan pada penduduk yang merupakan masyarakat tunggal, tunggal dalam arti kesatuan masyarakat yang tinggal daerah yang sama, antropologi mirip seperti sosiologi tetapi pada sosiologi lebih menitik beratkan pada masyarakat dan kehidupan sosialnya.

                  Perbedaan keduanya terletak pada subjek yang dipelajari, antropologi mempelajari masyarakat tunggal, sedangkan psikologi lintas budaya mempelajari individu.

D.    Perilaku Sosial dalam Konteks Budaya

            Di setiap kelompok-kelompok, pasti ada perbedaan individual, yang artinya dalam kelompok manapun yang bisa kita identifikasi sebagai kelompok budaya, pasti ada perbedaan-perbedaan individual. Sebagai contoh, ambil sebuah budaya yang cukup individualistic (seperti budaya Amerika). Selain dalam kelompok ada yang bersifat individualistic ada juga yang bersifat kolektivistik. Dan yang jelasnya individu yang dalam kelompok budaya yang bersifat individualistic mengambarkan sifat yang jelas-jelas mengabaikan berbagai perbedaan kultural nyata di antara anggota-anggota individualnya.
            Ketika berinteraksi dengan orang dari budaya lain diseluruh dunia, baik saat kita berpergian atau sebaliknya, kita menghadapi berbagai cara budaya yang mewujudkan dirinya melalui perilaku. Dengan meningkatkan pemahaman kita tentang perwujudan-perwujudan ini, kita akan semakin menghargai pentingnya peran budaya  tidak hanya memberikan kita rambu-rambu dalam hidup, tapi juga dalam membantu kita menemukan jalan untuk bertahan hidup. Kenyataannya, budaya menyediakan bagi kita aturan-aturan yang memastikan berlangsungnya hidup, dengan asumsi bahwa sumber daya hidup masih tersedia.

            Alasan lain mengapa kita masih perlu belajar tentang budaya adalah bahwa budaya terus berubah. Budaya bukanlah entitas yang statis dan tetap. Dengan defenisi fungsional kita tentang budaya, kita tau bahwa budaya bias berubah seiring waktu. Saat ini pun kita sedang menyaksikan-menyaksikan perubahan-perubahan dalam budaya dan orang-orang Eropa, Asia, dan Amerika Serikat. Perubahan-perubahan ini memastikan bahwa kita takkan kekurangan bahan untuk dipelajari berkaitan dengan pengaruh budaya pada perilaku manusia. Tapi kita perlu menumbuhkan keinginan untuk mempelajarinya.[4]

E.     Akulturasi dan Inkulturasi

1.      Akulturasi
a)      Redfield, Linton, Herskovits: Mengemukakan bahwa akulturasi meliputi fenomena yang timbul sebagai hasil, jika kelompok– kelompok manusia yang mempunyai kebudayaan yang berbeda-beda bertemu dan mengadakan kontak secara langsung dan terus-menerus, yang kemudian menimbulkan perubahan dalam pola kebudayaan yang original dari salah satu kelompok atau pada kedua-duanya.
b)      Gillin dan Gillin dalam bukunya Cultural Sociologi, Mengemukakan bahwa akulturasi adalah proses dimana masyarakat yang berbeda-beda kebudayaannya mengalami perubahan oleh kontak yang lama dan langsung, tetapi dengan tidak sampai kepada percampuran yang komplit dan bulat dari dua kebudayaan itu.
c)      Dr. Koentjaraningrat, mengemukakan bahwa akulturasi adalah proses yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing yang berbeda sedemikian rupa , sehingga unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaa sendiri, tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan sendiri.[5]
Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaannya. sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri. Contoh akulturasi: Saat budaya rap dari negara asing digabungkan dengan bahasa Jawa, sehingga menge-rap dengan menggunakan bahasa Jawa. Ini terjadi di acara station TV.[6]
2.      Inkulturasi atau Enkulturasi
Inkulturasi atau Enkulturasi adalah Proses penerusan kebudayaan dari generasi yang satu kepada generasi berikutnya selama hidup seseorang individu dimulai dari institusi keluarga terutama tokoh ibu.
Sebenarnya proses Inkulturasi adalah sesuatu yang harus disikapi dengan bijak. Banyak arus informasi budaya asing yang membawa inovasi pada budaya lokal yang seharusnya tanpa menghilangkan nilai-nilai budaya lokal. Contoh kecil, pementasan tari atau acara sejenis lainnya, kini dapat lebih bergairah dengan sajian teknologi modern.
Namun tidak dapat dipungkiri, fenomena masuknya budaya asing juga telah banyak menggeser nilai-nilai budaya lokal masyarakat. Masalahnya sekarang adalah tinggal bagaimana kita menyikapinya dan menerapkan budaya yang dapat tercermin dengan cara-cara yang benar.
Dampak dari proses inkulturasi budaya
Salah satu dampak dari proses Inkulturasi budaya yang paling dirasakan adalah bergesernya nilai-nilai budaya lokal ke arah budaya barat. Hal lain yang menjadi masalah bagi negara dalam proses Inkulturasi adalah rendahnya pemahaman dalam pemakaian bahasa indonesia yang baik dan benar (bahasa juga salah satu budaya bangsa). Sudah lazim di Indonesia untuk menyebut orang kedua tunggal dengan Bapak, Ibu, Pak, Bu, Saudara, Anda dibandingkan dengan kau atau kamu sebagai pertimbangan nilai rasa.
Saat ini ada kecenderungan di kalangan anak muda yang lebih suka menggunakan bahasa Indonesia dialek Jakarta seperti penyebutan kata gue (saya) dan lu (kamu). Selain itu kita sering dengar anak muda mengunakan bahasa Indonesia dengan dicampur-campur bahasa inggris seperti OK, No problem dan Yes’. Fenomena ini merupakan dampak dari arus iformasi yang tersalurkan melalui media TV, Surat Kabar, Internet dan sebagainya.
Gaya berpakaian remaja Indonesia yang dulunya menjunjung tinggi norma kesopanan telah berubah kearah barat. Ada kecenderungan bagi remaja memakai pakaian minim dan ketat yang memamerkan bagian tubuh tertentu. Budaya ini diadopsi dari film-film maupun berbagai media lainnya yang ditransformasikan barat ke dalam masyarakat Indonesia.[7]
F.     Individualisme Dan Kolektivitas
1.      Individualisme
Individualisme merupakan satu filsafat yang memiliki pandangan moral, politik atau sosial yang menekankan kemerdekaan manusia serta kepentingan bertanggung jawab dan kebebasan sendiri.
Seorang individualis akan melanjutkan percapaian dan kehendak pribadi. Mereka menentang intervensi dari masyarakat, negara dan setiap badan atau kelompok atas pilihan pribadi mereka. Oleh itu, individualisme melawan segala pendapat yang menempatkan tujuan suatu kelompok sebagai lebih penting dari tujuan seseorang individu yang dengan sendiri adalah dasar kepada setiap badan masyarakat. Pendapat-pendapat yang di tentang termasuk holisme, kolektivisme dan statisme, antara lain. Filsafat ini juga kurang senang dengan segala standar moral yang berlaku ke atas seseorang karena peraturan-peraturan itu menghalangi kebebasan seseorang.
Paham individualisme dilandasi teori bahwa manusia itu lahir merdeka dan hidup merdeka. Masing-masing boleh berbuat apa saja menurut keinginannya, asalkan tidak mengganggu keamanan orang lain.  Dampak individualisme menimbulkan cara pandang yang lebih mengutamakan kepentingan individu di atas kepentingan masyarakat. Dalam masyarakat seperti ini, usaha untuk mencapai pengembangan diri,  antara anggota masyarakat satu dengan yang lain saling berkompetisi sehingga menimbulkan dampak yang kuat. 
      Adapun dampak negative yang dihasilkan dari pola hidup individualis, yaitu:
a.       Kehilangan rasa solidaritas terhadap sesama
b.      Egoisme yang tak terbatas
c.       Terasingkan dari kehidupan social
d.      Kesulitan dalam bersosialisasi[8]


2.      Kolektivitas

      Kolektivitas merupakan sebuah bentuk gotong royong yang menghasilkan banyak nilai tambah dalam kehidupan bermasyarakat sebuah bentuk kerja kolektif (sama) yang manusiawi. Kebebasan dan persamaan hak merupakan asasnya. Tetapi dalam organisasi ini terdapat suatu kelemahan, yaitu bergerak sendiri yang berbuntut pada kelemahan subjektif dalam menerima tekanan, Akhirnya berbuah pada kemunduran semangat. Untuk menghindari hal yang tidak diinginkan (perpecahan dalam tubuh organisasi), pemahaman kita tentang organisasi sebagai alat bersama harus direfleksikan. Organisasi pada esensinya adalah alat bersama dalam mencapai tujuan bersama. Dalam mencapai tujuan bersama inilah terkadang kita kurang memahami apa yang dicita-citakan organisasi masing-masing. Untuk menghindari hal yang tidak diinginkan (perpecahan dalam tubuh organisasi), pemahaman kita tentang organisasi sebagai alat bersama harus direfleksikan. Organisasi pada esensinya adalah alat bersama dalam mencapai tujuan bersama. Dalam mencapai tujuan bersama inilah terkadang kita kurang memahami apa yang dicita-citakan organisasi masing-masing.
Perbedaan pendapat adalah hal lumrah dalam organisasi. Ingat bahwa kebebasan adalah sarat mutlak dari sebuah kolektif. Sisa kemudian bagaimana kita menyikapi kebebasan berpendepat demi kepentingan bersama. Terkadang sikap arogansi sering muncul dalam suatu perbedaan pendapat, hanya berbuah pada perpecahan. Setiap pendapat tetap dihargai, tetapi jika ada perbedaan maka yang objektiflah yang akan menjadi pilihan. Yang objektif artinya adalah paling mampu dipertanggung jawabkan pendapatnya, sesuai dengan kondisi yang sedang terjadi.

Tujuan dalam kolektivitas ialah sebagai berikut :

§    Supaya tujuan dalam organisasi tersebut dapat berjalan sesuai dengan komitmen yang sudah di buat dalam organisasi tersebut.
§    Supaya individualisme dalam organisasi terjadi,maksudnya dalam berbagai acaranya atau tugas-tugas yang memerlukan kerjasama tidak hanya di lakukan oleh ketua atau satu orang saja.
§    Supaya dalam organisasi tersebut menjadi organisasi yang mempunyai tujuan ,sehingga organisasi tersebut bisa maju.
§    Setiap anggota dalam organisasi bisa berpendapat dalam hal apapun yang memang memerlukan suatu saran,tetapi harus di terima dengan baik untuk dapat menemukan suatu titik terang masalah.
§    Mematangkan fikiran anggota organisasi,agar memiliki fikiran yang universal.
§    Supaya setiap anggota dalam organisasi mempunyai kesadaran dalam tugas-tugas yang meraka embank
§    Supaya terjalin rasa kasih sayang dapat terwujud dalam organisasi
Makna kolektivitas

      Kolektivitas adalah sebuah bentuk kerja bersama dalam mencapai tujuan bersama. Tak ada istilah pengukuran kerja yang berbau individualistik dalam sebuah kolektif. Tak jarang kita sering terjebak pada hal-hal formal seperti struktur organisasi. Terkadang beban yang berat hanya diberikan pada orang yang duduk pada sebuah struktur organisasi (misalnya ketua). Padahal semua orang dalam sebuah kerja kolektif, memiliki persamaan hak dan kewajiban dalam membangun organisasi. Struktur harusnya dimaknai sekedar sebuah bentuk pemfokusan kerja. Jangan pernah memaknai struktur yang ada sebagai bentuk jenjang yang bersifat mengerucut. Jika pemahaman ini bisa dipahami, maka akan terlihat bahwa tak ada bedanya tanggung jawab seorang ketua dengan seorang anggota biasa. Yang akan terlihat hanyalah fokus kerja yang berbeda.

Struktur harusnya dimaknai sekedar sebuah bentuk pemfokusan kerja. Jangan pernah memaknai struktur yang ada sebagai bentuk jenjang yang bersifat mengerucut. Jika pemahaman ini bisa dipahami, maka akan terlihat bahwa tak ada bedanya tanggung jawab seorang ketua dengan seorang anggota biasa. Yang akan terlihat hanyalah fokus kerja yang berbeda. Didalam sebuah kolektif yang ideal tak ada pembagian kerja otak dan otot. Karena esensi sejati dari manusia meliputi kedua aspek kerja tadi. Jika ada salah satu yang dihilangkan dari kedua aspek tadi, maka secara tidak langsung kita sedang mengingkari keberadaan kita sebagai manusia.[9]











Daftar Pustaka
Matsumoto, David. 2000. Psikologi lintas budaya. Pustaka Belajar: Yogyakarta
Iliweri, Alo.Makna Budaya dalam Komunikasi Budaya. Jogyakarta: LKiS:2007
Winaro,Budi .Globalisasi Peluang Atau Ancaman Bagi Indonesia.jakarta: Erlangga 2008
Yuniardi, Sulis. 2008. Psikologi Lintas Budaya. Universitas Muhammadiyah: Malang






















[1] Matsumoto, David. 2000. Psikologi lintas budaya. Pustaka Belajar: Yogyakarta
[2] Dikutip dari Wikipedia)
[3] Iliweri, Alo.Makna Budaya dalam Komunikasi Budaya. Jogyakarta: LKiS:2007
[4]   Matsumoto, David. 2000. Psikologi lintas budaya. Pustaka Belajar: Yogyakarta
[5] http://id.shvoong.com/law-and-politics/family-law/2245698-enkulturasi-dan-akulturasi/#ixzz2MeMlkLwu
[6] http://id.wikipedia.org/wiki/Akulturasi
[7] Winaro,Budi .Globalisasi Peluang Atau Ancaman Bagi Indonesia.jakarta: Erlangga 2008
[8] http://id.wikipedia.org/wiki/Individualisme
[9] http://www.masbied.com/2010/03/20/landasan-sosiologi-pendidikan/#more-2410

Tidak ada komentar:

Posting Komentar