Rabu, 15 Oktober 2014

ADHD dan LD


A.    ADHD (ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVITY DISORDER)
ADHD adalah singkatan dari Attention Deficit Hyperactivity Disorder atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH). Attention Deficit (kekurangan pemusatan perhatian) karna anak-anak ini mengalami kesulitan untuk melakuakan pemusatan perhatian terhadap tugas-tugas yang diberikan kepada mereka. Sekalipun mempunyai motivasi yang baik, namun mereka sangat sulit untuk mengerjakannya dan kalaupun mengerjakannya maka mereka menghabiskan banyak tenaga bila dibandingkan dengan anak-anak lainnya.
ADHD adalah sebuah nama untuk gangguan perilaku dengan gejala-gejala;
-          Gangguan pemusatan perhatian dan kosentrasi
-          Impulsintas
-          Hiperaktivitas
Kemungkinan Gejala ADHD pada berbagai Usia
Masalah Gangguan Pemusatan Perhatian Dan Kosentrasi
Impulsintas
Hiperaktivitas
Anak-anak
-          Tidak tepat waktu dalam menyelesaikan tugas
-          Cepat beralih perhatian
-          Tidak bisa kosentrasi

-          Kurang control diri
-          Tidak dapat menunggu giliran
-          Bicara sebelum gilirannya dan segalanya campur aduk

-          Sangat banyak gerak dan goyang-goyang
-          Selalu on the ego
-          Tak bisa berhenti bicara
Remaja
-          Tidak dapat memenuhi tuntutan pendidikan
-          Tidak komunikatif
-          Cepat beralih perhatian

-          Kontrol diri yang jelek
-          (seksual) perilaku berisiko

-          Dalam hati tidak tenang dan merasa kehilangan ketenangan
-          Penyalahgunaan obat terlarang

Dewasa
-          Mempunyai kesulitan untuk memusatkan perhatian ke sesuatu
-          Mudah beralih perhatian
-          Tidak bisa mendengarkan orang lain

-          Sulit menguasai implusivitas
-          Masalah dengan mengendalikan/ mengendarai mobil
-          Tidak dapat menguasai reaksi emosinya

-          Gerak-gerik kecil
-          Bicara tak terbatas
-          Tidak ada ketenangan di dalam hati

Gangguan yang menyertai ADHD
1.      Gangguan Perkembangan Pervasive. PDD-NOS (Pervasive developmental disorder not otherwise specified)
Gangguan ini merupakan gangguan dibawah kriteria gangguan autism. PDD-NOS adalah bentuk gangguan dari kelompok yang tidak sepenuhnya memenuhi kriteria autism (karna itu disebut NOS atau not otherwise specified). Anak-anak dengan PDD-NOS mempunyai masalah untuk memahami apa yang terjadi pada orang lain, dan kesulitan dalam menanggapi situasu sosial secara fleksibel. Kondisi ini sering kali menyebabkan rasa takut dan juga akan sangat terikat dengan lingkungan yang dapat dipercaya serta yang dapat diramalkannya.

2.      Gangguan Perilaku Oposan. ODD (Oppotitional Defiant Disorder)
Anak dengan ODD sering kali menentang apa yang digariskan padanya. Mereka tidak mempunyai kesabaran yang cukup. Sering kali cepat marah dan cepat merasa terhina. Ia akan cepat tersinggung oleh seseorang dan mengalihkan kesalahan dirinya pada orang lain. Peraturan-peraturan yang dibuat oleh orang-orang dilingkungannya, akan segera menginjak-injaknya, atau ia akan melakukan debat kusir yang tidak ada hentinya.

3.      Gangguan Perilaku Agresif. CD (Conduct Disorder)
Anak-anak dengan CD sering kali memberontak dan tidak mau mendengarkan, seperti juga anak-anak dengan ODD. Hanya bedanya anak ini selain menyakiti orang lain dan menunjukkan kekerasan, juga berbohong, mencuri , menyakiti orang lain secara fisik, merugikan dan merusak barang milik sendiri maupun milik orang lain.

4.      Gangguan Belajar
Beberapa anak, sekalipun ia mempunyai inteligensi yang normal atau pun tinggi, tetapi dia juga memiliki masalah dalam pelajaran membaca dan berhitung.
Gangguan belajarnya seperti:
o    Disleksia (gangguan membaca)
o    Disorthografi (gangguan mengeja)
o    Diskakulia (gangguan berhitung)
o    Dispraksia (gangguan motorik)
o    Disfasia (gangguan bicara dan bahasa)

5.      Gangguan rasa takut dan stemming
Perasaan takutnya dan khawatirannya dalam kenyataan tidak sesuai dengan masalah yang ada. Karna itu, bisa terjadi bahwa rasa takut terhadap situasi baru dan orang yang tak dikenal begitu besar dari pada yang normal nya anak-anak.

6.      Gangguan TICS
Sebanyak 10 % anak dengan ADHD memiliki gangguan TICS yaitu kedutan/tarik-tarikan otot muka, atau gerakan tangan atau  kaki secara tiba-tiba. Juga suara-suara seperti orang yang mengoro, deham-deham, tarik-tarik cuping, hidung.

7.      Gangguan Motorik
Banyak anak-anak dengan ADHD memiliki masalah dengan motorik, terutama dalam motorik halus. Mengancing baju, dan menutup jas, menalikan tali sepatu, menggambar, menulis, adalah pekerjaan yang sulit baginya.

8.      Sindroma yang secara bersama-sama muncul dengan gejala ADHD
-          Syndroma Giles de la Taurrette (gangguan yang keluar dengan sendiri karna tak terkontrol seperti suara-suara, jerit-jeritan/seruan-seruan, atau gerak-gerakkan, 50-70 %) dari anak-anak ini juga menyandang ADHD).
-          Penyakit Von Recklinghausen neurofibromatosis, kecacatan bawaan yang disebabkan karna adanya mutasi genetik yang disebabkan karna adanya mutasi genetic yang disebakan karna gangguan pada protein tertentu yang disebut neurofibromine).
-          Fetal Alcohol Syndrome (FAS yaitu gangguan pada susunan saraf pusat yang disebabkan karna penggunaan alcohol pada saat ibu hamil.
-          Syndroma Fragile-X (sindrom yang melalui pemeriksaan kromosom akan dikenali adanya gannguan ini, yang menyebabkan gangguan ketertinggalan perkembangan).
-          Syndroma Marfan (cacat bawaan pada connective tissue dengan gejala pertumbuhan dengan dimensi panjang/tinggi yang ekstrem).
-          Syndroma Shprintzen (disebut juga Velo Cardio Facial syndrome adanya kecacatan pada langit-langit mulut, kadang-kadang diikuti juga adanya kecacatan pada bilik jantung serta kecacatan pada muka).
-          Syndroma Prader Will (cacat Kromosom yang menyebabkan keterbelakangan mental dimana kadang juga diikuti dengan gejala ADHD, anak-anak dengan Syndrome Prader Willi umumnya gemuk dan lemas).
-          Syndroma XYY (dalam hal ini terlalu banyak kromosom laki-laki yaitu kromosom Y, kadang anak-anak ini berkembang lebih lambat, dan sering pula diikuti dengan masalah berpikir seperti halnya ADHD).
PENYEBAB ADHD
1.      Faktor Keturunan
Faktor keturunan membawa peranan sekitar 80 % dari perbedaan antara anak-anak yang mempunyai gejala ADHD dalam kehidupan bermasyarakat akan ditentukan oleh faktor genetiknya. Anak dengan orang tua yang mempunyai delapan kali kemungkinan mempunyai risiko mendapat anak ADHD.

2.      Genetik Dan Lingkungan
ADHD juga bergantung kepada kondisi gen tersebut dan efek negative lingkungannya, yang bila hati itu terjadi bersamaan maka dapat dikatakan bahwa lingkungan itu penuh berisiko. Lingkungan ini mempunyai pengertian yang luas termasuk lingkungan psikologis, lingkungan fisik, lingkungan biologis.

3.      ADHD dan Otak
Secara biologis ada dua mekanisme:
o    Pengaktifan sel-sel saraf, pada reaksi eksistasi sel-sel saraf terhadap adanya rangsangan dari luar adalah melalui panca indra. Dengan reaksi inhibisi, sel saraf akan mengatur bila terlalu banyak eksitasi.
o    Penghambatan sel-sel saraf (inhibisi), dalam perkembangan seorang anak pada dasarnya pengaktifan sistem-sistem ini adalah perkembangan yang terbanyak. Pada anak kecil, sistem pengereman atau sistem hambatan belumlah cukup berkembang, setiap anak batita akan bereaksi implusif, sulit menahan diri, dan menganggap dirinya sebagai pusat dari dunia.

4.      Otak yang Berbeda
Adanya perbedaan neuro-anatomi adalah adanya perbedaan bentuk dari beberapa daerah dibagian otak. Perbedaan neuro kimia adalah perbedaan dalam penyampaian sinyal-sinyal di dalam otak.

5.      Neuro-Anatomi
Pada ADHD terdapat gangguan perkembangan otak di usia dini. Hal itu terjadi dibagian frontal , korpus kalusum yang menghubungkan belahan otak kanan, otak kecil dan dibagian neklues basalis. Di beberapa bagian belahan otak kanan pada ADHD tampak lebih kecil bila dibandingkan dengan anak tanpa ADHD.

6.      Kimiawi Otak
Dikarnakan oleh dua sistem Neurotransmitters yaitu sistem dopamine dan sistem adrenalin. Cara kerja obat-obat untuk ADHD adalah mempengaruhi kedua sistem ini. Sebuah penelitian tentang orang dewasa dengan ADHD dan kelompok control menunjukkan bahwa orang dewasa dengan ADHD dan kelompok kontrol menunjukkan bahwa orang dewasa dengan ADHD rata-rata mampunyai 70 %  aktivitas dengan dopamine-transpoter leih tinggi.


AKIBAT YANG MENYERTAI ADHD
1.      Akibat Pada Anak, bagi si anak ADHD berarti ancaman bagi :
o    Perkembangan konsep yang positif.
o    Pengalaman Positif dalam relasi social.
o    Suksesnya penyelesaian karir disekolah.

2.      Akibat Pada Orang Tua
Karna terlalu banyak terjadi kekacauan dan terjadi konflik-konflik untuk beberapa saat di dalam keluarga, orang tua sering kali merasa tertimpa reaksi negative dari lingkungan. Kadang-kadang dengan alasan ini, maka kontak sosial juga dibatasi dan terjadilah ancaman isolasi sosial.

3.      Bila Anda Menarik Kereta Sendirian
Masalah hubungan suami istri dan perceraian lebih dari setengah terjadi dalan keluarga yang anaknya menderita ADHD.

4.      Kakak dan Adik
Kakak dan adik dari anak yang ADHD pada umumnya mempunyai masalah-masalah yang khusus, mereka mempunyai perhatian yang lebih sedikit dibandingkan dengan saudaranya yang ADHD.
ADHD dibagi menjadi tiga subtype, yaitu ADHD-predominantly inattentive type, ADHD-predominantly hyperactive-impulsive type, dan ADHD-combined type (American Psychiatric Association, 200 dalam Hallahan, Kauffman, & Pullen,2009).
a.    Tipe ADHD-Inattentive
Karakteristik dan gejala Inatensi yang sering muncul:
1.         Mudah terdistrak dengan stimulus lain (penglihatan, suara, gerakan dalam lingkungan).
2.         Tampak tidak mendengarkan ketika diajak berbicara langsung.
3.         Kesulitan untuk mengingat dan mengikuti arahan.
4.         Kesulitan memusatkan perhatian pada tugas  dan aktivitas bermain.
5.         Kesulitan mempertahankan tingkat kewaspadaan terhadap tugas  yang membosankan dan bukan minatnya.
6.         Pelupa dalam aktivitas sehari-hari.
7.         Tampak bingung, mudah meluap-luap.
8.         Kesulitan memulai tugas dan tidak menyelesaikan tugas.
9.         Menghindari atau tidak menyukai tugas yang membutuhkan banyak usaha mental (seperti tugas sekolah atau pekerjaan rumah).
10.     Sulit memperhatikan detail dan membuat kesalahan yang ceroboh.
11.     Mudah kehilangan barang yang berguna untuk mengerjakan  tugas  atau aktivitas.
12.     Kesulitan mengorganisir tugas dan aktivitas.
13.     Menunda-nunda pekerjaan dan sebagainya. (Rief,2005)

Kesulitan Akademis Akibat Inatensi
Membaca:
·           Kehilangan bagian yang sedang dibaca.
·           Tidak bisa fokus pada apa yang sedang dibacanya (terutama apabila bacaan sulit, panjang, membosankan, dan tidak diamati), sehingga sering melewatkan beberapa kata, detail, dan pemahaman.
·           Lupa pada apa yang telah dibacanya dan harus membaca ulang beberapa kali.
Menulis:
·           Sulit merencanakan dan mengorganisir  tugas menulis.
·           Tidak sesuai dengan topik akibat kehilangan apa yang sedang dipikirkan.
·           Hasil tulisan sedikit dan lambat.
·           Ejaan buruk, membuat kesalahan-kesalahan teknis (huruf besar,dsb).
Matematika:
·           Kesalahan penghitungan akibat tidak perhatian pada tanda-tanda perhitungan.
·           Sulit memecahkan persoalan karena ketidakmampuan mempertahankan focus untuk menyelesaikan semua langkah-langkah pemecahannya.

b.        Tipe ADHD- Hyperactive
Karakteristik dan gejala Hiperaktivitas yang sering muncul
·           Belaku seolah-olah digerakkan oleh motor.
·           Meninggalkan tempat duduk di kelas atau pada situasi lain dimana ia diharapkan untuk duduk dalam jangka waktu tertentu.
·           Tidak bisa duduk diam (jatuh dari kursi, duduk berlutut, berdiri di sebela meja, dsb ).
·           Sangat energetik, hampir selalu bergerak.
·           Belari atau memanjat pada saat situasi tidak tepat.
·           Kesulitan melakukan pekerjaan atau permainan dengan diam. Dan sebagainya (Rief, 2005).
Karakteristik dan gejala Impulsivitas yang sering muncul
·           Banyak bicara.
·           Menginterupsi orang lain.
·           Menjawab sebelum pertanyaan selesai.
·           Kesulitan menunggu giliran dalam permainan atau kegiatan.
·           Memecahkan barang, merusakkan sesuatu.
·           Mudah bosan, tidak sabar.
·           Mengganggu orang lain.
·           Membuat suara-suara aneh.
·           Sulit mengantri. Dan sebagainya (Rief, 2005)


KARAKTERISTIK ADHD
            Menurut Russell Barkley (dalam Hallahan, Kauffman,& Pullen), Behavioural inhibilion atau penghentian tingkah laku merupakan kunci karakteristik ADHD, yang membentuk tahapan- tahapan masalah dalam fungsi eksekutif serta kesadaran dan manajemen waktu, yang kemudian mengganggu kemampuan individu dalam melakukan tingkah laku yang mengarah pada tujuan.
Behavioural inhibition (penghentian perilaku) termasuk kemampua dalam:
·                Menahan respon,
·                Menginterupsi respon yang sedang berjalan, apabila individu mendeteksi bahwa sebuah respon tidak pantas karena perubahan mendadak dalam permintaan tugas, atau
·                Menjaga respon dari stimulus yang mengganggu ayau menyaingi.

(Lawrence et.al., 2002 dalam Hallahan, Kauffan, & Pullen, 2009).
·                Menunggu giliran,
·                Menghindari percakapan yang mengganggu,
·                Menahan kemungkinan gangguan ketika sedang bekerja, atau
·                Menahan keinginan yang menggebu- gebu untuk bekerja demi penghargaan yang lebih besar atau lebih lama.

KRITERIA DIAGNOSIS ADHD MENURUT DSM IV
1.      Kurangnya pemusatan perhatian: setidaknya mempunyai enam dari tujuh gejala-gejala dibawah ini yang berlangsung enam bulan lamanya, dan tidak bertumpang tindih dengan tingkat kecerdasan yang rendah.
a.       Seringkali tidak baik dalam melihat hal-hal yang detail, atau dalam mengerjakan tugas sekolah serta dalam kegiatan-kegiatan lain, membuat kesalahan-kesalahan karna ketidaktelitian.
b.      Sering kesulitan pemusatan perhatian untuk sebuah tugas atau permainan.
c.       Sering tampak tidak mendengarkan bila seseorang berbicara terhadapnya.
d.      Sering kesulitan mengikuti sebuah instruksi secara penuh atau saat harus mengerjakan tugas sekolah, melakukan pekerjaan atau tugas-tugas lain tidak selesai (bukan dikarnakan perilaku membangkang atau juga bukan karna tidak mampu memahami instruksi ).
e.       Sering kali kesulitan mengorganisasi aktivitas dan tugas.
f.       Sering meninggalkan tugas-tugas yang membutuhkan waktu yang lama (misalnya, pekerjaan sekolah dan pekerjaan rumah); membencinya atau tidak mau memulainya.
g.      Sering kehilangan barang-barang yang dibutuhkan untuk mengerjakan tugas-tugas atau aktivitas lain (misalnya, mainannya, latihan-latihan dari sekolah, pensil, buku dan alat-alat kerja).
h.      Sering mudah beralih perhatian.
i.        Sering kali lupa pada hal-hal yang sederhana.

2.      Hiperaktivitas/ Impulsifitas: setidaknya dari enam dari gejala-gejala sebagai berikut, dan selama enam bulan lamanya sesuai dengan kriteria, dan tidak bertumpang-tindih dengan tingkat kecerdasan rendah:

Hiperaktivitas:
a.       Tangan atau kaki sering bergerak-gerak, tidak tenang, atau bergoyang-goyang dikursinya.
b.      Berdiri dari tempat duduknya didalam kelas atau dalam situasi lain, dimana seharusnya anak-anak duduk ditempatnya.
c.       Sering berlari-lari tidak pada tempatnya, berkelilingan atau mengerjakan yang tidak-tidak (yang pada orang dewasa dapat tetap diam, hingga dapat memunculkan perasaan subjektif dari ketenangan).
d.      Sulit untuk bermain atau kegiatan lain secara tenang.
e.       Sering melakukan hal terus menerus
f.       Sering berbicara terus menerus.

Impulsintas
a.       Melempar jawaban sebelum pertanyaan selesai.
b.      Menggangu kegiatan anak lain dan meminta perhatian.
c.       Seringkali sulit menunggu giliran.


B.     LD ( LEARNING DISSABILITION) / ANAK DENGAN KESULITAN BELAJAR KHUSUS

BATASAN
Menurut IDEA atau Individuals With Disabilities Education Act Amandements yang dibuat pada tahun 1997 dan ditinjau kembali pada tahun 2004 : secara umum anak berkebutuhan belajar khusus adalah anak-anak yang mengalami hambatan/ penyimpangan pada satu atau lebih proses-proses psikologis dasar yang mencakup pengertian atau penggunaan bahasa baik lisan maupun tulisan, dimana hambatannya dapat berupa ketidakmampuan mendengar, berfikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja ataua berhitung. Hambatan tersebut termasuk kondisi-kondisi seperti : gangguan persepsi, keusakan otak, MBD (Minimal Brain Dysfunction), kesulitan membaca (Dyslexia), dan gangguan dalam memahami kata-kata (Developmental Aphasia). Batasan ini tidak mencakup anak-anak yang mengalami hambatan belajar akibat dari kecacatan visual, pendengaran, atau motorik, keterbelakangan mental, gangguan emosional, atau deprivasi/ kurangnya stimulasi dari lingkungan (Hallahan dan Kauffman,2006, hal. 171).

            Selain defenisi IDEA terdapat tujuh faktor yang kurang disetujui oleh NJCLD (The National Joint Committee On Learning Disabilities). Tujuh faktor tersebut adalah:
1.      Mengacu pada proses-proses psikologis.
2.      Ketiadaan naturinstrinstik dari kesulitan belajar.
3.      Ketiadaan orang dewasa.
4.      Ketiadaan masalah regulasi.
5.      Penghilangan istilah yang sulit didefenisikan.
6.      Kebingungan mngenai klausa yang dihulangkan.
7.      Inklusi masalah mengeja.
Berdasarkan ketujuh kelemahan dari defenisi Idea diatas, NJCLD mengajukan defenisi sebagai berikut :
Kesukaran belajar adalah terminologi umum yang dikaitkan pada sekelompk penyimpangan heterogen, ditunjukkan dengan kesulitan nyata dalam penguasaan dan penggunaan dari aktivitas mendengan, berbicara, membaca, menulis, berfikir, atau kemampuan matematika. Penyimpangan-penyimpangan ini bersifat intristik pada individu, diperkirakan karena terganggunya fungsi system syaraf pusat, dan bisa  terjadi sepanjang kehidupan. Masalah dalam regulasi diri, persepsi social dan interaksi social dapat muncul pada kesukaran belajar, tetapi tidak merupakan sumber utama dari kesukaran belajar. Walaupun kesukaran belajar bisa terjadi bersamaan dengan kondisi kecacatan lain (seperti, kerusakan sensoris, retardasi mental, gangguan emosional serius) atau karena pengaruh factor eksternalintrinsik (seperti perbedaan budaya, instruksi yang kurang memadai atau kurang tepat), ini bukanlah akibat dari kondisi-kondisi atau pengaruh-pengaruh tersebut (National Join Committee On Learning Disabilities, 1998 dalam Hallahan dan Kouffman, p.172)
KARAKTERISTIK
Karakteristik anak-anak kesulitan belajar dapat dilihat dari gejala-gejala yang mereka perlihatkan. Hallahan dan Kauffman (2006) menyebutkan beberapa karakteristik yang umumnya dimiliki oleh siswa dengan kesulitan belajar, yang di kelompokkan kedalam enam macam masalah.:

1.      Masalah Prestasi Akademis 
a.       Membaca (disleksia)
Anak kesulitan belajar mengalami masalah dalam 3 aspek membaca, yaitu decoding, kelancaran (fluency), dan pemahaman (comprehension). Anak mengalami kesulitan dalam mengubah bahasa tulisan menjadi bahasa lisan (decoding), misalnya kesulitan menyebutkan huruf-huruf yang membentuk kata topi, yaitu t, o, p dan i. anak juga mengalami kesulitan dalam membaca dengan lancar (fluency) dan memahami arti bacaan (comprehension).

b.      Bahasa tulisan (disgrafia)
Anak kesulitan belajar sering mengalami masalah dalam tulisan tangan, ejaan dan komposifi (Hallahan et.al, 1995 dalam Hallahan & Kauffma, 2006). Sebagian dari mereka menulis dengan lambat dan sulit dibaca. Anak-anak ini juga mengalami kesulitan dalam aspek-aspek kreatif sebuah komposisi ( Mountague & Graves, 1992 dalam Hallahan & Kauffman, 2006), misalnya tidak terorganisir dalam menulis sebuah paragraf.

c.       Bahasa lisan
Anak kesulitan belajar memiliki masalah dengan penggunaan bahasa secara mekanikal maupun social. Secara mekanikal, mereka mengalami masalah dalam tata bahasa (syntax), arti kata (semantics) dan kemampuan menguraikan kata menjadi komponen bunyinya atau menyatukan bunyi-bunyian menjadi kata-kata (phonology). Secara social, mereka mengalami kesulitan memproduksi dan menerima percakapan. Oleh karena itu, anak-anak kesulitan belajar bukan lah peserta percakapan yang baik.

d.      Matematika
Pada siswa dengan kesulitan belajar mengalami kesulitan dalam penghitungan matematis (Cawlay, Parmar, Yan, dan Miller, 1998 dalam Hallahan & Kauffman, 2006).

2.      Masalah perceptual, perceptual-motor, dan koordinasi umum
Penelitian menunjukkan adanya ketidakmampuan persepsi visual dan atau auditori. Anak dengan masalah persepsi visual mengalami kesulitan menyelesaikan puzzle atau melihat dan mengingat bentuk-bentuk visual serta memiliki kecendrungan memutar balikkan huruf ( misalnya D dibaca B). Mereka juga sulit membedakan dua kata yang berbunyi hampir sama, misalnya Fit dan Fib, serta sulit mengikuti arahan lisan. Selain itu, anak-anak tersebut mengalami kesulitan dalam aktifitas fisik yang melibatkan kemampuan motorik.

3.      Gangguan atensi dan hiperaktivitas
Contoh prilaku anak dengan kesulitan belajar dalam hal atensi dan hiperaktivitas, antara lain : sulit berkonsentrasi pada satu tugas dalam waktu tertentu, gagal mendengarkan orang lain, tidak berhenti berbicara , dan tidak terorganisasi dalam merencanakan kegiatan sekolah maupun luar sekolah. Mereka lebih sering mengalami masalah atensi (Kotkin, Forness, & Kavale, 2001 dalam Hallahan & Kauffman, 2006). Bahkan masalah ini tergolong cukup parah untuk didiagnosis sebagai ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder).

4.      Masalah memori, kognitif, dan metakognitif
Mengingat sesuatu seperti tugas atau janji, merupakan salah satu hal yang sulit bagi anak dengan kesulitan belajar. Masalah ingatan ini berdampak pada dua tipe memori, yaitu STM (short term memory), dimana terjadi kesulitan mengingat kembali informasi segera setelah melihat atau mendengarnya, serta WM (work memory), dimana terjadi kesulitan untuk menyimpan informasi dalam pikiran sementara mengerjakan tugas kognitif lainnya. Selain memory, anak dengan kesulitan belajar juga mengalami masalah dalam kognisi mereka, yaitu berpikir secara tidak terorganisir sehingga bermasalah dalam perencanaan kegiatan. Mereka juga mengalami masalah dalam metakognisi, misalnya kesulitan menilai sulit/tidaknya sebuah tugas, dsb.

5.      Masalah Sosial-emosional
Pada tahun-tahun awal kehidupannya, anak dengan kesulitan belajar sering ditolak oleh teman-temannya dan memiliki konsep diri yang buruk. Pada masa dewasa, pengalaman menyakitkan pada masa kecil menjadi sulit untuk disembuhkan. Mereka memiliki resiko mengalami depresi, bahkan bunuh diri, jika masalah penolakan dan pengucilan tidak dapat diatasi dengan baik.

6.      Masalah Motivasional
Anak dengan kesulitan belajar terlihat membiarkan segala sesuatu terjadi tanpa berusaha mengontrolnya. Mereka percaya bahwa hidup mereka dikontrol oleh faktor-faktor eksternal seperti keberuntungan atau takdir, daripada faktor internal, seperti keinginan yang kuat atau kemampuan diri. Orang seperti ini biasanya menampilkan learned helplessness, yaitu kecendrungan menyerah dan mengharapkan hal yang buruk karena beranggapan bahwa sekeras apapun mereka berusaha, mereka akan gagal (Seligman, 1992 dalam Hallahan & Kauffman, 2006).

Beberapa karakteristik tambahan dari anak dengan kesulitan belajar (Harwell, 1982; Vallet dalam Johnson & Monasky, 1980)antara lain :
1.      Hambatan dalam orientasi ruang arah /spatial
2.      Hambatan dalam perkembangan bahasa
3.      Hambatan dalam pembentukan konsep
4.      Masalah perilaku
5.      Memiliki sejarah kegagalan akademik berulang kali
6.      Hambatan fisik maupun lingkungan berinteraksi dengan kesulitan belajar
7.      Kecemasan yang samar-samar
8.      Perilaku yang berubah-ubah dan tidak dapat diubah
9.      Penilaian (label) yang keliru karena data tidak lengkap
10.  Pendidikan yang tidak memadai dengan kebutuhan anak






ETIOLOGI 
Sejarah dari penyebab kesulitan belajar dibagi dalam 4 fase, yaitu :
1.         Fase dasar
Fase ini terjadi pada masa 1800-1930. Hal ini merupakan era awal penelitian pada otak dan kerusakannya.
2.         Fase Transisi
Fase ini mulai masa 1930-1960. Pada fase ini peneliti secara klinis mengamati anak-anak yang mempunyai permasalahan dalam belajar. Psikolog dan pendidik mengembangkan alat-alat untuk pengukuran dan remedial. Kemajuan pada fase ini ditandai dengan ditemukan sebutan-sebutan brain injured child (anak dengan luka otak) yang diperkenalkan oleh Alfred Strauss.
3.         Fase Integrasi
Pada masa antara 1960-1980. Pada masa ini tampak implementasi yang pesat dari program-program kesulitan belajar di sekolah-sekolah.
4.         Fase Contempory
Mulai setelah abad 1980. Pada masa ini diperkenalkan antara lain tentang rentang usia, rentang kesulitan dari sedang kebarat (mild-severe).
Menurut HIRSCH (1970), penyebab kesukaran belajar dibagi dalam 8 kemungkinan kategori, yaitu :
1.        Minimal Brain Dysfunction atau Disfungsi Minimal Otak
2.        Mixed Dominance / Mixed Laterately, tidak adanya dominasi lateralitas
3.        Traditional Visual Anomalities, adanya penyimpangan visual
4.        Developmental Abnormalities, adanya perkembangan yang tidak normal
5.        Intellectual Deprivation, deprivasi dalam proses berpikir.
6.        Psychological Disorders, penyimpangan psikologi
7.        Genetic Causation, adanya penyebab yang bersifat genetic
8.        Teaching Methodology, pengaruh / kesalahan dalam cara mengajar (dalam Suran & Rizzo, 1979)
Secara umum faktor penyebab kesulitan belajar dapat disimpulkan disebabkan oleh faktor internal dan eksternal dari individu.
·         Faktor Internal          :
- faktor konstitusi tubuh/fisik
- faktor Psikologik
·         Faktor Eksternal       :
- faktor alamiah
- faktor sosial
IDENTIFIKASI
Untuk memperoleh informasi yang lebih akurat tentang kesulitan belajar, seorang siswa, perlu dilakukan “diagnosa” dan asesmen yang dapat memahami masalah-masalah yang dihadapi siswa dan bagaimana menolong siswa tersebut dalam menghadapi masalah belajar. Pada tahun 1970-an, prosedur identifikasi yang digunakan oleh sebagian besar negara adalah dengan melihat perbedaan skor siswa pada tes inteligensi dan tes prestasi. Namun, cara ini menimbulkan banyak kritik dan diprediksi akan mengalami kegagalan. Oleh karena itu, muncul sebuah alternatif yang disebut dengan pendekatan response to interventation (RTI), yang lebih meyakinkan bahwa rendahnya prestasi siswa bukan sekedar disebabkan oleh intruksi yang tidak efektif. Namun demikian, belum banyak studi yang yang meneliti mengenai efektivitas dan keberhasilan RTI ini (Hallahan & Kauffman, 2006). Maka, dikembangkan beberapa cara untuk melakukan diagnosis dan identifikasi awal pada anak yang mengalami kesulitan belajar, salah satunya dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1.      Mencatat anak-anak dengan berbagai indikasi, antara lain :
-          Tugas/kegiatan akademisnya sering tidak selesai
-          Kualitas pekerjaannya buruk  (dibandingkan dengan teman sekelasnya)
-          Tidak ada motivasi belajar, sering absen di sekolah
2.      Melakukan pengamatan sistematik terhadap masing-masing anak
3.      Menggunakan alat/instrument seleksi(Screening test)
4.      Testing Psikometrik,meliputi :
-          Asesmen potensi intelektual
-          Asesmen hasil belajar / prestasi akademik
-          Asesmen berbagai modalitas belajar.

Data atau informasi tentang kesulitan belajar dapat juga diperoleh melalui lima cara :
1.      Case history-melalui informasi
2.      Observasi
3.      Informal testing
4.      Formal standard test

Dalam pelaksanaan diatas tidak terpisahkan tetapi saling menyempurnakan. Dibawah ini akan diperkenalkan beberapa bentuk kesulitan belajar persepsi, yang dapat digunakan pula untuk membuat tes informal dalam usaha mengenali adanya hambatan dalam persepsi visual seorang anak.
1.      Diskriminasi Visual
Dapat berbentuk kurang dapat melihat :
a)      Ada perbedaan bentuk yang kiri dan kanan, (mempertukarkan), misalnya :b-d; p-q; e-3; s-z; y-j; 5-3
b)      Atas dan bawah (membalikkan), mislnya : n-u; m-w; 6-9; 7-F
c)      Urutan/sekuens; misalnya: 413-431; iba-aib; on-no; ibu-biu; bibi-ibib
d)     Kekacauan dalam huruf ; misalnya : h-n; r-n; p-t
e)      Adanya rincian
f)       Adanya “Gestalt”/kelengkapan
g)      Bila sedang membaca, anak menghilangkan kata, atau menukar kata; misalnya: taman mini menjadi paman tini; membeli kelapa menjadi beli kepala.

2.      Bentuk dan Latar (Figure & Ground)
Adalah kemampuan seseorang untuk memusatkan perhatian terhadap terhadap stimulus yang diberi, sementara stimulus lain juga ada. Gejala-gejala yang ditunjukkan berupa hambatan dalam :
a.       Memusatkan pada detail,
b.      Memisahkan bagian pokok dan latar belakang,
c.       Adanya gerak (sulit untuk menelusuri garis)
d.      Melihat gambar dan tidak dapat menangkap tema sentralnya karena perhatiannya tertuju pada detil-detil kecil yang lain.
e.       Mengingat apa yang sedang dibacanya karena perhatiannya teralih pada kata-kata atau angka-angka yang ada dihalaman tersebut.
f.       Membuat replika atau contoh,
g.      Menentukan benda  tertentu diantara beberapa benda yang lain.
h.      Menangkap bola, karena adanya objek lain dalam penglihatan sehingga perhatian teralih dari datangnya bola

3.      Asosiasi Visual dan Closure
Yang membuat berbentuk :
a)      Tidak dapat menambahkan huruf yang hilang walaupun akan dibaca dengan mudah kalau melihatnya secara lengkap. Misalnya : kaki, dibaca secara betul; tangan, dan sebagainya.
b)      Ada yang dapat bercerita secara verbal, tapi tidak dapat menuliskannya, walaupun tahu bagaimana mengeja kata-katanya.
c)      Anak mengalami kesulitan dalam memanipulasi simbol-simbol matematika (berhitung) seperti : +, -, :, x

4.      Ingatan Visual
Baik jangka pendek, maupun jangka panjang, berupa ketidakmampuan untuk :
a)      Menceritakan kembali apa yang dilihat pada gambar, apa yang baru saja dibaca atau apa yang baru saja dilihat diTV/film.
b)      Menceritakan urutan gambar, ejaan, dari kata
c)      Mengingat kembali posisi, letak atau arah
d)     Mengingat stimulus visual, warna, bentuk terutama bila terjadi perubahan ukuran, detil, posisi, dan lain-lain.

5.      Visual Constance
a.       Mengalami kesulitan melihat gambar berdimensi.
b.      Mengalami kesulitan menggabungkan yang abstrak dengan pengalaman yang konkrit di lingkungan sehari-hari.
c.       Mengalami kesulitan memahami bahwa benda nampak kecil bila jaraknya semakin jauh dari pengamatan visual.
Mengalami proses belajar tingkat konseptual, perlu dipertimbangkan materi/bahan yang telah dipelajari, usia dan tingkat pemahaman anak secara umum.
DAMPAK
a.       Segi Psikologik
Masalah-masalah yang seringkali muncul, seperti diuraikan sebelumnya adalah masalah-masalah penggunaan bahasa lisan/tertulis, masalah-masalah dalam mendengarkan, berpikir, membaca, mengeja, matematik, penekanan pada reaksi. 
Masalah-masalah yang berkaitan dengan ketidakmampuan memahami dan mengungkapkan (bahasa reseptif & ekspresif) sering dijumpai pada anak-anak dengan kesulitan belajar ini baik secara tersendiri maupun kombinasi keduanya.
Sedangkan masalah motorik dihubungkan dengan kondisi seperti koordinasi motorik yang buruk, gerakan ceroboh. Hal seperti ini (kerusakan otak) yang mempengaruhi berbagai fungsi belajarnya.

b.      Segi Sosial Emosional
Hal yang paling sering dikemukakan tentang anak belajar adalah ketidakstabilan emosi dan impulsivitas. Emosi yang labil di tandai dengan seringnya terjadi perubahan-perubahan yang menyolok dalam suasana hati dan temperamen. Impulsivitas menunjukkan kurang dapat dikontrolnya impuls-impuls. Pada beberapa anak ada kemungkinan untuk tiba-tiba menyerang orang lain atau benda-benda tanpa ada provokasi sebelumnya atau tiba-tiba berdiam diri pada waktu yang sepantasnya. Tokoh lainnya memasukkan hiperaktif kedalam aspek sosial, meskipun tokoh lain memasukkannya dalam aspek motorik.
Anak kesulitan belajar yang mengalami masalah tingkah laku, dapat merasakan dampak yang berjangka panjang dan merusak. Di tahun-tahun pertama, anak-anak ini seringkali ditolak oleh teman-teman mereka dan memiliki konsep diri yang lemah. Pada masa dewasa, luka akibat penolakan di tahun-tahun sebelumnya dapat melukai dan tidak mudah disembuhkan.
Kemungkinan penyebab masalah-masalah sosial bagi sebagian siswa denagn kesulitan belajar adalah defisit dalam kognisi sosial. Mereka salah membaca tanda-tanda sosial dan salah menginterprestasi perasaan atau emosi dari orang lain. Mereka juga memiliki kesulitan menlihat dari sudut pandang orang lain. Mereka juga memiliki kesulitan melihat dari sudut pandang orang lain. Para peneliti mencatat bahwa masalah interaksi sosial cendrung terjadi pada anak-anak yang memiliki masalah dalam matematika, tugas visual-spasial, tugas taktual, serta regulasi diri dan organisasi (Rouke, 1995; Worling,Humphries, & Tannock, 1999 dalam Hallahan & Kauffman, 2006). Individu menunjukkan tingkahlaku tersebut memiliki nonverbal learning disabilities ini memilik depresi, bahkan resiko bunuh diri (Bende, Rosenkrans, & Crane, 1999 dalam Hallahan & Kauffman, 2006).

c.       Segi Pendidikan
Penelitian menyebutkan bahwa siswa dengan kesulitan belajar tidak percaya pada kemampuan dirnya sendiri, tidak memiliki kemampuan untuk menentukan strategi apa yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah dan memiliki masalah dalam menghasilkan strategi belajar secara spontan. Sesuai dengan kesulitan belajar juga memilki kesulitan bekerja sendiri serta bermasalah dalam pekerjaaan.
       Anak-anak yang mengalami masalah kesulitan belajar dimasa prasekolah disebut high risk. Sedangkan kesulitan belajar yang dialami anak remaja ataupun sekolah lanjutan disebabkan adanya masalah perkembangan selama masa pubertas, kegagalan akademik yang berulang-ulang serta tuntutan kurikulum sekolah yang dapat menyebabkan seorang anak tidak mampu mengikuti pendidikan tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar