PEMECAHAN MASALAH DAN KREATIVITAS
A. Pengertian Masalah
Pengertian masalah secara umum menurut beberapa ahli
mengatakan bahwa masalah ialah suatu kesenjangan antara situasi sekarang dengan
situasi yang akan datang atau tujuan yang diinginkan. Dimana keadaan sekarang
disebut juga dengan original state dan keadaan yang diharapkan atau keadaan yang
akan datang disebut dengan final
state. Jadi, suatu masalah akan muncul apabila ada halangan atau hambatan
yang memisahkan antara present state dengan goal state.[1]
Masalah memiliki tiga komponen yaitu :
1. Kondisi awal yang merupakan kondisi dimana
kita memulai masalah.
2. Kondisi tujuan yang merupakan dimana
kondisi yang kita inginkan akan tercapai.
3. Hambatan merupakan sesuatu yang menghalangi
diantara kondisi awal dan kondisi tujuan.[2]
B. Jenis-Jenis Masalah
Menurut Evans (1991) masalah terbagi
4 macam yaitu :
a. Masalah-masalah yang baik situasi sekarang
maupun situasi yang diinginkan, keduanya itu diketahui.
b. Masalah yang hanya diketahui pada situasi
sekarang, namun situasi yang diinginkan tidak diketahui.
c. Masalah situasi yang diinginkan diketahui,
tapi situasi sekarangnya tidak diketahui.
d. Masalah-masalah yang baik situasi sekarang
maupun situasi yang diinginkan, keduanya ini tidak diketahui.
Menurut pendapat Greeno (1993), masalah dikelompokkan menjadi 3
bagian berdasarkan proses-proses kognitif yang terlibat dalam pemecahan masalah
yaitu :
a. Inducing
Structured Problem
Dalam jenis masalah ini meminta seseorang untuk
menemukan pola yang akan menghubungkan elemen-elemen masalah, antara satu
elemen dengan elemen yang lain.
b. Transformation
problem
Dalam jenis masalah ini seseorang harus memanipulasi
atau mengubah objek-objek dan symbol-simbol menurut aturan tertentu agar
diperoleh suatu pemecahan.
c. Arrangement
Problem
Pada jenis masalah ini seseorang harus bias mengatur
atau menyusun ulang elemen-elemen suatu tugas
agar diperoleh pemecahan. Semua elemen tugas itu disebutkan, kemudian
seseorang harus menyusun kembali menurut cara-cara tertentu yang akan dapat
mencapai pemecahan.[3]
C.
Hambatan dan Bantuan Bagi Pemecahan Masalah
Beberapa factor bisa menghambat atau merintangi
upaya kita untuk memecahkan masalah, yaitu:
1.
Perangkat-Perangkat Mental, Kubu Pertahanan dan Fiksasi
Perangkat mental merupakan sebuah factor yang dapat menghambat mecahan
masalah yaitu kerangka pikir yang melibatkan sebuah model yang ada untuk
merepresentasikan masalah, konteks masalah atau prosedur pemecahan masalah.
Istilah lain dari perngkat mental ini adalah kubu pertahanan. Ketika pemecahan
masalah memiliki sebuah perangkat mental yang dipertahankan, mereka akan
memfiksasi sebuah strategi yang normalnya bekerja baik dalam berbagai banyak
masalah, namun tidak bekerja baik saat memecahkan masalah tersebut.
Jenis lain perangkat mental melibatkan fiksasi terhadap penggunaan
(fungsi) tertentu oleh sebuah objek. Secara khusus fiksasi funfsional adalah
ketidakmanmpuan untuk menyadari bahwa sesuatu yang dikenal memiliki penggunaan
khusus untuk melayani fungsi-fungsi lain. Fiksasi funsional mencegah kita dari
menyelesaikan masalah-masalah baru dengan menggunakan alat-lama lama dan cara
baru. Jenis perangkat mental yang lain merupakan salah satu aspek kognisi
sosial. Stereotip adalah keyakinan bahwa anggota-anggota kelompok sosial
cenderung memiliki sifat yang kurang lebih seragam.
2.
Pentransferan Negatif dan Positif
Pentransferan adalah pengaplikasian pengetahuan atau keahlian dari
sebuah situasi masalah ke situasi masalah lain ( detterman dan Sternberg, 1993:
gentile, 2000). Pentransferan bisa negative dan positif.
Pentransferan negative terjadi saat kemampuan memecahkan masalah yang
selanjutnya, kadang-kadang masalah sebelumnya membawa individu ke jalur yang
salah. Pentransferan positif terjadi ketika solusi masalah sebelumnya
membuat kita mudah menyelaesaikan masalah baru.
Artinya kadang kala pentransferan seperangkat mental bisa menjadi bantuan yang
berguna untuk memecahkan suatu masalah.
D.
Faktor Mempengaruhi
Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah dipengaruhi oleh faktor-faktor situasional dan
personal.
Faktor-faktor situasional terjadi, misalnya pada stimulus yang
menimbulkan masalah pada sifat-sifat masalah (sulit-mudah, baru-lama,
penting-kurang penting, melibatkan sedikit atau banyak masalah lain). Kita
tidak mengulas faktor-faktor situasional secara terperinci.
Beberapa
penelitian telah membuktikan pengaruh faktor-faktor biologis dan
sosiopsikologis terhadap proses pemecahan masalah. Simpanse yang terlalu lapar
tidak mampu memecahkan masalah kohler di atas. Simpanse yang setengah lapar,
memecahkan masalah dengan cepat. Manusia yang kurang tidur mengalami penurunan
kemampuan berpikir, begitu pula bila ia terlalu lelah. Ini faktor biologis.
Contoh-contohnya:
- Motivasi.
Motivasi yang rendah mengalihkan perhatian. Motivasi yang tinggi
membatasi fleksibilitas. Anak yang terlalu bersemangat untuk melihat hadiah
ulang tahun, sering tidak dapat membuka pita bingkisan. Ratusan orang
berdesak-desakan mencari jalan keluar, dan mati terinjak di night-club yang
terbakar. Karena terlalu tegang menghadapi ujian, kita tidak sanggup menjawab
pertanyaan pada tes.
- Kepercayaan dan sikap yang salah.
Asumsi yang salah dapat menyesatkan kita. Bila kita percaya bahwa
kebahagiaan dapat diperoleh dengan kekayaan material, kita akan mengalami
kesulitan ketika memecahkan penderitaan batin kita. Kerangka rujukan yang tidak
cermat, menghambat efektifitas pemecahan masalah. Sikap yang defensif, misalnya
: Karena kurang kepercayaan pada diri sendiri, akan cenderung menolak informasi
baru, merasionalisasikan kekeliruan, dan mempersukar penyelesaian.
- Kebiasaan.
Kecenderungan untuk mempertahankan pola berpikir tertentu, atau
melihat masalah hanya dari satu sisi saja, atau kepercayaan yang berlebihan dan
tanpa kritis pada pendapat otoritas, menghambat pemecahan masalah yang efisien.
Ini menimbulkan kejumuan pikiran (rigid mental set). Lawan dari ini adalah
kekenyalan pikiran (flexible mental set). Cara berpikir yang ditandai oleh
semacam kekurangan hormatan pada jawaban-jawaban lama, aturan yang mapan, atau
prinsip-prinsip yang sudah diterima. Semuanya tidak dipandang sebagai otoritas
yang final dan mutlak, melainkan diterima sebagai generalisasi yang kini berguna, tetapi satu
saat mungkin dibuang atau direvisi jika observasi yang baru gagal medukung
generalisasi tersebut.(Berrien. 1951;45)
Kebudayaan banyak menentukan kejumuan pikiran. Cara kita memandang
dan megatasi persoalan dibatasi oleh cultural setting kita. Tidak jarang cara
itu kita pandang sebagai cara yang paling baik.
4. Emosi.
Dalam menghadapi berbagai situasi, kita tanpa sadar sering terlibat
secara emosional. Emosi mewarnai cara berpikir kita. Kita tidak pernah dapat
berpikir yang betul-betul objektif. Sebagai manusia yang utuh, kita tidak dapat
mengesampingkan emosi. Sampai di situ, emosi bukan hambatan utama. Tetapi bila
emosi itu sudah mencapai intensitas yang begitu tinggi sehingga menjadi stress,
barulah kita menjadi sulit berpikir efisien. Contohnya "Takut mungkin
melebih-lebihkan kesulitan persoalan dan menimbulkan sikap resah yang
melumpuhkan tindakan, dan kecemasan sangat membatasi kemampuan kita melihat
masalah dengan jelas atau merumuskan kemungkinan pemecahan. (Colemen,
1974;447).
E. Metode atau Cara Pemecahan Masalah
Menurut Evans (1991), mengatakan bahwa pemecahan
masalah ialah suatu aktivitas yang berhubungan dengan pemilihan jalan keluar
atau cara yang cocok bagi tindakan dan pengubahan kondisi sekarang menuju
kepada situasi yang diharapkan.[4]
Adapun dalam buku karangan Robert L. Solso dkk, mengatakan bahwa
pemecahan masalah itu sendiri merupakan suatu pemikiran yang terarah secara
langsung untuk menemukan suatu solusi atau jalan keluar untuk suatu masalah
yang spesifik.
Menurut para penganut psikologi
Gestalt suatu permasalahan (khususnya masalah-masalah perceptual) ada ketika
ketegangan atau stress muncul sebagai hasil dari interaksi antara persepsi dan
memori. Dengan cara memikirkan suatu permasalahan, atau dengan menelitinya dari
berbagai sudut yang berbeda, pandangan yang “benar” dapat muncul pada saat kita
memikirkannya lebih jauh.[5]
Tatacara prosedur atau strategi yang digunakan untuk memecahkan masalah ada 2
yaitu:
1. Algoritmik
Merupakan suatu perangkat aturan atau tata
cara yang dapat menjamin pemecahan suatu masalah. Startegi algoritmik ini
bersifat daterministik.
2. Heuristic
Merupakan suatu perangkat yang menggunakan
hukum kedekatan, sehingga tidak meenjamin perolehan pemecahan meskipun
kemungkinan besar dapat berhasil. Strategi ini bersifat probabilistic.
Menurut pendapat Hayes (1978) strategi penemuan jalan pemecahan masalah
terdiri dari 2 cara yaitu penemuan secara acak yang sering disebut dengan
algoritmik dan penemuan secara heuristic. Perbedaan penting dari keduanya
adalah, pada strategi heuristic seseorang menggunakan informasi tentang
permasalahan yang berguna untuk membantu menemukan jalan keeluar yang mungkin benar bagi suatu pemecahan.
Sedangkan pada cara acak (algoritmik) semua jalan keluar ditempuh atau dicari
tanpa menggunakan pengetahuan khusus untuk membantu menemukan penemuhan
pemecahan.
F. Bagaimana
Masalah Diselesaikan
1. Penyelesaian
masalah dengan menggunakan analogi ruang masalah, analisis cara tujuan, dan
heuristic.
Newell dan
Simon (1972) berpendapat bahwa masalah harus ditetapkan didalam yang disebut
“ruang masalah”. Dalam ruang masalah ini terdapat “kondisi awal” dan “tujuan”
dan berbaga jalan yang dapat diambil oleh orang yang akan menyelesaikan
masalah. Berbagai jalan tersebut mewakili tindakan-tindakan atau secar teknis.
2. Menggunakan
heuristic
Heuristic
merupakan strategi untuk memeriksa
seluruh ruang masalah dengan cara bermakna. Hal ini terkadang mirip dengan
“hukum membolak-balik”, contoh nyatanya adalah permainan catur. Pada langkah
dalam pembukaan catur (operasi pertama dari “kondisi awal”) ada 20 kemungkinan
langkah yang dapat dilakukan seorang pemain, meski demikian seorang pemain
catur berpengalaman akan memotong semua langkah dan hanya menyisakan enam
langkah sehingga mengurangi ruang pencarian secara dramatis.
3. Menggunakan
analogi untuk menyelesaikan masalah
Ketika kita
dihadapkan pada masalah baru dan tidak yakin bagaimana menyelesaikannya munkin
akan membantu untuk belajar dari pengalaman masalah-masalah sebelumnya yang
sama dengan masalah yang kita hadapi saat ini. Jika seseorang berfikir
kebelakang tentang bagaimana masalah-masalah dapat diperbandingkan dalam hal
menyelesaikannya, maka metode ini dapat ditransfer kemasah saat ini. Dengan
begitu masalah tersebut telah dapat diselesaikan dengan menggunakan analogi.
Menurut Gick
dan Holyoak, ada tiga langkah untuk penyelesaian masalah analogis yaitu :
a) Memperhatikan
Peserta perlu memperhatikan bahwa
terdapatnya hubungan analogi antara masalah target dan masalah sebelumnya.
b) Memetakan
Peserta perlu memetakan elemen-elemen
masalah sebelumnya yang saling berhubungan dengan masalah target, dengan
menghubungkan elemen-elemen kedua masalah.
c) Menerapkan
Peserta perlu memunculkan suatu solusi
parallel terhadap masalah target dengan menerapkan generalisasi dari masalah
sebelumnya ke masalah target.[6]
G. Defenisi
Kreativitas
Dalam buku karangan Robert L. Solso dkk,
mengatakan bahwa kreativitas adalah suatu aktivitas kognitif yang menghasilkan
suatu pandangan yang baru mengenai suatu bentuk permasalahan. Dan berdasarkan
defenisi tersebut, berarti proses kreativitas bukan hanya sebatas mengahasilkan
sesuatu yang bermanfaat saja.[7]
Kreativitas juga merupakan salah satu
kemampuan intlektual manusia yang sangat penting, dan oleh kebanyakan ahli
psikologi kognitif dimasukkan kedalam kemampuan memecahakan masalah.
Kreativitas ini sering disebut dengan istilah berfikir kreatif.
Evans (1991), juga berpendapat bahwa
kreativitas merupakan kemampuan membuat kombinasi baru berdasarkan
konsep-konsep yang sudah ada, selain itu juga kemampuan menemukan
hubungan-hubungan baru dan memandang sesuatu menurut perspektif yang baru juga.[8]
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Robert L. Solso dkk, Psikologi Kognitif, Erlangga : 2007
Suharnan, Psikologi Kognitif,
Srikandi : 2005
Ling, Jonathan, Psikologi Kognitif, Erlangga
: 2012
Google.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar