Selasa, 14 Oktober 2014

Kepribadian Perspektif Hadist


KEPRIBADIAN DALAM PERSPEKTIF HADIS
A.    Fitrah Manusia

Makna fitrah berasal dari kata فطر. Dalam Al quran dan Hadist Nabi SAW berarti agama, kesucian, beragama tauhid, bentuk yang diberikan kepada manusia pada saat penciptaannya dahulu, murni atau ikhlas, potensi dasar manusia, tabiat alami yang dimiliki manusia.[1]
Fitrah Manusia  merupakan potensi-potensi dasar manusia yang memiliki sifat kebaikan dan kesucian untuk menerima rangsangan dan pengaruh dari luar menuju pada kesempurnaan dan kebenaran.

Muhammad Fadhil al-Jamaly memandang fitrah sebagai kemampuan dasar dan kecenderungan yang murni bagi setiap individu. Fitrah ini lahir dalam bentuk yang paling sederhana dan terbatas, kemudian saling mempengaruhi dengan lingkungan sekitarnya, sehingga tumbuh dan berkembang lebih baik, atau bahkan sebaliknya.[2]
           
Manusia di lahirkan dalam keadaan fitrah yang cendrung menganut agama yang lurus mereka memiliki kecendrungan untuk mengenal Tuhan, berpihak pada kebenaran, berbuat kebajikan dan menghindari sikap yang menyimpang.

Diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA, ia berkata bahwa rasullullah SAW pernah bersabda:




            Artinya :
Tiada anak manusia yang dilahirkan kecuali dengan kecendrungan alamiahnya (fitrah). Maka orangtuanya lah yang yang membuat anak manusia itu menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi. (Diriwayatkan oleh syeikhan Abu dawud, dan Tirmidzi)

Fitrah atau kecendrungan alamiah ini perlu tumbuh kembangkan melalui proses pendidikan, pengarahan dan pembelajaran. Hal ini disebabkan karna anak yang masih di bawah umur mudah terpengaruh oleh lingkungan buruk yang akan mengakibatkan kecendrungan alamiahnya mengalami penyimpangan, bahkan berujung pada terbentuknya cara pandang dan perilaku yang tidak baik.

Kecendrungan untuk mengetahui kebenaran dan melakukan kebajikan juga dapat dipengaruhi oleh kondisi sosial keluarga dan lingkungan yang kurang baik. Tidak mengherankan jika dalam perkembangannya seorang anak cendrung lebih mengenal kesalahan dan keburukan. Perkataan Rasulullah SAW mengandung usnur ketrpengaruhan dari pihak keluarga serta faktor sosial dan budaya yang melingkupi kehidupan anak. Hal ini dapat dilihat pada keterangan hadist bahwa orang tua dapat mengarahkan atau memengaruhi anaknya untuk memeluk agama Yahudi, nasrani, atau Majusi.

            Rasulullah SAW telah meriwayatkan hadist yang berasal dari Tuhannya sebagai berikut:




Artinya :
Sesungguhnya aku telah menciptakan hamba-Ku menjadi orang yang lurus semuanya, akan tetapi setan itu memalingkan mereka dalam agamanya.(Di riwayatkan oleh Muslim)

Dengan adanya fitrah atau kecendrungan alamiah, maka manusia dapat memilih dan memilah antara kebenaran dan kesalahan serta antara kebaikan dan keburukan. Kecendrungan ini pun diiringi dengan kebebasan berkehendak yang merupakan anugerah dari Allah SWT agar memilih jalan kebaikan dan keburukan. [3]

B.     Keseimbangan Kepribadian

Setiap jiwa dan raga manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi raga, misalnya membutuhkan makanan, air, istirahat, menghindari rasa panas, dingin, atau sakit. Raga juga membutuhkan belaian dari jenis yang lain dan kebutuhan lain yang harus dipeuhi untuk kelangsungan hidup dan kelestarian jenisnya. Disamping raga, jiwa pun memiliki kebutuhan tertentu. Misalnya jiwa cendrung ingin mengenal Tuhannya, mengabdi diri atau mendekatkan diri dengan penuh kepasrahan, kesetian, dan perbuatan yang baik.

Namun demikian, antara kebutuhan yag menjadi tuntutan jiwa dan raga ini manusia kadang tidak mampu menyeimbangkan antara keduanya secara proporsional. Manusia cendrung memenuhi motivasi raganya dengan merenggut kelezatan dan menikmati keindahan dunia secara berlebihan sehingga lupa memenuhi kebutuhan jiwanya. Manusia juga kadang berlebihan dalam memenuhi kebutuhan jiwanya (spritualitas) sehingga kebutuhan raganya terabaikan. Sikap seperti ini yang dapat mengakibatkan kecendrungan alamiah kita akan mangalami penyimpangan. Sebagai konsekuensinya kepribadian manusia pun akan mengalami ketidak seimbangan.[4]

C.    Perbedaan Individual
Setiap manusia pasti memiliki banyak perbedaan yang bersifat individual dalam dirinya. Perbedaan individual itu misalnya warna kulit, cara berbicara, kemampuan fisik, intelektualitas, kemampuan belajar, dan ciri kepribadian lainnya.
Adapun hadist Rasulullah SAW yang mengisyaratkan perbedaan individual di antara manusia, antara lain ialah hadist yang diriwayatkan dari Abu Musa RA bahwa Rasulullah SAW bersabda:





Artinya :
Sesungguhnya Allah SWT menciptakan Nabi Adam AS dari genggaman tanah (bumi) yang dicengkeram oleh Allah SWT. Lantas anak-anak Nabi Adam AS diciptakan dari bahan bumi, terciptalah mereka dengan berbagai warna kulit, ada yang merah, putih, hitam, dan campuran diantara warna tersebut. Adapula yang berwarna ceria, sedih, jelek, dan menarik?(Di riwayatkan oleh Tirmidzi)

Hadist ini mengisyaratkan perbedaan manusia dari segi warna kulit, karakter dan moralnya sebagaimana bumi memiliki warna dan bentuk kawasan yang berbeda-beda. Perbedaan ini pun terdapat pada diri manusia yang memiliki kulit berwarna merah, putih, hitam dan campuran. Dari segi karakter moral, ada manusia yang baik dan mudah bergaul dan ada pula yang buruk dan sulit bergaul. Kajian modern mengungkapkan bahwa perbedaan warna kulit disebabkan perbedaan anatomi pada kulit manusia yang disebabkan oleh faktor genetika.[5]

1.      Perbedaan Tingkat Kecerdasan

Secara umum, tingkat kecerdasan atau intelektualitas mengandung kemampuan nalar seperti memeahami atau mengingat dan juga kemampuan belajar. Para psikolog mendefinisikan tingkat kecerdasan atau intelektualitas itu sebagai kemampuan belajar.

Hadist Nabi SAW menunjukkan adanya perbedaan antaramanusia pada tingkat kecerdasan atau intelektualitasnya. Hadist tersebut menunjukkan bahwa ada orang belajar dengan cepat, mampu memahami sesuatu atau mengingat sesuatu dan mengajarakan kepada orang lain. Ada pula orang yang sulit menangkap pelajaran dan tidak cepat memahami apa yang ia dengar. Ia tidak mampu mengingat apa yang dipelajari, apalagi mengajarkannnya kepada orang lain.

Diriwayatkan oleh Abu Musa RA bahwa Rasulullah SAW pernah berkata:







Artinya:
Sesungguhnya perumpamaan hidayah (petunjuk) dan ilmu Allah SWT yang menjadikan aku sebagai utusan itu seperti hujan yang turun ke bumi. Di antara bumi itu terdapat sebidng tanah subur yang menyerap air dan sebidang tanah itu rumput hijau tumbuh subur. Ada juga sebidang tanah yang tidak menumbuhkan apa-apa, walaupun tanah itu penuh dengan air. Padahal Allah SWT menurunkan air itu agar manusia dapat meminumnya, menghilangkan rasa haus dan menanam. Ada juga sekelompok orang yang mempunyai tanah yang gersang yang tidak ada air dan tidak tumbuh apapun ditanah itu. Gambaran itu seperti orang yang mempunyai ilmu agama Allah SWT dan mau memanfaatkan sesuatu yang menyebabkan aku diutus oleh Allah SWT kemudian orang itu mempelajari dan mengerjakannya.
Dan seperti orang yang sedikit pun tidak tertarik dengan apa yang telah menyebabkan aku diutus oleh Allah SWT. Ia tidak mendapatkan petunjuk dari Allah SWT, yang karnanya aku menjadi utusan-Nya.(Di riwayatkan Syaikhan)

Berdasarkan hadist di atas dapat disimpulkan bahwa intlektualitas manusia dapat diklasifikasikan dalam tiga golongan.
-          Seperti tanah subur yang berarti orang dengan golongan ini mampu belajar, menghafal, dan megajarkan ilmu yang dimilikinya kepada orang lain sehingga ilmu yang dimilkinya dapat bermanfaat untuk dirinya dan orang lain.
-          Seperti tanah gersang yang berarti ilmunya mampu diberikan kepada orang lain tapi tidak dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri.
-          Seperti tanah tandus yang berarti orang dalam golongan ini tidak tertarik dengan ilmu apalagi menghafal dan megajarkannya kepada orang lain.

2.      Perbedaan Tingkat Emosional

Terdapat hadist yang mengisyaratkan perbedaan manusia pada tingkat emosi kemarahannya. Tingkat emosi kemarahan manusia terbagi menjadi tiga golongan:
-          Orang yang emosi kemarahannya lambat, jarang mengekspresikan kemarahannya. Orang semacam ini adalah sebagai orang yang mulia.
-          Orang yang emosi kemarahannya terlalu cepat dan cepat pula mengendalikannya.
-          Orang yang emosi kemarahannya terlalu cepat dan jika emosi kemarahannya muncul maka ia sulit mengendalikan dirinya kecuali dalam rentang waktu yang lama dan orang ini termasuk dalam kategori sebagai manusia yang buruk.

Diriwayatkan Oleh Abu Sa’id al-khudri RA bahwa Rasulullah SAW pernah bekata:





Artinya:
Ingatlah diantara anak Nabi Adam AS itu ada yang lambat marah dan cepat terkendali. Ada pula yang cepat marah dan cepat pula terkendali. Ingatlah diantara anak Nabi Adam AS itu ada yang cepat marah dan lambat terkendali. Ingatlah, sebaik-baik mereka ialah anak Nabi Adam AS yang lambat marahnya dan cepat terkendalinya. Ingatlah seburuk-buruk anak  Nabi Adam AS ialah yang cepat marahnya dan lambat terkendalinya.( Diriwayatkan oleh Tirmidzi).[6]


[1] Drs. H. Abas Asyafah, M.Pd, 2009. Proses Kehidupan Manusia dan Nilai Eksistesiny. Alfeta: Bandung.  (Hal 84)
[2] Jurnal UNP - Abstrak
[3] Dr. Muhammad Utsman Najati. 2004. Psikologi dalam Perspektif Hadist. PT Pustaka  Al Husna  Baru: Jakarta (hal 264-265)
[4] Ibid (hal 267)
[5] Ibid (hal 268-270)
[6] Ibid (hal 273-276)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar