Selasa, 14 Oktober 2014

PEMECAHAN MASALAH DAN KREATIVITAS


PEMECAHAN MASALAH DAN KREATIVITAS
A.    Pengertian Masalah
Pengertian masalah secara umum menurut beberapa ahli mengatakan bahwa masalah ialah suatu kesenjangan antara situasi sekarang dengan situasi yang akan datang atau tujuan yang diinginkan. Dimana keadaan sekarang disebut juga dengan original state  dan keadaan yang diharapkan atau keadaan yang akan datang disebut dengan  final state. Jadi, suatu masalah akan muncul apabila ada halangan atau hambatan yang memisahkan antara present state dengan goal state.[1]
Masalah memiliki tiga komponen yaitu :
1.      Kondisi awal yang merupakan kondisi dimana kita memulai masalah.
2.      Kondisi tujuan yang merupakan dimana kondisi yang kita inginkan akan tercapai.
3.      Hambatan merupakan sesuatu yang menghalangi diantara kondisi awal dan kondisi tujuan.[2]

B.     Jenis-Jenis Masalah
Menurut Evans (1991) masalah terbagi 4 macam yaitu :
a.       Masalah-masalah yang baik situasi sekarang maupun situasi yang diinginkan, keduanya itu diketahui.
b.      Masalah yang hanya diketahui pada situasi sekarang, namun situasi yang diinginkan tidak diketahui.
c.       Masalah situasi yang diinginkan diketahui, tapi situasi sekarangnya tidak diketahui.
d.      Masalah-masalah yang baik situasi sekarang maupun situasi yang diinginkan, keduanya ini tidak diketahui.
Menurut pendapat Greeno (1993), masalah dikelompokkan menjadi 3 bagian berdasarkan proses-proses kognitif yang terlibat dalam pemecahan masalah yaitu :
a.      Inducing Structured Problem
Dalam jenis masalah ini meminta seseorang untuk menemukan pola yang akan menghubungkan elemen-elemen masalah, antara satu elemen dengan elemen yang lain.
b.      Transformation problem
Dalam jenis masalah ini seseorang harus memanipulasi atau mengubah objek-objek dan symbol-simbol menurut aturan tertentu agar diperoleh suatu pemecahan.
c.       Arrangement Problem
Pada jenis masalah ini seseorang harus bias mengatur atau menyusun ulang elemen-elemen suatu tugas  agar diperoleh pemecahan. Semua elemen tugas itu disebutkan, kemudian seseorang harus menyusun kembali menurut cara-cara tertentu yang akan dapat mencapai pemecahan.[3]

C.    Hambatan dan Bantuan Bagi Pemecahan Masalah
Beberapa factor bisa menghambat atau merintangi upaya kita untuk memecahkan masalah, yaitu:
1.      Perangkat-Perangkat Mental, Kubu Pertahanan dan Fiksasi
Perangkat mental merupakan sebuah factor yang dapat menghambat mecahan masalah yaitu kerangka pikir yang melibatkan sebuah model yang ada untuk merepresentasikan masalah, konteks masalah atau prosedur pemecahan masalah. Istilah lain dari perngkat mental ini adalah kubu pertahanan. Ketika pemecahan masalah memiliki sebuah perangkat mental yang dipertahankan, mereka akan memfiksasi sebuah strategi yang normalnya bekerja baik dalam berbagai banyak masalah, namun tidak bekerja baik saat memecahkan masalah tersebut.
Jenis lain perangkat mental melibatkan fiksasi terhadap penggunaan (fungsi) tertentu oleh sebuah objek. Secara khusus fiksasi funfsional adalah ketidakmanmpuan untuk menyadari bahwa sesuatu yang dikenal memiliki penggunaan khusus untuk melayani fungsi-fungsi lain. Fiksasi funsional mencegah kita dari menyelesaikan masalah-masalah baru dengan menggunakan alat-lama lama dan cara baru. Jenis perangkat mental yang lain merupakan salah satu aspek kognisi sosial. Stereotip adalah keyakinan bahwa anggota-anggota kelompok sosial cenderung memiliki sifat yang kurang lebih seragam.
2.      Pentransferan Negatif dan Positif
Pentransferan adalah pengaplikasian pengetahuan atau keahlian dari sebuah situasi masalah ke situasi masalah lain ( detterman dan Sternberg, 1993: gentile, 2000). Pentransferan bisa negative dan positif.
Pentransferan negative terjadi saat kemampuan memecahkan masalah yang selanjutnya, kadang-kadang masalah sebelumnya membawa individu ke jalur yang salah. Pentransferan positif terjadi ketika solusi masalah sebelumnya membuat kita mudah menyelaesaikan masalah baru. Artinya kadang kala pentransferan seperangkat mental bisa menjadi bantuan yang berguna untuk memecahkan suatu masalah.

D.    Faktor Mempengaruhi Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah dipengaruhi oleh faktor-faktor situasional dan personal.
Faktor-faktor situasional terjadi, misalnya pada stimulus yang menimbulkan masalah pada sifat-sifat masalah (sulit-mudah, baru-lama, penting-kurang penting, melibatkan sedikit atau banyak masalah lain). Kita tidak mengulas faktor-faktor situasional secara terperinci.
Beberapa penelitian telah membuktikan pengaruh faktor-faktor biologis dan sosiopsikologis terhadap proses pemecahan masalah. Simpanse yang terlalu lapar tidak mampu memecahkan masalah kohler di atas. Simpanse yang setengah lapar, memecahkan masalah dengan cepat. Manusia yang kurang tidur mengalami penurunan kemampuan berpikir, begitu pula bila ia terlalu lelah. Ini faktor biologis.
Contoh-contohnya:
  1. Motivasi.
Motivasi yang rendah mengalihkan perhatian. Motivasi yang tinggi membatasi fleksibilitas. Anak yang terlalu bersemangat untuk melihat hadiah ulang tahun, sering tidak dapat membuka pita bingkisan. Ratusan orang berdesak-desakan mencari jalan keluar, dan mati terinjak di night-club yang terbakar. Karena terlalu tegang menghadapi ujian, kita tidak sanggup menjawab pertanyaan pada tes.


  1. Kepercayaan dan sikap yang salah.
Asumsi yang salah dapat menyesatkan kita. Bila kita percaya bahwa kebahagiaan dapat diperoleh dengan kekayaan material, kita akan mengalami kesulitan ketika memecahkan penderitaan batin kita. Kerangka rujukan yang tidak cermat, menghambat efektifitas pemecahan masalah. Sikap yang defensif, misalnya : Karena kurang kepercayaan pada diri sendiri, akan cenderung menolak informasi baru, merasionalisasikan kekeliruan, dan mempersukar penyelesaian.
  1. Kebiasaan.
Kecenderungan untuk mempertahankan pola berpikir tertentu, atau melihat masalah hanya dari satu sisi saja, atau kepercayaan yang berlebihan dan tanpa kritis pada pendapat otoritas, menghambat pemecahan masalah yang efisien. Ini menimbulkan kejumuan pikiran (rigid mental set). Lawan dari ini adalah kekenyalan pikiran (flexible mental set). Cara berpikir yang ditandai oleh semacam kekurangan hormatan pada jawaban-jawaban lama, aturan yang mapan, atau prinsip-prinsip yang sudah diterima. Semuanya tidak dipandang sebagai otoritas yang final dan mutlak, melainkan diterima sebagai  generalisasi yang kini berguna, tetapi satu saat mungkin dibuang atau direvisi jika observasi yang baru gagal medukung generalisasi tersebut.(Berrien. 1951;45)
Kebudayaan banyak menentukan kejumuan pikiran. Cara kita memandang dan megatasi persoalan dibatasi oleh cultural setting kita. Tidak jarang cara itu kita pandang sebagai cara yang paling baik.
4. Emosi.
Dalam menghadapi berbagai situasi, kita tanpa sadar sering terlibat secara emosional. Emosi mewarnai cara berpikir kita. Kita tidak pernah dapat berpikir yang betul-betul objektif. Sebagai manusia yang utuh, kita tidak dapat mengesampingkan emosi. Sampai di situ, emosi bukan hambatan utama. Tetapi bila emosi itu sudah mencapai intensitas yang begitu tinggi sehingga menjadi stress, barulah kita menjadi sulit berpikir efisien. Contohnya "Takut mungkin melebih-lebihkan kesulitan persoalan dan menimbulkan sikap resah yang melumpuhkan tindakan, dan kecemasan sangat membatasi kemampuan kita melihat masalah dengan jelas atau merumuskan kemungkinan pemecahan. (Colemen, 1974;447).



E.     Metode atau Cara Pemecahan Masalah
Menurut Evans (1991), mengatakan bahwa pemecahan masalah ialah suatu aktivitas yang berhubungan dengan pemilihan jalan keluar atau cara yang cocok bagi tindakan dan pengubahan kondisi sekarang menuju kepada situasi yang diharapkan.[4]
Adapun dalam buku karangan Robert L. Solso dkk, mengatakan bahwa pemecahan masalah itu sendiri merupakan suatu pemikiran yang terarah secara langsung untuk menemukan suatu solusi atau jalan keluar untuk suatu masalah yang spesifik.
Menurut para penganut  psikologi Gestalt suatu permasalahan (khususnya masalah-masalah perceptual) ada ketika ketegangan atau stress muncul sebagai hasil dari interaksi antara persepsi dan memori. Dengan cara memikirkan suatu permasalahan, atau dengan menelitinya dari berbagai sudut yang berbeda, pandangan yang “benar” dapat muncul pada saat kita memikirkannya lebih jauh.[5] Tatacara prosedur atau strategi yang digunakan untuk memecahkan masalah ada 2 yaitu:
1.      Algoritmik
Merupakan suatu perangkat aturan atau tata cara yang dapat menjamin pemecahan suatu masalah. Startegi algoritmik ini bersifat daterministik.
2.      Heuristic
Merupakan suatu perangkat yang menggunakan hukum kedekatan, sehingga tidak meenjamin perolehan pemecahan meskipun kemungkinan besar dapat berhasil. Strategi ini bersifat probabilistic.
Menurut pendapat Hayes (1978) strategi penemuan jalan pemecahan masalah terdiri dari 2 cara yaitu penemuan secara acak yang sering disebut dengan algoritmik dan penemuan secara heuristic. Perbedaan penting dari keduanya adalah, pada strategi heuristic seseorang menggunakan informasi tentang permasalahan yang berguna untuk membantu menemukan jalan keeluar  yang mungkin benar bagi suatu pemecahan. Sedangkan pada cara acak (algoritmik) semua jalan keluar ditempuh atau dicari tanpa menggunakan pengetahuan khusus untuk membantu menemukan penemuhan pemecahan.

F.     Bagaimana Masalah Diselesaikan
1.      Penyelesaian masalah dengan menggunakan analogi ruang masalah, analisis cara tujuan, dan heuristic.
Newell dan Simon (1972) berpendapat bahwa masalah harus ditetapkan didalam yang disebut “ruang masalah”. Dalam ruang masalah ini terdapat “kondisi awal” dan “tujuan” dan berbaga jalan yang dapat diambil oleh orang yang akan menyelesaikan masalah. Berbagai jalan tersebut mewakili tindakan-tindakan atau secar teknis.
2.      Menggunakan heuristic
Heuristic merupakan strategi untuk  memeriksa seluruh ruang masalah dengan cara bermakna. Hal ini terkadang mirip dengan “hukum membolak-balik”, contoh nyatanya adalah permainan catur. Pada langkah dalam pembukaan catur (operasi pertama dari “kondisi awal”) ada 20 kemungkinan langkah yang dapat dilakukan seorang pemain, meski demikian seorang pemain catur berpengalaman akan memotong semua langkah dan hanya menyisakan enam langkah sehingga mengurangi ruang pencarian secara dramatis.
3.      Menggunakan analogi untuk menyelesaikan masalah
Ketika kita dihadapkan pada masalah baru dan tidak yakin bagaimana menyelesaikannya munkin akan membantu untuk belajar dari pengalaman masalah-masalah sebelumnya yang sama dengan masalah yang kita hadapi saat ini. Jika seseorang berfikir kebelakang tentang bagaimana masalah-masalah dapat diperbandingkan dalam hal menyelesaikannya, maka metode ini dapat ditransfer kemasah saat ini. Dengan begitu masalah tersebut telah dapat diselesaikan dengan menggunakan analogi.
Menurut Gick dan Holyoak, ada tiga langkah untuk penyelesaian masalah analogis yaitu :
a)      Memperhatikan
Peserta perlu memperhatikan bahwa terdapatnya hubungan analogi antara masalah target dan masalah sebelumnya.
b)      Memetakan
Peserta perlu memetakan elemen-elemen masalah sebelumnya yang saling berhubungan dengan masalah target, dengan menghubungkan elemen-elemen kedua masalah.

c)      Menerapkan
Peserta perlu memunculkan suatu solusi parallel terhadap masalah target dengan menerapkan generalisasi dari masalah sebelumnya ke masalah target.[6]

G.    Defenisi Kreativitas
Dalam buku karangan Robert L. Solso dkk, mengatakan bahwa kreativitas adalah suatu aktivitas kognitif yang menghasilkan suatu pandangan yang baru mengenai suatu bentuk permasalahan. Dan berdasarkan defenisi tersebut, berarti proses kreativitas bukan hanya sebatas mengahasilkan sesuatu yang bermanfaat saja.[7]
Kreativitas juga merupakan salah satu kemampuan intlektual manusia yang sangat penting, dan oleh kebanyakan ahli psikologi kognitif dimasukkan kedalam kemampuan memecahakan masalah. Kreativitas ini sering disebut dengan istilah berfikir kreatif.
Evans (1991), juga berpendapat bahwa kreativitas merupakan kemampuan membuat kombinasi baru berdasarkan konsep-konsep yang sudah ada, selain itu juga kemampuan menemukan hubungan-hubungan baru dan memandang sesuatu menurut perspektif yang baru juga.[8]










DAFTAR KEPUSTAKAAN
Robert L. Solso dkk, Psikologi Kognitif, Erlangga : 2007

Suharnan, Psikologi Kognitif, Srikandi : 2005
Ling, Jonathan, Psikologi Kognitif, Erlangga : 2012
Google.com





[1] Prof. Dr. Suharnan, Psikologi Kognitif, Srikandi :2005, hlm 283
[2] Jonathan Ling & Jonathan Catling, Psikologi Kognitif, Erlangga : 2012, hlm 175
[3] Prof. Dr. Suharnan, Psikologi Kognitif, Srikandi :2005, hlm 286-289
[4] Prof. Dr. Suharnan, Psikologi Kognitif, Srikandi :2005, hlm 289
[5] Robert L. Solso dkk, Psikologi Kognitif, Erlangga :2007, hlm 434-435
[6]  Jonathan Ling & Jonathan Catling, Psikologi Kognitif, Erlangga : 2012, hlm 176-180
[7]  Robert L. Solso dkk, Psikologi Kognitif, Erlangga :2007, hlm 444-445
[8]  Prof. Dr. Suharnan, Psikologi Kognitif, Srikandi :2005, hlm 373-374

Tidak ada komentar:

Posting Komentar