Rabu, 15 Oktober 2014

Behavioristik Konseling


Behavioristik Konseling
A.    Pengertian Behavioristik Konseling
Behaviorisme adalah suatu  pandangan ilmiah tentang tingkah laku manusia.
Konseling behavioral merupakan bentuk adaptasi dari aliran psikologi behavioristik, yang menekankan perhatiannya pada perilaku yang tampak.  Pada hakikatnya konseling merupakan sebuah upaya pemberian bantuan dari  seorang konselor kepada klien, bantuan di sini dalam pengertian sebagai upaya  membantu orang lain agar ia mampu tumbuh ke arah yang dipilihnya sendiri, mampu memecahkan masalah yang dihadapinya dan mampu menghadapi krisis-krisis yang dialami dalam kehidupannya (Yusuf&Juntika,2005:9).

B.     Pandangan Behavioristik tentang Manusia (Teori Skinner)
F. Skinner sebagai pelopor behaviorisme menolak semua teori kepribadian. Menurutnya, psikologi belum siap (belum memiliki data faktual yang cukup) untuk membangun teori kepribadian yang mencakup segala hal. Dia tidak membahas topik kepribadian secara khusus, kecuali sekedar menjadikannya sebagai label dari aspek tingkahlaku tertentu. Skinner berbeda dengan pakar kepribadian pada umumnya dalam 3 hal:
1.      Skinner menolak analisis kehidupan internal semacam isnting-motif-drives-aktualisasi diri-superiorita-keamanan, dan secara ekstrim berpendapat psikologi harus membatasi diri hanya menangani data yang dapat diobservasi. Satu-satunya aspek yang nyata dan relevan dengan psikologi adalah tingkahlaku yang teramati, dan satu-satunya cara mengontrol dan meramalkan tingkahlaku itu adalah mengaitkannya dengan kejadian yang mengawali tingkahlaku (event-antecedent) yang ada dilingkungan.
2.      Skinner tidak tertarik dengan perbedaan individual seperti trait, life style, ego dan self. Menurutnya, ilmu psikologi harus menemukan hokum umum dari tingkahlaku, hubungan empirik antara stimulus denagn responnya.
3.      Pakar psikologi kepribadian mengembangkan teorinya berdasarkan analisis terhadap orang abnormal (Freud,dkk), atau terhadap orang normal (Rogers) atau terhadap orang yang supernormal (Maslow), sedangkan Skinner memakai binatang (tikus dan merpati) sebagai objek amatannya. Menurutnya binatang dan manusia dalam merespon stimuli berada dalam tingkat kompleksitasnya, tetapi proses dasarnya secara umum sama.  


C.    Pandangan Behavioristik tentang Kepribadian
Ada dua klasifikasi tipe tingkahlaku menurut Skinner :
a.      Tingkahlaku responden (Respondent Behavior)
Yaitu respon yang dihasilkan organism untuk menjawab stimulus yang secara spesifik berhubungan dengan respon itu. Respon refleks termasuk dalam kelompo ini, seperti mengeluarkan air liur ketika melihat makanan. Mengelak dari pukulan dengan menundukkan kepada, merasa takut waktu ditanya guru, atau merasa malu waktu dipuji.
b.      Tingkahlaku operan (Operant Behavior)
Yaitu respon yang dimunculkan organisme tanpa adanya stimulus spesifik yang langsung memaksa terjadinya respon itu. Terjadi proses pengikatan stimulus baru dengan respon baru. Organism dihadapkan kepada pilihan-pilihan respon mana yang akan dipakainya untuk menanggapi suatu stimulus. Keputusan respon mana yang dipilih tergantung kepada efeknya terhadap lingkungan (yang tertuju kepadanya) atau konsekuensi yang mengikuti respon itu.
D.    Pendekatan Behavioral
Pendekatan behavioral menekankan pada perubahan tingkah laku. Teknik-tekniknya ditujukan pada mengubah tingkah laku seseorang. Pendekatan konitif, memfokuskan pada kognisi, teknik-tekniknya pun berusaha mengubah kognisi yang salah. Meichenbaum (1979) adalah salah satu dari orang yang pertama-pertama menjembatani pendekatan behavioral dengan pendekatan kognitif dan menyebutnya sebagai cognitive behavior modification.
Pendekatan ini memandang bahwa masalah yang dihadapi individu dikarenakan individu salah dalam membuat keputusan atau mengambil sikap untuk melakukan suatu tindakan.
Oleh karena itu pendekatan ini didalam konselingnya menekankan pada perilaku spesifik, yaitu perilaku yang memang berbenturan atau yang berlawanan dengan lingkungan dan diri klien sendiri. Perilaku secara spesifik tersebut seperti: kgangguan makan, penyalahgunaan zat, dan disfungsi psikoseksual. Juga bermanfaat untuk membantu gangguan yang diasosiasikan dengan anxietas, stres, asertivitas, berfungsi sebagai orang tua dan interaksi sosial (Gladding, 2004 ). Pendekatan ini lebih bersifat suatu pelatihan terhadap perilaku klien. Maka pendekatan ini menekakankan pada teknik dan prosedur untuk memfasilitasi perubahan perilaku pada diri klien. Sehingga pendekatan behavioral ini lebih mementingkan penggunaan teknik perubahan perilaku (behavior modivication). Peran konselor disini sebagai model bagi klien daripada kualitas hubungan konseling. Pendekatan konseling ini termasuk juga Konseling Behavioristik dan Konseling Realitas.

E.     Metode atau Teknik Behavioral
Adalah konseling yang menekankan prinsip desensitifikasi sistematik, impulsif, latihan asertif dan pengkondisian operant dan semua menggunakan prinsip belajar dalam perubahan perilaku. Tujuan konseling behavior yaitu menghapus perilaku klien yang maladaptif, mempelajari pola perilaku konstruktif, membantu klien menguji keputusan dini, dan membuat keputusan baru menurut kesadaran dirinya.
Modifikasi perilaku adalah sebuahteknik yang berangkat dari konsepsi Skinerian bahwa dalam setiap situasi atau dalam merespons setiap stimulus, seseorangsudah memiliki perbendaharaan respons yang mungkin sesuai dengan stimulus tersebut, danmengeluarkan perilaku yang dikuatkan atau diberi ganjaran.
Skinner (1953) berpendapat bahwa respons yang akan dikeluarkan adalah yang paling sering dikuatkan di masa lalu. Ayllon dan Azrin (1965, 1968) mengaplikasikan teknik ini di bangsal psikistri di sebuah rumah sakit terhadap beberapa orang yang terganggu jiwanya dengan menggunakan teknik yang dikenal dengan istilah token economy.
Teknik lain yang direpresentasikan pada awal konseling dengan pendekatan behavioral adalah systematic desensitization (desensitisasi sistematik) yang dipelopori oleh Wolpe.

F.     Hakikat Manusia Dalam Konseling Behavioral
Hakikat manusia dalam pandangan para behaviorist adalah fasif dan mekanistis, manusia dianggap sebagai sesuatu yang dapat dibentuk dan diprogram sesuai dengan keinginan lingkungan yang membentuknya. Lebih jelas lagi Muhamad Surya (1988:186) menjelaskan tentang hakikat manusia dalam pandangan teori behavioristi sebagai berikut : ‘ dalam teori ini menganggap manusia bersifat mekanistik atau merespon kepada lingkungan dengan control terbatas, hidup dalam alam deterministic dan sedikit peran aktifnya dalam memilih martabatnya. Manusia memulai kehidupnya dengan memberikan reaksi terhadap lingkungannya, dan interaksi ini menghasilkan pola-pola perilaku yang kemudian membentuk kepribadian. Perilaku seseorang ditentukan oleh banyak dan macamnya penguatan yang diterima dalam situasi hidupnya. Dapat kita simpulkan dari anggapan teori ini bahwa perilaku manusia adalah efek dari lingkungan, pengaruh yang paling kuat maka itulah yang akan membentuk  diri individu.

G.    Aplikasi Teori Behavioral dalam Konseling Keluarga
Para konselor mengemukakan bahwa prosedur-prosedur belajar yang telah digunakan untuk mengubah perilaku, dapat diaplikasikan untuk mengubah perilaku yang bermasalah didalam suatu keluarga.
. Pertama kali, sebagaimana anggota keluarga berinteraksi satu sama lain, dapat diterjemahkan kedalam behavioral dan belajar, dengan memfokuskannya pada akibat-akibat perilaku, atau kemungkinan-kemungkinan reinforcement.
Dalam deskripsi ini ada tugas dan teknik-teknik yang menandai ciri utama dari aplikasi behavioral terhadap konseling keluarga. Liberman (1981) mengemukakan tiga bidang kepedulian teknis bagi konselor : (1) kreasi dari gabungan terapeutik yang positif, (2) membuat analisa fungsional terhadap masalah-masalah dalam keluarga dan (3) implementasi prinsip-prinsip behavioral yakni reinforcement dan modeling di dalam konteks interaksi dalam keluarga.
1.      Peranan Gabungan Terapeutik (Role Of Therapeutic Alliance)
Liberman menekankan tentang peranan aliansi terapeutik sehingga konselor dapat memfungsikan dirinya sebagai katalisator bagi mempercepat perubahan dalam sistem keluarga.
2.      Penilaian Keluarga
Selama fase awal konseling, membuat iklim yang hangat dan mendorong, konselor menilai masalah-masalah yang ada, dan membuat apa yang dikenal “analisis fungsional atau behavioral terhadap masalah-masalah”. Konselor behavioral terikat pada analisa sistematik terhadap perilaku yang tepat dan dapat diamati, yang akan ditangani.
3.      Melaksanakan Strategi Behavioral
Sekali analisis behavioral dibuat dan tujuan-tujuan spesifik diformulasikan, maka aspek ketiga dari konseling keluarga behavioral dipilih yaitu teknik terapeutik yang memadai. Menurut Liberman cara yang bernilai untuk memikirkan tentang strategi-strategi ini ialah “sebagai eksperimen-eksperimen perubahan perilaku” di mana keluarga dengan bimbingan konselor memprogramkan kembali kontingensi-kontingensi reinforcement yang ada dalam keluarga.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar