Selasa, 14 Oktober 2014

Gangguan Kepribadian


A.    NARCISSISTIC
Orang-orang dengan gangguan kepribadian narsistic memiliki pandangan berlebihan mengenai keunikan dan kemampuan mereka, mereka terfokus pada berbagai fantasi keberhasilan yang besar. Mereka menghendaki perhatian dan pemujaan berlebihan yang hampir tanpa henti dan yakin bahwa mereka hanya dapat dimengerti oleh orang-orang yang istimewa atau memiliki status yang tinggi. Hubungan interpersonal mereka terhambat karna kurangnya empati, perasaan iri, dan arogansi, dan memamnfaatkan orang lain serta perasaan bahwa mereka berhak mendapatkan segala sesuatu mereka, mereka menghendaki orang lain melakukan sesuatu yang istimewa untuk mereka tanpa perlu dibalas. Tidak pernah berhenti mencari yang istemewa untuk mereka tanpa perlu dibalas. Tidak pernah berhenti mencari perhatian dan pemujaan, kepribadian ini sangat sensitive terhadap kritik dan sangat takut pada kegagalan.[1]
Gangguan kepribadian narcissistic adalah gangguan kepribadian yang ditandai oleh self-image yang membubung serta tuntutan akan perhatiaan dan pemujaan.[2].
Kriteria gangguan kepribadian narsisistik dalam DSM IV TR terdapat lima atau lebih dari karakteristik di bawah ini:
1.      Pandangan yang dibesar-besarkan mengenai pentingnya diri sendiri, arogansi.
2.      Terfokus pada keberhasialan, kecerdasan, kecantikan diri.
3.      Kebutuhan ekstreem untuk dipuja.
4.      Perasaan kuat bahwa mereka berhak mendapatkan segala sesuatu.
5.      Kecendrungan untuk memanfaatkan orang lain.
6.      Iri pada orang lain.[3]
Menurut Sigmund Frued (1914) memandang narcisisme sebagai suatu fase yang dilalui seorang anak sebelum menyalurkan cinta mereka kepada diri  sendri dan orang-orag yang dianggapnya berarti. Sedangkan menurut Kernberg 1889 dan Kohut 1971 berpendapat bahwa orang-orang yang narsisistik secara actual menderita self eksteem yang rendah dan mersakan kekosongan dan nyeri sebagai hasil dari rejection (penolakan) dari orang tua dan bahwa perilaku narsisistik merupakan reaksi formasi untuk menghadapi masalah-masalaha melalui self-worth (penghargaan terhadap diri sendiri). Dan dari sudut pandang belajar sosial , Millon menemukan bahwa gaya narsisistik dalah evaluasi berlebihan yang tidak realistic mengenai nilai-nilai anak oleh orang tua.[4]
Sebuah kasus gangguan kepribadian Narsisistik
Banyak orang setuju bahwa Bill merupakan laki-laki yang berusia 35 tahun yang memiliki charisma tertentu. Dia cerdas, pandai berbicara dan menarik. Dia memiliki rasa humor yang bisa menarik perhatian orang kepadanya dalam pertemuan-pertemuan sosial. Dia selalu memposisikan dirinya di tengah ruangan, dimana ia bisa menjadi pusat perhatian. Topic percakapannya selalu terfokus pada “kesepakatan transaksi-transaksinya”, “orang kaya dan terkenal” yang pernah ditemuinya, serta strateginya dalam mengalahkan lawan. Proyek berikutnya selalu lebih besar dan lebih menantang dibandingkan yang terakhri. Bill senang akan adanya audiensi. Wajahnya akan terangkat saat orang lain memujinya dan memuja keberhasilan bisnisnya yang selalu dibesar-besarkan melebihi kondidi yang sebenarnya. Namun saat percakapan berpindah ke orang lain, dia akan kehilangan minat dan meminta izin untuk mencari minuman atau menelpon. Bila menjadi tuan rumah pesta dia memaksa tamunya untuk tinggal lebih lama dan merasa tersinggung bila mereka harus pergi lebih awal dia tidak menunjukkan kesensitivitasnya atau kesadaran akan kebutuhan kawan-kawannya.
Beberapa teman yang mereka pertahankan dapat menerima Bill apa adanya. Mereka menyadari bahwa Bill perlu memuaskan egonya atau dia akan menjadi dingin dan menjauh.




B.     ANTISOSIAL
Gangguan kepribadian antisosial adalah sebuah gangguan kepribadian yang ditandai oleh perilaku antisosial dan tidak bertanggung jawab serta kurangnya penyesalan untuk kesalahan mereka.[5]
Ciri kunci dari antisosial personality disorder adalah melemahnya atau rusaknya kemampuan untuk membentuk hubungan positif dengan orang lain dan kecendrungan untuk menggunakan perilaku-perilaku yang bertentangan dengan dasar-dasar norma dan nilai-nilai sosial. Orang-orang dengan gangguan ini merupakan orang yang dingin dan tidak berperasaan, mempeloreh kesenangan melalui persaingan dengan siapapun dan menghina siapa saja. Bila mereka membutuhkan orang lain, orang dengan antisosial dapat bertindak sangat ramah atau sangat menyenangkan, hingga mereka mempeloreh apa yang mereka inginkan. Namun, bukan tidak mungkin, mereka kemudian kembali menjadi kurang ajar dan sombong  serta bertindak semena-mena.
Sebanyak 80 persen dari orang-orang dengan antisosial personality disorder menyalahgunakan zat, seperti alcohol dan obat-obatan terlarang (Kraus dan Reynolds, 2001). Orang-orang dengan gangguan ini juga sedikit meningkatkan resiko untuk melakukan usaha-usaha bunuh diri (khususnya wanita).
Kecendrungan untuk melakukan perilaku antisosial merupakan salah satu dari banyak karakter kepribadian yang stabil . orang dewasa dengan antisosial personality disorder menunjukkan ketidaksetujuan aatas norma-noram sosial dan cendrung berperilaku antisosial sejak masa anak-anak.[6]
Konsep gangguan kepribadian antisosial dalam DSM-IV-TR mencakup dua komponen utama.
1.      Terdapat gangguan tingkah laku sebelum usia 15 tahun. Membolos, lari dari rumah, sering berbohong, mencuri melakukan pembakaran, dan dengan sengaja meruska kepemilikan merupakan simtom-simtom utama gangguan tingkah laku.
2.      Terus berlanjutnya pola perilaku antisosial tersebut pada masa dewasa.
Orang dewasa yang mengalami gangguan kepribadian antisosial menunjukkan perilaku tidak bertanggung jawab dan anti sosial dengan bekerja secara konsisten, melanggar hukummudah tersinggung dan agresif secara tidak mampu membuat rencana ke depan.
Karakteristik gangguan kepribadian Antisosial dalam DSM-IV-TR :
-          Berulang kali melanggar hukum
-          Menipu, berbohong.
-          Impulsivitas
-          Mudah tersinggung dan agresif
-          Tidak mempedulikan keselamatan diri sendiri dan orang lain.
-          Tidak bertanggung jawab seperti terlihat dalam riwayat pekerjaan yang tidak reliabel atau tidak memenuhi tanggung jawab keuangan.
-          Kurang memiliki rasa penyesalan
-          Berusia minimal 18 tahun
-          Terdapat bukti mengenai gangguan tingkah laku sebelum berusia 15 tahun.[7]
Penyebab gangguan ini berkaitan dengan peran keluarga.. Selain itu, juga disebabkan oleh tidak konsistennya orang tua dalam mendisiplinkan anak dan dalam mengajarkan tanggung jawab terhadap orang lain. Orang tua yang sering melakukan kekerasan fisik terhadap anaknya dapat menyebabkan gangguan ini. Gangguan ini juga dapat disebabkan oleh kehilangan orang tua. Faktor lingkungan di sekitar individu yang buruk juga dapat menyebabkan gangguan ini.

Sebuah kasus perilaku antisosial
Seorang pria yang berumur 19 tahun dibawa oleh ambulans ke ruang gawat darurat rumah sakit dalam kondisi keracunan kokain. Ia mengunakan T-shirt “twisted sister” di bagian dada, dan ia memiliki potongan rambut gaya punk. Ibunya yang ditelpon terdengar senewen dan bingung, dokter harus merayu ibunya untuk datang ke rumah sakit. Belakangan si ibu mengatakan kepada bahwa anaknya telah tertangkap menguntil di toko dan mengemudi saat sedang mandate. Si ibu menduga anaknya memakai obat-obatan meski ia tidak terbukti langsung. Si ibu yakin bahwa anaknya cukup berprestasi di sekolah dan merupakan anggota dari tim basket.
Diketahui kemudian bahwa anaknya tersebut telah berbohong kepadany. Sebenarnya ia tidak pernah menyelesaikan sekolah menengahnya dan tidak pernah bergabung dengan tim basket. Sehari kemudian, ketika kepala si pasien jernih, ia mengatakan kepada dokter hampir dengan penuh kebanggaan, bahwa ia telah menggunakan obat dan alcohol sejak usia 13 tahun dan saat ia berusia 17 tahun ia secara teratur menggunakan berbagai variasi zat psikoaktif, termasuk alcohol, speed dan mariyuana dan kokain. Namun akhir-akhir ini ia lebih memilih kokain. Ia dan teman-temannya sering mengikuti pesta obat dan alcohol. Ada kalanya mereka minum bir sepanjang hari dengan mengurangi obat-obat yang lain. Ia mencuri radio dari mobil yang diparkir dan uang dari ibunya untuk membiayai kebiasaan madatnya, dimana ia membenarkan hal tersebut dengan mengambil sikap robinhood yaitu mengambil uang dari orang kaya.[8]
C.    BORDERLINE
Gangguan kepribadian ambang (borderline ) merupakan sebuah gangguan kepribadian yang ditandai oleh perubahan yang cepat dalam mood, kurangnya sense of self yang koheren, serta perilaku yang tidak dapat diduga implusif. Ditandai oleh suatu cakupan ciri perilaku, emosional, dan kepribadian. Pada intinya gangguan ini mencakup suatu pola pervasive dari ketidakstabilan dalam hubungan, self image dan mood serta kurangnya control atas impuls. [9]
Para individu tersebut tidak memiliki rasa diri konsisten dan tidak pernah memiliki kepastian dalam nilai-nilai, loyalitas dan pilihan karier mereka. Mereka tidak tahan berada dalam kesendirian, memiliki rasa takut diabaikan dan menuntut perhatian. Mudah mengalami perasaan depresi dan perasaan kosong yang kronis, mereka sering mencoba bunuh diri dan melakukan tindakan memutilasikan diri sendiri, seperti mengiris kaki mereka dengan pisau silet. Simtom-simtom psikotik dapat terjadi karna mereka mengalami stress yang berarti.


            Kriteria Gangguan Kepribadian Ambang (borderline)
-          Berupaya keras untuk mencegah tidak diabaikan, terlepas dari benar-benar diabaikan atau hanya dalam bayangannya.
-          Rasa diri yang tidak stabil
-          Perilaku impulsive yang sangat boros dan perilaku seksual yang tidak pantas.
-          Perilaku bunuh diri, dan mutilasi diri.
-          Kelabilaan emosional
Gangguan kepribadian Ambang umumnya bermula pada masa remaja atau dewasa awal, dengan prevalensi sekitar 1 persen dan lebih banyak terdapat pada perempuan dibandingkan laki-laki. ( swardz dkk, 1990).
Apabila gangguan ini dialami oleh lebih satu orang anggota keluarga berarti gangguan ini merupakan dari bawaan lahir atau adanya faktor genitika.  (baron dkk 1985).
Kernberg (1985) berpendapat bahwa pengalaman masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan contohnya memiliki orang tua yang memberikan kasih sayang dan perhatian yang konsisten, mungkin melalui pujian atas prestasi, namun tidak mampu memberikan dukungan emosional dan kehangatan menyebabkan anak-anak mengembangkan ego yang tidak merasa aman.
Sebuah studi menghasilkan data yang relevan dengan teori Kernberg. Sesuai dengan harapan, para pasien dengan gangguan kepribadian ambang menuturkan randahnya kadar kasih sayang ibu mereka. Mereka menganggap keluarga mereka  secara emosional tidak ekspresif, memiliki solidaritas yang rendah dan konflik yang tinggi. [10]
Sebuah Kasus dari ganguan kepribadian borderline
Klien               : saya menahan kemarahan dalam diri saya yang terjadi adalah saya tidak dapat meraskannya. Saya mendapat serangan panic. Saya sangat gugup, merokok terlalu banyak,. Jadi apa yang terjadi pada saya adalah saya cendrung meledak. Berurai air mata atau menyakiti diri atau apa pun karna saya tidak tahu bagaimana caranya untuk mengatasi semua perasaan yang campur aduk ini.
Wawancara     : apa contoh terbaru dari ledakan seperti itu?
Klien                : beberapa bulan yang lalu saya sendiri di rumah, saya ketakutan, saya mencoba mengontak pacar saya dan saya tidak bisa melakukannya. Saya tidak tahu dimana dia berada. Semua teman saya tampak sibuk pada saat itu dan saya tidak punya siapa-siapa untuk berbicara. Saya semakin gugup dan makin kacau. Akhirnya saya ambil rokok dan menyalahkannya lalu menancapkannya di lengan saya. Saya tidak tau mengapa saya melakukannya hal itu karna kepedulian saya padanya tidaklah sebegitulah. Saya kira pada waktu itu saya merasa bahwa saya harus melakukan sesuatu yang dramatis.[11]
D.    AVOIDANCE
Gangguan kepribadian avoidance atau menghindar merupakan sebuah gangguankepribadian yang ditandai oleh penghindaran terhadap hubungan sosial karna takut akan adanya penolakan. [12]
Mereka umumnya tidak ingin memasuki hubungan tanpa adanya kepastian akan penerimaan.  Sebagai hasilnya mereka hanya memiliki sedikit teman di luar keluarga inti. Mereka juga cendrung mengurangi pekerjaan yang berkelompok atau aktivitas kreasi karna takut akan adanya penolakan.
            Karakteristik gangguan kepribadian menghindar dalam DSM-IV-TR :
-          Menghindar kontak interpersonal karna takut akan kritikan dan penolakan
-          Keengganan untuk menjalin hubungan dengan orang lain kecuali dirinya pasti akan disukai
-          Membatasi diri dalam hubungan intim karna takut untuk dipermalukan atau diperolokan.
-          Penuh kekhawatiran akan dikritik atau ditolak.
-          Merasa rendah diri.
-          Keengganan ekstreem untuk mencoba hal-hal yang baru karna takut dipermalukan. [13]
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kepribadian avoidant mungkin memiliki asal-usul/bawaan pada bayi yaitu "terhambat" temperamen dan rasa malu yang menghambat dalam situasi baru dan ambigu. Selain itu, sekarang ada bukti bahwa rasa takut negatif dievaluasi adalah yang menonjol dalam gangguan kepribadian avoidant. (Stein, Jang, & Livesley, 2002); ketertutupan dan neurotisisme keduanya tinggi. secara genetik dan biologis ini menghambat temperamen yang mengarah ke gangguan kepribadian avoidant pada beberapa anak yang mengalami emosional pelecehan, penolakan, atau penghinaan dari orang tua yang tidak terutama kasih sayang (Alden dkk, 2002;. Bernstein & Travaglini, 1999; Kagan, 1997). Seperti pelecehan dan penolakan akan sangat mungkin menyebabkan cemas dan takut pada pola dalam temperamental menghambat anak. (Bartolomeus dkk, 2001.).
                  Sebuah kasus dalam gangguan kepribadian Avoidance
          Harold merupakan orang pegawai akuntasi berusia 24 tahun, telah berkencan dengan beberapa perempuan, dan ia bertemu dengan mereka melalui perkenalan keluarga. Ia tidak pernah merasa cukup percaya diri untuk mendekati perempuan seorang diri. Mungkin sifat malunya yang pertama kali menarik hati si stacy. Stacy adalah seorang sekretaris yang berusia 22 tahun, bekerja sebelahan dengan Harold menolak, mengemukakan sejumlah alasan, namun saat stacy mengajaknya kembali seminggu kemudian, harlold setuju berpikir bahwa stacy pasti sungguh-sungguh menyukai dirinya bila stacy bersedia mengejarnya. Hubungan terbina secara cepat dan segera mereka berkencan hampir setiap malam. Meskipun demikian hubungan tersebut tampak tegang. Harold menginterpretasikan setiap keraguan ringan dalam nada suara Stacy sebagai kurangnya minat. Ia berulang kali menanyakan kepastian bahwa stacy peduli padanya, dan ia mengevaluasi setiap kata dan gerak sebagai bukti dan perasaan Stacy. Bila stacy mengatakan bahwa ia tidak dapat bertemu dengannya karna lelah atau sakit, ia berasumsi bahwa stacy menolaknya dan ia mencari kepastian lebih jauh lagi. Setelah beberapa bulan stacy memutuskan bahwa ia tidak dapat lagi menerima perlakuaan Harold dan hubungan berakhir. Harlod beranggapan bahwa stacy tidak pernah benar-benar peduli padanya.[14]
  1. DEPENDENT
Gangguan kepribadian dependent merupakan sebuah gangguan kepribadian yang ditandai oleh kesulitan dalam membuat keputusan yang mandiri dan perilaku bergantung yang berlebihan. Gangguan ini menggambarkan orang yang memiliki kebutuhan yang berlebihan untuk diasuh oleh orang lain. Hal ini membuat mereka sangat patuh dan melekat dalam hubungan mereka serta sangat takut akan perpisahan. Orang dengan gangguan ini sangat sulit melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Mereka mencari saran dalam membuat keputusan yang paling kecil sekalipun. Anak-anak atau remaja dengan masalah ini mencari orang tua mereka untuk memilihkan pakaian, makanan, sekolah atau kampus., bahkan teman-teman mereka. Orang dewasa dengan gangguan ini membiarkan orang lain mengambil keputusan penting untuk mereka. Orang dewasa dengan gangguan ini membiarkan orang lain dalam membuat keputusan sampai mereka membiarkan orang tua mereka memilih dengan siapa dia akan menikah.[15]
Selain itu gangguan ini ditandai adanya kesukaran dalam berpisah dengan orang lain dan interaksi sosialnya diwarnai oleh adanya kecemasan, tetapi bukan karna takut mendapat kritik dari lingkungannya melainkan karna ingin senantiasa dirindukan, disayangi yang pada akhirnya membuat ia menjadi seseorang yang tergantung pada orang lain. Adanya perasaan tidak senang atau tidak nyaman ketika sendiri. Dan Penderita ini lebih banyak perempuan dibandingkan laki-laki.
Teori psikoanalisis melihat gangguan kepribadian dependent ini dari fiksasi fase oral perkembangan psikoseksual. Para pengasuhnya sangat mengikuti apa yang dibutuhkan penderita di masa kecil atau menuntut perilaku dependent dari penderita sebagai imbalan dari pengasuh. Akibatnya, mereka tidak dapat mengembangkan perilaku sehat yang tidak tergantung pada pengasuhnya. [16]
            Sebuah kasus gangguan kepribadian dependen
Matthew, akuntan lajang berusia 34 tahun yang tinggal dengan ibunya, mencari pertolongan  saat hubungan dengan kekasihnya berakhir. Ibunya keberatan akan pernikahan karna kekasihnya berbeda agama dan karna darah lebih kental dari pada air. Matthew menyetujui keinginan ibunya lalu mengakhiri hubungan tersebut. Namun ia marah pada dirinya sendiri dan pada ibunya karna ia merasa bahwa ibunya sebagai perempuan dominan yang memiliki control untuk membuat keputusan dalam keluarga dan yang memutuskan segala hal menurut caranya. Matthew bingung antara marah dengan ibunya dan berpikir bahwa mungkin ibunya tahu apa yang terbaik untukya.
Posisi Matthew di kantor berada beberapa tingkat di bawah yang bisa diharapkan dari seseorang dengan bakat dan tingkat pendidikannya. Beberapa kali ia menolak promosi untuk menghindari tanggung jawab yang lebih besar yang menuntutnya untuk menyelia orang lain dan membuat keputusan mandiri. Ia membina hubungan dekat dengan dua orang teman sejak awal masa kanak-kanak dan selalu makan siang dengan salah satu dari mereka setiap hari kerja. Suatu hari temanya memberi kabar bahwa ia sedang sakit. Mathew merasa kebingungan. Sepanjang hidupnya dihabiskan dengan tinggal di rumah., kecuali ketika harus kuliah selama satu tahun. Dan ia pulang ke rumah karna rindu rumah.[17]
F.     OBSESIVE –COMPULSIVE
Obsessive artinya pemikiran yang berulang-ulang atau terus menerus secara paksa. Sedangkan kompulsif artinya tindakan terpaksa yang berulang-ulang atau terus menerus yang tidak efektif karna tidak dilaksanakan berdasarkan rancangan terlebih dahulu. Kompulsif ditandai oleh adanya perhatian yang berlebihan terhadap aturan, susunan, struktur dan juga adanya perhatian yang berlebihan terhadap aturan, susunan, struktur dan juga adanya ketertarikan yang luar biasa pada detail, perfectionistic, kurang hangat dalam pergaulan dan kehidupan. [18]
            Gangguan kepribadian obsessive kompulsif adalah sebuah gangguan kepribadian yang ditandai oleh cara berhubungan dengan orang lain yang kaku, kecendrungan perfeksionis, kurangnya spontanitas dan perhatian yang akan detail.[19]


Kriteria gangguan kepribadian obsesif kompulsif dalam DSM-IV-TR :
-          Terfokus secara berlebihan pada aturan dan detail hingga poin utama suatu aktivitas terabaikan.
-          Perfeksionalisme ekstreem hingga ke tingkat yang membuat berbagai proyek jarang terselesaikan.
-          Pengabdian yang berlebihan pada pekerjaan hingga mengabaikan kesenangan dan persahabatan.
-          Tidak fleksibel tentang moral.
-          Sulit membuang benda-benda yang tidak berarti.
-          Enggan mendelegasikan kecuali jika orang lain dapat memenuhi standarnya.
-          Kikir
-          Rigid dan kelas kepala.[20]
Pengaruh pasti tahap anal atas perkembangan kepribadian tergantung pada perilaku yang dilakukan orangtua ketika melakukan pelatihan toilet. Perilaku yang kaku, tergesa-gesa, dan terlalu menuntut dapat memunculkan ciri-ciri anal-retrentif, imbangan karakter logik dari kepribadian kompulsif. Pada dasarnya, anak-anak menanggapi orangtua dengan mundur dan menolak melakukan, mengarah pada ciri-ciri dewasa seperti kekeras-kepalaan, kekakuan, dan kemarahan tersembunyi. Tipe-tipe anal-retentif juga dipercayai selalu tepat waktu, teratur, teliti, dan dikelilingi kebersihan, ciri-ciri utama yang mengarahkan orangtua mereka agar patuh jadwal, dengan segalanya pada tempatnya, tanpa berantakan. Alternatifnya, anak-anak mungkin menanggapi dengan menjadi tipe anal-ekspulsif. Di sini, anak-anak menjadi ofensif; feses menjadi senjata. Strategi anal-retentif sepenuhnya merupakan penolakan, kini strategi berubah menjadi perusakan keinginan mereka secara aktif, hasrat yang membuat orang lain menyesali karena mereka pernah menguasainya. Biasanya, ciri-ciri kedewasaan merupakan kebalikan dari tipe anal-retentif dan mencakup kerusakan, penyimpangan dan kekejaman sadistis.
Individu dengan tipe ini, kemungkinan saat kecil dididik untuk selalu mematuhi peraturan figur otoritas, dituntut untuk selalu benar dalam berbagai hal, dihukum karena tidak bisa tampil sempurna, tidak diberi reward setelah melakukan kesuksesan. Selain itu, bisa juga karena melihat saudaranya dihukum karena tidak sempurna, mereka sering diberi tanggung jawab atas hal yang tidak mereka ketahui atau tidak mereka kuasai, dicap sebagai anak yang buruk (dalam hal sikap).


                  Sebuah contoh gangguan kepribadian obsessive kompulsif.
Setiap hari tepat pada pukul 8 pagi, danil tiba di universitas dimana dia menjadi mahasiswa di fakultas psikologi. Dalam perjalanan menuju universitas dia selalu berhenti di toko seven eleven untuk membeli kopi dan surst kabar (setiap hari kopi dan surat kabar yang sama). Dari pukul 8 hingga 9.15, danil akan merapikan file-file yang terdiri dari ratusan kertas yang berhubungan dengan S3-nya, yang sudah melewati batas waktu pengerjaan. Pada pukul 10.00 pagi hingga waktu makan siang, dia akan membaca sebuah paper atau jurnal serta menggarisbawahi hal-hal yang berhubungan dengan disertasinya. Siang hari, pukul 12.00 siang, dia akan membawa katung makanannya yang selalu berisi roti sandwich dengan selai kacang dan sebuah apel, lalu pergi kesebuah kafe untuk membeli soda dan duduk seoarng diri memakan siangnya.dari pukul 13.00-17.00 dia akan mengikuti beberapa pertemuan,merapikan mejanya,membuat daftar tentang apa yang harus dikerjakannya dan memasukkan beberapa data kedalam komputernya. Setelah dia tiba dirumah, dia akan makan malam bersama istrinya, lalu berurusan lagi dengan disertasinya. Danil selalu rutin “mengerjakan” disertasinya hingga pukul 23.00, walaupun sebagian besar dari waktu tersebut digunakannya untuk koneksi internet yang tidak berkaitan dengan disertasinya. Danil sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa dia akan menyelesaikan disertasinya sejak 4,5 tahun yang lalu. Istrinya pun sudah mengancam akan meninggalkan danil karena tidak tahan lagi dengan tingkah lakunya. Danil kemudian mendatangi terapist dengan keluhan cemas akan hubungan dengan istrinya, namun dia kemudian didiagnosa memiliki gangguan kepribadian obsesif-kompulsif (sumber Barlow & Durand, 1995)
G.    PASSIVE AGGRESSIVE dan SELF DEFEATING
Terdapat dua konsep utama dalam gangguan ini Gangguan Kepribadian Pasif-Agresif kondisi kroni di mana seseorang tampaknya secara aktif sesuai dengan keinginan dan kebutuhan orang lain, tetapi sebenarnya secara pasif melawan mereka. Dalam proses, orang menjadi semakin bermusuhan dan marah. Orang dengan gangguan kepribadian pasif-agresif ditandai oleh obstruksionisme (senang menghalang-halangi), menunda-nunda, sikap keras kepala dan tidak efisien. Perilaku tersebut adalah manifestasi dari agresi yang mendasari, yang diekspresikan secara pasif. Pasien gangguan kepribadian pasif-agresif secara karakteristik adalah suka menunda-nunda, tidak menerima permintaan untuk kinerja yang optimal, tidak bersedia meminta maaf, dan cenderung untuk mencari kesalahan pada diri orang lain walaupun pada orang tempat mereka bergantung; tetapi mereka menolak untuk melepaskan mereka sendiri dari hubungan ketergantungan. Mereka biasanya tidak memiliki ketegasan tentang kebutuhan dan harapan mereka. Orang dengan gangguan ini tidak memiliki kepercayaan pada diri sendiri dan biasanya pesimistik akan masa depan. Mereka memendam rasa amarah dan permusuhan yang diekspresikan dengan cara tidak langsung tapi menggunakan cara yang menyakitkan. Tidak sensitif terhadap kritik dan selalu menganggap dirinya benar. Dari sudut kognitif-behavioral, pasif-agresif berkembang dari kepercayaan bahwa ekspresi terbuka dan kemarahan adalah berbahaya. Menuntut orang lain harus tahu apa yang diinginkan, tanpa ia memintanya.
Orang dengan kelainan ini membenci tanggung jawab yang ditunjukkan melalui perilaku mereka, daripada oleh secara terbuka mengungkapkan perasaan mereka. Mereka sering menggunakan penundaan, inefisiensi, dan lupa untuk menghindari melakukan apa yang mereka perlu lakukan atau telah diberitahu oleh orang lain untuk melakukannya.[21]
Gangguan kepribadian self defeating merupakan suatu pola ekstensif perilaku yang ditandai oleh penolakan individu terhadap pengalaman-pengalaman yang justru menyenangkan dan keterlibatan yang terus menerus untuk tidak memenuhi janji dalam dalam berelasi. Tindakan-tindakan yang dalam nalar biasa yang tidak masuk akal itu dilakukannya untuk memberikan penderitaan kepada orang lain.
Kepribadian ini gagal memenuhi tugas dan tujuan yang sulit bagi tujuan pribadinya dalam memendam fakta bahwa mereka memiliki kemampuan untuk mencapainya.
Penderita self defeating menguatkan menolak respon dari orang lain dan kemudian merasa tersakiti oleh mereka. Misalnya, seorang suami yang membuat lelucon mengenai istrinya di depan public dan memprovokasi istrinya itu untuk melakukan respon negative. Ia merasa dihancurkan oleh penolakan itu.[22]
           



[1] Gerald  C Davison dkk. 2006. Psikologi abnormal. PT Raja grafindo Persada : Jakarta (h al 586-587).
[2] Jeffrey S. Nevid dkk. 2005. Psikologi abnormal. Elangga : Jakarta (hal 283)
[3] Gerald  C Davison dkk. 2006. Psikologi abnormal. PT Raja grafindo Persada : Jakarta (h al 587)
[4] Prof. Dr. Sutardjo A Wiramihardja, Psi.2007.  Pengantar Psikologi Abnormal . PT Refika Adimata :  Bandung (hal 123-124).
[5] Jeffrey S. Nevid dkk. 2005. Psikologi abnormal. Elangga : Jakarta (hal 277)
[6] Prof. Dr. Sutardjo A Wiramihardja, Psi.2007.  Pengantar Psikologi Abnormal . PT Refika Adimata :  Bandung (hal 125-126)
[7] Gerald  C Davison dkk. 2006. Psikologi abnormal. PT Raja grafindo Persada : Jakarta (h al 587-588)
[8] Jeffrey S. Nevid dkk. 2005. Psikologi abnormal. Elangga : Jakarta (hal 279)
[9] Jeffrey S. Nevid dkk. 2005. Psikologi abnormal. Elangga : Jakarta (hal 279)
[10] Gerald  C Davison dkk. 2006. Psikologi abnormal. PT Raja grafindo Persada : Jakarta (h al  581-584).
[11] Jeffrey S. Nevid dkk. 2005. Psikologi abnormal. Elangga : Jakarta (hal 281)
[12] Jeffrey S. Nevid dkk. 2005. Psikologi abnormal. Elangga : Jakarta (hal285)
[13] Gerald  C Davison dkk. 2006. Psikologi abnormal. PT Raja grafindo Persada : Jakarta (h al 596)
[14] Jeffrey S. Nevid dkk. 2005. Psikologi abnormal. Elangga : Jakarta (hal 286)
[15] Jeffrey S. Nevid dkk. 2005. Psikologi abnormal. Elangga : Jakarta (hal 286)
[16] Prof. Dr. Sutardjo A Wiramihardja, Psi.2007.  Pengantar Psikologi Abnormal . PT Refika Adimata :  Bandung (hal 129)
[17] Jeffrey S. Nevid dkk. 2005. Psikologi abnormal. Elangga : Jakarta (hal 286)
[18] Prof. Dr. Sutardjo A Wiramihardja, Psi.2007.  Pengantar Psikologi Abnormal . PT Refika Adimata :  Bandung (hal 130)
[19] Jeffrey S. Nevid dkk. 2005. Psikologi abnormal. Elangga : Jakarta (hal 287)
[20] Gerald  C Davison dkk. 2006. Psikologi abnormal. PT Raja grafindo Persada : Jakarta (h al 597)
[22] Prof. Dr. Sutardjo A Wiramihardja, Psi.2007.  Pengantar Psikologi Abnormal . PT Refika Adimata :  Bandung (hal 130-131)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar