Psikologi Social dan Psikologi
Lintas Budaya (PLB)
A.
Pengertian
1.
Budaya.
Adalah sekumpulan sikap, nilai, keyakinan, dan perilaku yang
sama-sama dimiliki oleh sekelompok orang, yang dikomunikasikan dari satu
generasi ke generasi selanjutnya melalui bahasa atau sarana komunikasi lain. [1]
2.
Psikologi Lintas
Budaya.
-
Menurut Segall, Dasen dan Poortinga, Psikologi Lintas-Budaya
adalah kajian mengenai perilaku manusia dan penyebarannya, sekaligus
memperhitungkan cara perilaku itu dibentuk dan dipengaruhi oleh
kekuatan-kekuatan sosial dan budaya. Definisi ini mengarahkan perhatian pada
dua hal pokok: keragaman perilaku manusia di dunia dan kaitan antara perilaku
terjadi.
-
Brislin, Lonner, dan Thorndike, (1973): menyatakan bahwa psikologi lintas budaya ialah
kajian empirik mengenai anggota berbagai kelompok budaya yang telah memiliki
perbedaan pengalaman, yang dapat membawa ke arah perbedaan perilaku yang dapat
diramalkan dan signifikan.
-
Dan secara umum,
Psikologi Lintas Budaya adalah cabang psikologi yang terutama menaruh perhatian
pada pengujian batasan-batasan yang mungkin dari pengetahuan dengan cara
mempelajari orang dari berbagai budaya. Atau bias juga dikatakan dengan [2]
B.
Tujuan
Psikologi Lintas Budaya.
Melihat, mempelajari dan memahami
persamaan serta perbedaan yang ada dalam setiap individu secara psikologis
dikarenakan adanya keberagaman budaya disekitarnya. Dengan melihat, mempelajari
dam memahami persamaan serta perbedaan dalam keberagaman budaya yang ada,
setiap individu dapat membangun hubungan psikologis yang terjalin dengan amat
baik dengan lingkungan sosial-budayanya tersebut.[3]
C.
Hubungan Psikologi lintas Budaya dengan Ilmu-ilmu
lain.
1.
Psikologi budaya
Adalah studi tentang
cara tradisi budaya dan praktek sosial meregulasikan, mengekspresikan,
mentransformasikan dan mengubah psike manusia. Psikologi budaya adalah studi
tentang cara subjek dan objek, self dan other, psike dan budaya, person dan
konteks, figure dan ground, praktisi dan praktek hidup bersama, memerlukan satu
sama lain.
Perbedaan dengan psikologi
lintas budaya adalah psikologi budaya mempelajari bagaimana budaya dan praktek
sosial dapat berpengaruh kepada manusia. Sedangkan psikologi lintas budaya,
seperti yang sudah dibahas diatas, merupakan sebuah kajian, yang berarti
psikologi lintas budaya adalah sebuah hasil pembelajaran yang mendalam, tentang
perbedaan dan persamaan individu dalam budaya dan etnik.
2.
Antropologi
Adalah
salah satu cabang ilmu sosial yang mempelajari
tentang budaya masyarakat
suatu etnis tertentu. Antropologi lebih memusatkan pada penduduk
yang merupakan masyarakat tunggal, tunggal dalam arti kesatuan masyarakat yang
tinggal daerah yang sama, antropologi mirip seperti sosiologi tetapi
pada sosiologi lebih menitik beratkan pada masyarakat dan kehidupan sosialnya.
Perbedaan keduanya terletak pada subjek yang
dipelajari, antropologi mempelajari masyarakat tunggal, sedangkan psikologi
lintas budaya mempelajari individu.
D.
Perilaku
Sosial dalam Konteks Budaya
Di setiap kelompok-kelompok, pasti
ada perbedaan individual, yang artinya dalam kelompok manapun yang bisa kita
identifikasi sebagai kelompok budaya, pasti ada perbedaan-perbedaan individual.
Sebagai contoh, ambil sebuah budaya yang cukup individualistic (seperti budaya
Amerika). Selain dalam kelompok ada yang bersifat individualistic ada juga yang
bersifat kolektivistik. Dan yang jelasnya individu yang dalam kelompok budaya
yang bersifat individualistic mengambarkan sifat yang jelas-jelas mengabaikan
berbagai perbedaan kultural nyata di antara anggota-anggota individualnya.
Ketika berinteraksi dengan orang
dari budaya lain diseluruh dunia, baik saat kita berpergian atau sebaliknya,
kita menghadapi berbagai cara budaya yang mewujudkan dirinya melalui perilaku.
Dengan meningkatkan pemahaman kita tentang perwujudan-perwujudan ini, kita akan
semakin menghargai pentingnya peran budaya
tidak hanya memberikan kita rambu-rambu dalam hidup, tapi juga dalam
membantu kita menemukan jalan untuk bertahan hidup. Kenyataannya, budaya
menyediakan bagi kita aturan-aturan yang memastikan berlangsungnya hidup,
dengan asumsi bahwa sumber daya hidup masih tersedia.
Alasan lain mengapa kita masih perlu
belajar tentang budaya adalah bahwa budaya terus berubah. Budaya bukanlah
entitas yang statis dan tetap. Dengan defenisi fungsional kita tentang budaya,
kita tau bahwa budaya bias berubah seiring waktu. Saat ini pun kita sedang
menyaksikan-menyaksikan perubahan-perubahan dalam budaya dan orang-orang Eropa,
Asia, dan Amerika Serikat. Perubahan-perubahan ini memastikan bahwa kita takkan
kekurangan bahan untuk dipelajari berkaitan dengan pengaruh budaya pada
perilaku manusia. Tapi kita perlu menumbuhkan keinginan untuk mempelajarinya.[4]
E.
Akulturasi
dan Inkulturasi
1. Akulturasi
a)
Redfield, Linton, Herskovits:
Mengemukakan bahwa akulturasi meliputi fenomena yang timbul sebagai hasil, jika
kelompok– kelompok manusia yang mempunyai kebudayaan yang berbeda-beda bertemu
dan mengadakan kontak secara langsung dan terus-menerus, yang kemudian
menimbulkan perubahan dalam pola kebudayaan yang original dari salah satu
kelompok atau pada kedua-duanya.
b)
Gillin dan Gillin dalam bukunya
Cultural Sociologi, Mengemukakan bahwa akulturasi adalah proses dimana
masyarakat yang berbeda-beda kebudayaannya mengalami perubahan oleh kontak yang
lama dan langsung, tetapi dengan tidak sampai kepada percampuran yang komplit
dan bulat dari dua kebudayaan itu.
c)
Dr. Koentjaraningrat, mengemukakan
bahwa akulturasi adalah proses yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan
suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing
yang berbeda sedemikian rupa , sehingga unsur kebudayaan asing itu lambat laun
diterima dan diolah ke dalam kebudayaa sendiri, tanpa menyebabkan hilangnya
kepribadian kebudayaan sendiri.[5]
Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu
kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu
kebudayaan asing. Kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam
kebudayaannya. sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok
itu sendiri. Contoh akulturasi: Saat budaya rap dari negara asing digabungkan
dengan bahasa Jawa, sehingga menge-rap dengan menggunakan bahasa Jawa. Ini
terjadi di acara station TV.[6]
2.
Inkulturasi atau Enkulturasi
Inkulturasi atau
Enkulturasi adalah Proses penerusan
kebudayaan dari generasi yang satu kepada generasi berikutnya selama hidup
seseorang individu dimulai dari institusi keluarga terutama tokoh ibu.
Sebenarnya proses
Inkulturasi adalah sesuatu yang harus disikapi dengan bijak. Banyak arus
informasi budaya asing yang membawa inovasi pada budaya lokal yang seharusnya
tanpa menghilangkan nilai-nilai budaya lokal. Contoh kecil, pementasan tari
atau acara sejenis lainnya, kini dapat lebih bergairah dengan sajian teknologi
modern.
Namun tidak dapat
dipungkiri, fenomena masuknya budaya asing juga telah banyak menggeser nilai-nilai
budaya lokal masyarakat. Masalahnya sekarang adalah tinggal bagaimana kita
menyikapinya dan menerapkan budaya yang dapat tercermin dengan cara-cara yang
benar.
Dampak dari proses inkulturasi budaya
Salah satu dampak dari
proses Inkulturasi budaya yang paling dirasakan adalah bergesernya nilai-nilai
budaya lokal ke arah budaya barat. Hal lain yang menjadi masalah bagi negara
dalam proses Inkulturasi adalah rendahnya pemahaman dalam pemakaian bahasa
indonesia yang baik dan benar (bahasa juga salah satu budaya bangsa). Sudah
lazim di Indonesia untuk menyebut orang kedua tunggal dengan Bapak, Ibu, Pak,
Bu, Saudara, Anda dibandingkan dengan kau atau kamu sebagai pertimbangan nilai
rasa.
Saat ini ada kecenderungan
di kalangan anak muda yang lebih suka menggunakan bahasa Indonesia dialek
Jakarta seperti penyebutan kata gue (saya) dan lu (kamu). Selain itu kita
sering dengar anak muda mengunakan bahasa Indonesia dengan dicampur-campur
bahasa inggris seperti OK, No problem dan Yes’. Fenomena ini merupakan dampak
dari arus iformasi yang tersalurkan melalui media TV, Surat Kabar, Internet dan
sebagainya.
Gaya berpakaian remaja
Indonesia yang dulunya menjunjung tinggi norma kesopanan telah berubah kearah
barat. Ada kecenderungan bagi remaja memakai pakaian minim dan ketat yang
memamerkan bagian tubuh tertentu. Budaya ini diadopsi dari film-film maupun
berbagai media lainnya yang ditransformasikan barat ke dalam masyarakat
Indonesia.[7]
F. Individualisme Dan
Kolektivitas
1.
Individualisme
Individualisme merupakan
satu filsafat yang memiliki pandangan moral, politik atau sosial yang
menekankan kemerdekaan manusia serta kepentingan bertanggung jawab dan
kebebasan sendiri.
Seorang individualis akan
melanjutkan percapaian dan kehendak pribadi. Mereka menentang intervensi dari
masyarakat, negara dan setiap badan atau kelompok atas pilihan pribadi mereka.
Oleh itu, individualisme melawan segala pendapat yang menempatkan tujuan suatu
kelompok sebagai lebih penting dari tujuan seseorang individu yang dengan
sendiri adalah dasar kepada setiap badan masyarakat. Pendapat-pendapat yang di
tentang termasuk holisme, kolektivisme dan statisme, antara lain. Filsafat ini
juga kurang senang dengan segala standar moral yang berlaku ke atas seseorang
karena peraturan-peraturan itu menghalangi kebebasan seseorang.
Paham individualisme
dilandasi teori bahwa manusia itu lahir merdeka dan hidup merdeka.
Masing-masing boleh berbuat apa saja menurut keinginannya, asalkan tidak
mengganggu keamanan orang lain. Dampak
individualisme menimbulkan cara pandang yang lebih mengutamakan kepentingan
individu di atas kepentingan masyarakat. Dalam masyarakat seperti ini, usaha
untuk mencapai pengembangan diri, antara
anggota masyarakat satu dengan yang lain saling berkompetisi sehingga
menimbulkan dampak yang kuat.
Adapun dampak negative yang dihasilkan
dari pola hidup individualis, yaitu:
a. Kehilangan
rasa solidaritas terhadap sesama
b. Egoisme
yang tak terbatas
c. Terasingkan
dari kehidupan social
d. Kesulitan
dalam bersosialisasi[8]
2.
Kolektivitas
Kolektivitas merupakan sebuah bentuk gotong royong yang
menghasilkan banyak nilai tambah dalam kehidupan bermasyarakat sebuah bentuk
kerja kolektif (sama) yang manusiawi. Kebebasan dan persamaan hak merupakan
asasnya. Tetapi dalam organisasi ini terdapat suatu kelemahan, yaitu bergerak
sendiri yang berbuntut pada kelemahan subjektif dalam menerima tekanan,
Akhirnya berbuah pada kemunduran semangat. Untuk menghindari hal yang tidak
diinginkan (perpecahan dalam tubuh organisasi), pemahaman kita tentang
organisasi sebagai alat bersama harus direfleksikan. Organisasi pada esensinya
adalah alat bersama dalam mencapai tujuan bersama. Dalam mencapai tujuan
bersama inilah terkadang kita kurang memahami apa yang dicita-citakan
organisasi masing-masing. Untuk menghindari hal yang tidak diinginkan
(perpecahan dalam tubuh organisasi), pemahaman kita tentang organisasi sebagai
alat bersama harus direfleksikan. Organisasi pada esensinya adalah alat bersama
dalam mencapai tujuan bersama. Dalam mencapai tujuan bersama inilah terkadang kita
kurang memahami apa yang dicita-citakan organisasi masing-masing.
Perbedaan pendapat
adalah hal lumrah dalam organisasi. Ingat bahwa kebebasan adalah sarat mutlak
dari sebuah kolektif. Sisa kemudian bagaimana kita menyikapi kebebasan
berpendepat demi kepentingan bersama. Terkadang sikap arogansi sering muncul
dalam suatu perbedaan pendapat, hanya berbuah pada perpecahan. Setiap pendapat
tetap dihargai, tetapi jika ada perbedaan maka yang objektiflah yang akan
menjadi pilihan. Yang objektif artinya adalah paling mampu dipertanggung
jawabkan pendapatnya, sesuai dengan kondisi yang sedang terjadi.
Tujuan dalam
kolektivitas ialah sebagai berikut :
§
Supaya tujuan
dalam organisasi tersebut dapat berjalan sesuai dengan komitmen yang sudah di
buat dalam organisasi tersebut.
§
Supaya
individualisme dalam organisasi terjadi,maksudnya dalam berbagai acaranya atau
tugas-tugas yang memerlukan kerjasama tidak hanya di lakukan oleh ketua atau
satu orang saja.
§
Supaya dalam
organisasi tersebut menjadi organisasi yang mempunyai tujuan ,sehingga
organisasi tersebut bisa maju.
§
Setiap anggota
dalam organisasi bisa berpendapat dalam hal apapun yang memang memerlukan suatu
saran,tetapi harus di terima dengan baik untuk dapat menemukan suatu titik
terang masalah.
§
Mematangkan
fikiran anggota organisasi,agar memiliki fikiran yang universal.
§
Supaya setiap
anggota dalam organisasi mempunyai kesadaran dalam tugas-tugas yang meraka
embank
§
Supaya terjalin
rasa kasih sayang dapat terwujud dalam organisasi
Makna kolektivitas
Kolektivitas adalah sebuah bentuk kerja bersama dalam mencapai
tujuan bersama. Tak ada istilah pengukuran kerja yang berbau individualistik
dalam sebuah kolektif. Tak jarang kita sering terjebak pada hal-hal formal
seperti struktur organisasi. Terkadang beban yang berat hanya diberikan pada
orang yang duduk pada sebuah struktur organisasi (misalnya ketua). Padahal
semua orang dalam sebuah kerja kolektif, memiliki persamaan hak dan kewajiban
dalam membangun organisasi. Struktur harusnya dimaknai sekedar sebuah bentuk pemfokusan
kerja. Jangan pernah memaknai struktur yang ada sebagai bentuk jenjang yang
bersifat mengerucut. Jika pemahaman ini bisa dipahami, maka akan terlihat bahwa
tak ada bedanya tanggung jawab seorang ketua dengan seorang anggota biasa. Yang
akan terlihat hanyalah fokus kerja yang berbeda.
Struktur harusnya
dimaknai sekedar sebuah bentuk pemfokusan kerja. Jangan pernah memaknai
struktur yang ada sebagai bentuk jenjang yang bersifat mengerucut. Jika
pemahaman ini bisa dipahami, maka akan terlihat bahwa tak ada bedanya tanggung
jawab seorang ketua dengan seorang anggota biasa. Yang akan terlihat hanyalah
fokus kerja yang berbeda. Didalam sebuah kolektif yang ideal tak ada pembagian
kerja otak dan otot. Karena esensi sejati dari manusia meliputi kedua aspek kerja
tadi. Jika ada salah satu yang dihilangkan dari kedua aspek tadi, maka secara
tidak langsung kita sedang mengingkari keberadaan kita sebagai manusia.[9]
Daftar Pustaka
Matsumoto, David. 2000. Psikologi lintas budaya. Pustaka Belajar:
Yogyakarta
Iliweri, Alo.Makna Budaya dalam Komunikasi Budaya. Jogyakarta:
LKiS:2007
Winaro,Budi
.Globalisasi Peluang Atau Ancaman Bagi Indonesia.jakarta: Erlangga 2008
Yuniardi, Sulis. 2008. Psikologi Lintas Budaya. Universitas
Muhammadiyah: Malang
[1]
Matsumoto, David. 2000. Psikologi lintas budaya. Pustaka Belajar: Yogyakarta
[2]
Dikutip dari Wikipedia)
[3]
Iliweri, Alo.Makna Budaya dalam Komunikasi Budaya. Jogyakarta: LKiS:2007
[4]
Matsumoto, David. 2000. Psikologi
lintas budaya. Pustaka Belajar: Yogyakarta
[5]
http://id.shvoong.com/law-and-politics/family-law/2245698-enkulturasi-dan-akulturasi/#ixzz2MeMlkLwu
[6]
http://id.wikipedia.org/wiki/Akulturasi
[7]
Winaro,Budi .Globalisasi Peluang Atau Ancaman Bagi Indonesia.jakarta: Erlangga
2008
[8]
http://id.wikipedia.org/wiki/Individualisme
[9]
http://www.masbied.com/2010/03/20/landasan-sosiologi-pendidikan/#more-2410
Tidak ada komentar:
Posting Komentar