KEPRIBADIAN DALAM PERSPEKTIF HADIS
A. Fitrah Manusia
Makna
fitrah berasal dari kata فطر. Dalam Al quran dan Hadist Nabi SAW
berarti agama, kesucian, beragama tauhid, bentuk yang diberikan kepada manusia
pada saat penciptaannya dahulu, murni atau ikhlas, potensi dasar manusia,
tabiat alami yang dimiliki manusia.[1]
Fitrah Manusia
merupakan potensi-potensi dasar manusia yang memiliki sifat kebaikan dan
kesucian untuk menerima rangsangan dan pengaruh dari luar menuju pada kesempurnaan
dan kebenaran.
Muhammad Fadhil al-Jamaly memandang fitrah sebagai kemampuan
dasar dan kecenderungan yang murni bagi setiap individu. Fitrah ini lahir dalam
bentuk yang paling sederhana dan terbatas, kemudian saling mempengaruhi dengan
lingkungan sekitarnya, sehingga tumbuh dan berkembang lebih baik, atau bahkan
sebaliknya.[2]
Manusia di lahirkan dalam keadaan fitrah yang cendrung
menganut agama yang lurus mereka memiliki kecendrungan untuk mengenal Tuhan,
berpihak pada kebenaran, berbuat kebajikan dan menghindari sikap yang menyimpang.
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA, ia berkata bahwa
rasullullah SAW pernah bersabda:
Artinya :
Tiada
anak manusia yang dilahirkan kecuali dengan kecendrungan alamiahnya (fitrah).
Maka orangtuanya lah yang yang membuat anak manusia itu menjadi Yahudi,
Nasrani, atau Majusi. (Diriwayatkan oleh syeikhan Abu dawud, dan Tirmidzi)
Fitrah atau kecendrungan alamiah ini perlu tumbuh kembangkan
melalui proses pendidikan, pengarahan dan pembelajaran. Hal ini disebabkan
karna anak yang masih di bawah umur mudah terpengaruh oleh lingkungan buruk
yang akan mengakibatkan kecendrungan alamiahnya mengalami penyimpangan, bahkan
berujung pada terbentuknya cara pandang dan perilaku yang tidak baik.
Kecendrungan untuk mengetahui kebenaran dan melakukan
kebajikan juga dapat dipengaruhi oleh kondisi sosial keluarga dan lingkungan
yang kurang baik. Tidak mengherankan jika dalam perkembangannya seorang anak
cendrung lebih mengenal kesalahan dan keburukan. Perkataan Rasulullah SAW
mengandung usnur ketrpengaruhan dari pihak keluarga serta faktor sosial dan
budaya yang melingkupi kehidupan anak. Hal ini dapat dilihat pada keterangan
hadist bahwa orang tua dapat mengarahkan atau memengaruhi anaknya untuk memeluk
agama Yahudi, nasrani, atau Majusi.
Rasulullah SAW telah meriwayatkan
hadist yang berasal dari Tuhannya sebagai berikut:
Artinya
:
Sesungguhnya
aku telah menciptakan hamba-Ku menjadi orang yang lurus semuanya, akan tetapi
setan itu memalingkan mereka dalam agamanya.(Di riwayatkan oleh Muslim)
Dengan adanya fitrah atau kecendrungan alamiah, maka manusia
dapat memilih dan memilah antara kebenaran dan kesalahan serta antara kebaikan
dan keburukan. Kecendrungan ini pun diiringi dengan kebebasan berkehendak yang
merupakan anugerah dari Allah SWT agar memilih jalan kebaikan dan keburukan. [3]
B.
Keseimbangan Kepribadian
Setiap jiwa dan raga manusia memiliki
kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi raga, misalnya membutuhkan makanan,
air, istirahat, menghindari rasa panas, dingin, atau sakit. Raga juga
membutuhkan belaian dari jenis yang lain dan kebutuhan lain yang harus dipeuhi
untuk kelangsungan hidup dan kelestarian jenisnya. Disamping raga, jiwa pun
memiliki kebutuhan tertentu. Misalnya jiwa cendrung ingin mengenal Tuhannya,
mengabdi diri atau mendekatkan diri dengan penuh kepasrahan, kesetian, dan
perbuatan yang baik.
Namun demikian, antara kebutuhan yag
menjadi tuntutan jiwa dan raga ini manusia kadang tidak mampu menyeimbangkan
antara keduanya secara proporsional. Manusia cendrung memenuhi motivasi raganya
dengan merenggut kelezatan dan menikmati keindahan dunia secara berlebihan
sehingga lupa memenuhi kebutuhan jiwanya. Manusia juga kadang berlebihan dalam
memenuhi kebutuhan jiwanya (spritualitas) sehingga kebutuhan raganya
terabaikan. Sikap seperti ini yang dapat mengakibatkan kecendrungan alamiah
kita akan mangalami penyimpangan. Sebagai konsekuensinya kepribadian manusia
pun akan mengalami ketidak seimbangan.[4]
C.
Perbedaan Individual
Setiap manusia pasti memiliki banyak
perbedaan yang bersifat individual dalam dirinya. Perbedaan individual itu
misalnya warna kulit, cara berbicara, kemampuan fisik, intelektualitas,
kemampuan belajar, dan ciri kepribadian lainnya.
Adapun hadist Rasulullah SAW yang
mengisyaratkan perbedaan individual di antara manusia, antara lain ialah hadist
yang diriwayatkan dari Abu Musa RA bahwa Rasulullah SAW bersabda:
Artinya :
Sesungguhnya Allah SWT menciptakan Nabi
Adam AS dari genggaman tanah (bumi) yang dicengkeram oleh Allah SWT. Lantas
anak-anak Nabi Adam AS diciptakan dari bahan bumi, terciptalah mereka dengan
berbagai warna kulit, ada yang merah, putih, hitam, dan campuran diantara warna
tersebut. Adapula yang berwarna ceria, sedih, jelek, dan menarik?(Di riwayatkan
oleh Tirmidzi)
Hadist ini mengisyaratkan perbedaan
manusia dari segi warna kulit, karakter dan moralnya sebagaimana bumi memiliki
warna dan bentuk kawasan yang berbeda-beda. Perbedaan ini pun terdapat pada
diri manusia yang memiliki kulit berwarna merah, putih, hitam dan campuran.
Dari segi karakter moral, ada manusia yang baik dan mudah bergaul dan ada pula
yang buruk dan sulit bergaul. Kajian modern mengungkapkan bahwa perbedaan warna
kulit disebabkan perbedaan anatomi pada kulit manusia yang disebabkan oleh
faktor genetika.[5]
1.
Perbedaan Tingkat Kecerdasan
Secara umum, tingkat kecerdasan atau
intelektualitas mengandung kemampuan nalar seperti memeahami atau mengingat dan
juga kemampuan belajar. Para psikolog mendefinisikan tingkat kecerdasan atau
intelektualitas itu sebagai kemampuan belajar.
Hadist Nabi SAW menunjukkan adanya
perbedaan antaramanusia pada tingkat kecerdasan atau intelektualitasnya. Hadist
tersebut menunjukkan bahwa ada orang belajar dengan cepat, mampu memahami
sesuatu atau mengingat sesuatu dan mengajarakan kepada orang lain. Ada pula
orang yang sulit menangkap pelajaran dan tidak cepat memahami apa yang ia
dengar. Ia tidak mampu mengingat apa yang dipelajari, apalagi mengajarkannnya
kepada orang lain.
Diriwayatkan oleh Abu Musa RA bahwa
Rasulullah SAW pernah berkata:
Artinya:
Sesungguhnya perumpamaan hidayah
(petunjuk) dan ilmu Allah SWT yang menjadikan aku sebagai utusan itu seperti
hujan yang turun ke bumi. Di antara bumi itu terdapat sebidng tanah subur yang
menyerap air dan sebidang tanah itu rumput hijau tumbuh subur. Ada juga
sebidang tanah yang tidak menumbuhkan apa-apa, walaupun tanah itu penuh dengan
air. Padahal Allah SWT menurunkan air itu agar manusia dapat meminumnya,
menghilangkan rasa haus dan menanam. Ada juga sekelompok orang yang mempunyai
tanah yang gersang yang tidak ada air dan tidak tumbuh apapun ditanah itu.
Gambaran itu seperti orang yang mempunyai ilmu agama Allah SWT dan mau
memanfaatkan sesuatu yang menyebabkan aku diutus oleh Allah SWT kemudian orang
itu mempelajari dan mengerjakannya.
Dan seperti orang yang sedikit pun
tidak tertarik dengan apa yang telah menyebabkan aku diutus oleh Allah SWT. Ia
tidak mendapatkan petunjuk dari Allah SWT, yang karnanya aku menjadi
utusan-Nya.(Di riwayatkan Syaikhan)
Berdasarkan hadist di atas dapat
disimpulkan bahwa intlektualitas manusia dapat diklasifikasikan dalam tiga
golongan.
-
Seperti tanah subur yang berarti orang dengan golongan ini
mampu belajar, menghafal, dan megajarkan ilmu yang dimilikinya kepada orang
lain sehingga ilmu yang dimilkinya dapat bermanfaat untuk dirinya dan orang
lain.
-
Seperti tanah gersang yang berarti ilmunya mampu diberikan
kepada orang lain tapi tidak dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri.
-
Seperti tanah tandus yang berarti orang dalam golongan ini
tidak tertarik dengan ilmu apalagi menghafal dan megajarkannya kepada orang
lain.
2.
Perbedaan Tingkat Emosional
Terdapat hadist yang mengisyaratkan
perbedaan manusia pada tingkat emosi kemarahannya. Tingkat emosi kemarahan
manusia terbagi menjadi tiga golongan:
-
Orang yang emosi kemarahannya lambat, jarang mengekspresikan
kemarahannya. Orang semacam ini adalah sebagai orang yang mulia.
-
Orang yang emosi kemarahannya terlalu cepat dan cepat pula
mengendalikannya.
-
Orang yang emosi kemarahannya terlalu cepat dan jika emosi
kemarahannya muncul maka ia sulit mengendalikan dirinya kecuali dalam rentang
waktu yang lama dan orang ini termasuk dalam kategori sebagai manusia yang
buruk.
Diriwayatkan
Oleh Abu Sa’id al-khudri RA bahwa Rasulullah SAW pernah bekata:
Artinya:
Ingatlah
diantara anak Nabi Adam AS itu ada yang lambat marah dan cepat terkendali. Ada
pula yang cepat marah dan cepat pula terkendali. Ingatlah diantara anak Nabi
Adam AS itu ada yang cepat marah dan lambat terkendali. Ingatlah, sebaik-baik
mereka ialah anak Nabi Adam AS yang lambat marahnya dan cepat terkendalinya.
Ingatlah seburuk-buruk anak Nabi Adam AS
ialah yang cepat marahnya dan lambat terkendalinya.( Diriwayatkan oleh
Tirmidzi).[6]
[1]
Drs. H. Abas Asyafah, M.Pd, 2009. Proses Kehidupan Manusia dan Nilai
Eksistesiny. Alfeta: Bandung. (Hal 84)
[2]
Jurnal UNP - Abstrak
[3]
Dr. Muhammad Utsman Najati. 2004. Psikologi dalam Perspektif Hadist. PT
Pustaka Al Husna Baru: Jakarta (hal 264-265)
[4]
Ibid (hal 267)
[5]
Ibid (hal 268-270)
[6]
Ibid (hal 273-276)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar