A.
NARCISSISTIC
Orang-orang dengan gangguan kepribadian narsistic
memiliki pandangan berlebihan mengenai keunikan dan kemampuan mereka, mereka
terfokus pada berbagai fantasi keberhasilan yang besar. Mereka menghendaki
perhatian dan pemujaan berlebihan yang hampir tanpa henti dan yakin bahwa
mereka hanya dapat dimengerti oleh orang-orang yang istimewa atau memiliki
status yang tinggi. Hubungan interpersonal mereka terhambat karna kurangnya
empati, perasaan iri, dan arogansi, dan memamnfaatkan orang lain serta perasaan
bahwa mereka berhak mendapatkan segala sesuatu mereka, mereka menghendaki orang
lain melakukan sesuatu yang istimewa untuk mereka tanpa perlu dibalas. Tidak
pernah berhenti mencari yang istemewa untuk mereka tanpa perlu dibalas. Tidak
pernah berhenti mencari perhatian dan pemujaan, kepribadian ini sangat
sensitive terhadap kritik dan sangat takut pada kegagalan.[1]
Gangguan kepribadian narcissistic adalah gangguan
kepribadian yang ditandai oleh self-image yang membubung serta tuntutan akan
perhatiaan dan pemujaan.[2].
Kriteria gangguan
kepribadian narsisistik dalam DSM IV TR terdapat lima atau lebih dari
karakteristik di bawah ini:
1. Pandangan
yang dibesar-besarkan mengenai pentingnya diri sendiri, arogansi.
2. Terfokus
pada keberhasialan, kecerdasan, kecantikan diri.
3. Kebutuhan
ekstreem untuk dipuja.
4. Perasaan
kuat bahwa mereka berhak mendapatkan segala sesuatu.
5. Kecendrungan
untuk memanfaatkan orang lain.
6. Iri
pada orang lain.[3]
Menurut Sigmund Frued (1914) memandang
narcisisme sebagai suatu fase yang dilalui seorang anak sebelum menyalurkan
cinta mereka kepada diri sendri dan
orang-orag yang dianggapnya berarti. Sedangkan menurut Kernberg 1889 dan Kohut
1971 berpendapat bahwa orang-orang yang narsisistik secara actual menderita
self eksteem yang rendah dan mersakan kekosongan dan nyeri sebagai hasil dari
rejection (penolakan) dari orang tua dan bahwa perilaku narsisistik merupakan
reaksi formasi untuk menghadapi masalah-masalaha melalui self-worth
(penghargaan terhadap diri sendiri). Dan dari sudut pandang belajar sosial ,
Millon menemukan bahwa gaya narsisistik dalah evaluasi berlebihan yang tidak
realistic mengenai nilai-nilai anak oleh orang tua.[4]
Sebuah kasus gangguan
kepribadian Narsisistik
Banyak orang setuju
bahwa Bill merupakan laki-laki yang berusia 35 tahun yang memiliki charisma
tertentu. Dia cerdas, pandai berbicara dan menarik. Dia memiliki rasa humor yang
bisa menarik perhatian orang kepadanya dalam pertemuan-pertemuan sosial. Dia
selalu memposisikan dirinya di tengah ruangan, dimana ia bisa menjadi pusat
perhatian. Topic percakapannya selalu terfokus pada “kesepakatan
transaksi-transaksinya”, “orang kaya dan terkenal” yang pernah ditemuinya,
serta strateginya dalam mengalahkan lawan. Proyek berikutnya selalu lebih besar
dan lebih menantang dibandingkan yang terakhri. Bill senang akan adanya
audiensi. Wajahnya akan terangkat saat orang lain memujinya dan memuja
keberhasilan bisnisnya yang selalu dibesar-besarkan melebihi kondidi yang
sebenarnya. Namun saat percakapan berpindah ke orang lain, dia akan kehilangan
minat dan meminta izin untuk mencari minuman atau menelpon. Bila menjadi tuan
rumah pesta dia memaksa tamunya untuk tinggal lebih lama dan merasa tersinggung
bila mereka harus pergi lebih awal dia tidak menunjukkan kesensitivitasnya atau
kesadaran akan kebutuhan kawan-kawannya.
Beberapa teman yang
mereka pertahankan dapat menerima Bill apa adanya. Mereka menyadari bahwa Bill
perlu memuaskan egonya atau dia akan menjadi dingin dan menjauh.
B.
ANTISOSIAL
Gangguan kepribadian antisosial adalah
sebuah gangguan kepribadian yang ditandai oleh perilaku antisosial dan tidak
bertanggung jawab serta kurangnya penyesalan untuk kesalahan mereka.[5]
Ciri kunci dari antisosial personality
disorder adalah melemahnya atau rusaknya kemampuan untuk membentuk hubungan
positif dengan orang lain dan kecendrungan untuk menggunakan perilaku-perilaku
yang bertentangan dengan dasar-dasar norma dan nilai-nilai sosial. Orang-orang
dengan gangguan ini merupakan orang yang dingin dan tidak berperasaan,
mempeloreh kesenangan melalui persaingan dengan siapapun dan menghina siapa
saja. Bila mereka membutuhkan orang lain, orang dengan antisosial dapat
bertindak sangat ramah atau sangat menyenangkan, hingga mereka mempeloreh apa
yang mereka inginkan. Namun, bukan tidak mungkin, mereka kemudian kembali
menjadi kurang ajar dan sombong serta
bertindak semena-mena.
Sebanyak 80 persen dari orang-orang
dengan antisosial personality disorder menyalahgunakan zat, seperti alcohol dan
obat-obatan terlarang (Kraus dan Reynolds, 2001). Orang-orang dengan gangguan
ini juga sedikit meningkatkan resiko untuk melakukan usaha-usaha bunuh diri
(khususnya wanita).
Kecendrungan untuk melakukan perilaku
antisosial merupakan salah satu dari banyak karakter kepribadian yang stabil .
orang dewasa dengan antisosial personality disorder menunjukkan ketidaksetujuan
aatas norma-noram sosial dan cendrung berperilaku antisosial sejak masa
anak-anak.[6]
Konsep gangguan kepribadian antisosial
dalam DSM-IV-TR mencakup dua komponen utama.
1. Terdapat
gangguan tingkah laku sebelum usia 15 tahun. Membolos, lari dari rumah, sering
berbohong, mencuri melakukan pembakaran, dan dengan sengaja meruska kepemilikan
merupakan simtom-simtom utama gangguan tingkah laku.
2. Terus
berlanjutnya pola perilaku antisosial tersebut pada masa dewasa.
Orang
dewasa yang mengalami gangguan kepribadian antisosial menunjukkan perilaku
tidak bertanggung jawab dan anti sosial dengan bekerja secara konsisten,
melanggar hukummudah tersinggung dan agresif secara tidak mampu membuat rencana
ke depan.
Karakteristik gangguan
kepribadian Antisosial dalam DSM-IV-TR :
-
Berulang kali
melanggar hukum
-
Menipu,
berbohong.
-
Impulsivitas
-
Mudah
tersinggung dan agresif
-
Tidak
mempedulikan keselamatan diri sendiri dan orang lain.
-
Tidak
bertanggung jawab seperti terlihat dalam riwayat pekerjaan yang tidak reliabel
atau tidak memenuhi tanggung jawab keuangan.
-
Kurang memiliki
rasa penyesalan
-
Berusia minimal
18 tahun
-
Terdapat bukti
mengenai gangguan tingkah laku sebelum berusia 15 tahun.[7]
Penyebab gangguan ini berkaitan dengan
peran keluarga.. Selain itu, juga disebabkan oleh tidak konsistennya orang tua
dalam mendisiplinkan anak dan dalam mengajarkan tanggung jawab terhadap orang
lain. Orang tua yang sering melakukan kekerasan fisik terhadap anaknya dapat
menyebabkan gangguan ini. Gangguan ini juga dapat disebabkan oleh kehilangan
orang tua. Faktor lingkungan di sekitar individu yang buruk juga dapat
menyebabkan gangguan ini.
Sebuah kasus perilaku
antisosial
Seorang
pria yang berumur 19 tahun dibawa oleh ambulans ke ruang gawat darurat rumah
sakit dalam kondisi keracunan kokain. Ia mengunakan T-shirt “twisted sister” di
bagian dada, dan ia memiliki potongan rambut gaya punk. Ibunya yang ditelpon
terdengar senewen dan bingung, dokter harus merayu ibunya untuk datang ke rumah
sakit. Belakangan si ibu mengatakan kepada bahwa anaknya telah tertangkap
menguntil di toko dan mengemudi saat sedang mandate. Si ibu menduga anaknya
memakai obat-obatan meski ia tidak terbukti langsung. Si ibu yakin bahwa
anaknya cukup berprestasi di sekolah dan merupakan anggota dari tim basket.
Diketahui
kemudian bahwa anaknya tersebut telah berbohong kepadany. Sebenarnya ia tidak
pernah menyelesaikan sekolah menengahnya dan tidak pernah bergabung dengan tim
basket. Sehari kemudian, ketika kepala si pasien jernih, ia mengatakan kepada
dokter hampir dengan penuh kebanggaan, bahwa ia telah menggunakan obat dan
alcohol sejak usia 13 tahun dan saat ia berusia 17 tahun ia secara teratur
menggunakan berbagai variasi zat psikoaktif, termasuk alcohol, speed dan
mariyuana dan kokain. Namun akhir-akhir ini ia lebih memilih kokain. Ia dan
teman-temannya sering mengikuti pesta obat dan alcohol. Ada kalanya mereka
minum bir sepanjang hari dengan mengurangi obat-obat yang lain. Ia mencuri
radio dari mobil yang diparkir dan uang dari ibunya untuk membiayai kebiasaan
madatnya, dimana ia membenarkan hal tersebut dengan mengambil sikap robinhood
yaitu mengambil uang dari orang kaya.[8]
C.
BORDERLINE
Gangguan kepribadian ambang (borderline
) merupakan sebuah gangguan kepribadian yang ditandai oleh perubahan yang cepat
dalam mood, kurangnya sense of self yang koheren, serta perilaku yang tidak
dapat diduga implusif. Ditandai oleh suatu cakupan ciri perilaku, emosional,
dan kepribadian. Pada intinya gangguan ini mencakup suatu pola pervasive dari
ketidakstabilan dalam hubungan, self image dan mood serta kurangnya control
atas impuls. [9]
Para individu tersebut tidak memiliki
rasa diri konsisten dan tidak pernah memiliki kepastian dalam nilai-nilai,
loyalitas dan pilihan karier mereka. Mereka tidak tahan berada dalam
kesendirian, memiliki rasa takut diabaikan dan menuntut perhatian. Mudah
mengalami perasaan depresi dan perasaan kosong yang kronis, mereka sering
mencoba bunuh diri dan melakukan tindakan memutilasikan diri sendiri, seperti
mengiris kaki mereka dengan pisau silet. Simtom-simtom psikotik dapat terjadi
karna mereka mengalami stress yang berarti.
Kriteria
Gangguan Kepribadian Ambang (borderline)
-
Berupaya keras
untuk mencegah tidak diabaikan, terlepas dari benar-benar diabaikan atau hanya
dalam bayangannya.
-
Rasa diri yang
tidak stabil
-
Perilaku
impulsive yang sangat boros dan perilaku seksual yang tidak pantas.
-
Perilaku bunuh
diri, dan mutilasi diri.
-
Kelabilaan
emosional
Gangguan kepribadian Ambang umumnya
bermula pada masa remaja atau dewasa awal, dengan prevalensi sekitar 1 persen
dan lebih banyak terdapat pada perempuan dibandingkan laki-laki. ( swardz dkk,
1990).
Apabila gangguan ini dialami oleh lebih
satu orang anggota keluarga berarti gangguan ini merupakan dari bawaan lahir
atau adanya faktor genitika. (baron dkk
1985).
Kernberg (1985) berpendapat bahwa
pengalaman masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan contohnya memiliki orang
tua yang memberikan kasih sayang dan perhatian yang konsisten, mungkin melalui
pujian atas prestasi, namun tidak mampu memberikan dukungan emosional dan
kehangatan menyebabkan anak-anak mengembangkan ego yang tidak merasa aman.
Sebuah studi menghasilkan data yang
relevan dengan teori Kernberg. Sesuai dengan harapan, para pasien dengan
gangguan kepribadian ambang menuturkan randahnya kadar kasih sayang ibu mereka.
Mereka menganggap keluarga mereka secara
emosional tidak ekspresif, memiliki solidaritas yang rendah dan konflik yang
tinggi. [10]
Sebuah Kasus dari
ganguan kepribadian borderline
Klien
: saya menahan kemarahan
dalam diri saya yang terjadi adalah saya tidak dapat meraskannya. Saya mendapat
serangan panic. Saya sangat gugup, merokok terlalu banyak,. Jadi apa yang
terjadi pada saya adalah saya cendrung meledak. Berurai air mata atau menyakiti
diri atau apa pun karna saya tidak tahu bagaimana caranya untuk mengatasi semua
perasaan yang campur aduk ini.
Wawancara
: apa contoh terbaru dari ledakan
seperti itu?
Klien
: beberapa bulan yang lalu
saya sendiri di rumah, saya ketakutan, saya mencoba mengontak pacar saya dan
saya tidak bisa melakukannya. Saya tidak tahu dimana dia berada. Semua teman
saya tampak sibuk pada saat itu dan saya tidak punya siapa-siapa untuk
berbicara. Saya semakin gugup dan makin kacau. Akhirnya saya ambil rokok dan
menyalahkannya lalu menancapkannya di lengan saya. Saya tidak tau mengapa saya
melakukannya hal itu karna kepedulian saya padanya tidaklah sebegitulah. Saya
kira pada waktu itu saya merasa bahwa saya harus melakukan sesuatu yang
dramatis.[11]
D.
AVOIDANCE
Gangguan
kepribadian avoidance atau menghindar merupakan sebuah gangguankepribadian yang
ditandai oleh penghindaran terhadap hubungan sosial karna takut akan adanya
penolakan. [12]
Mereka
umumnya tidak ingin memasuki hubungan tanpa adanya kepastian akan
penerimaan. Sebagai hasilnya mereka
hanya memiliki sedikit teman di luar keluarga inti. Mereka juga cendrung
mengurangi pekerjaan yang berkelompok atau aktivitas kreasi karna takut akan
adanya penolakan.
Karakteristik gangguan kepribadian
menghindar dalam DSM-IV-TR :
-
Menghindar kontak interpersonal karna takut akan
kritikan dan penolakan
-
Keengganan untuk menjalin hubungan dengan orang lain
kecuali dirinya pasti akan disukai
-
Membatasi diri dalam hubungan intim karna takut
untuk dipermalukan atau diperolokan.
-
Penuh kekhawatiran akan dikritik atau ditolak.
-
Merasa rendah diri.
-
Keengganan ekstreem untuk mencoba hal-hal yang baru
karna takut dipermalukan. [13]
Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa kepribadian avoidant mungkin memiliki
asal-usul/bawaan pada bayi yaitu "terhambat" temperamen dan rasa malu
yang menghambat dalam situasi baru dan ambigu. Selain itu, sekarang ada bukti
bahwa rasa takut negatif dievaluasi adalah yang menonjol dalam gangguan
kepribadian avoidant. (Stein, Jang, & Livesley, 2002); ketertutupan dan
neurotisisme keduanya tinggi. secara genetik dan biologis ini menghambat
temperamen yang mengarah ke gangguan kepribadian avoidant pada beberapa anak
yang mengalami emosional pelecehan, penolakan, atau penghinaan dari orang tua
yang tidak terutama kasih sayang (Alden dkk, 2002;. Bernstein & Travaglini,
1999; Kagan, 1997). Seperti pelecehan dan penolakan akan sangat mungkin
menyebabkan cemas dan takut pada pola dalam temperamental menghambat anak.
(Bartolomeus dkk, 2001.).
Sebuah kasus dalam gangguan kepribadian
Avoidance
Harold
merupakan orang pegawai akuntasi berusia 24 tahun, telah berkencan dengan
beberapa perempuan, dan ia bertemu dengan mereka melalui perkenalan keluarga.
Ia tidak pernah merasa cukup percaya diri untuk mendekati perempuan seorang
diri. Mungkin sifat malunya yang pertama kali menarik hati si stacy. Stacy
adalah seorang sekretaris yang berusia 22 tahun, bekerja sebelahan dengan
Harold menolak, mengemukakan sejumlah alasan, namun saat stacy mengajaknya
kembali seminggu kemudian, harlold setuju berpikir bahwa stacy pasti
sungguh-sungguh menyukai dirinya bila stacy bersedia mengejarnya. Hubungan
terbina secara cepat dan segera mereka berkencan hampir setiap malam. Meskipun
demikian hubungan tersebut tampak tegang. Harold menginterpretasikan setiap keraguan
ringan dalam nada suara Stacy sebagai kurangnya minat. Ia berulang kali
menanyakan kepastian bahwa stacy peduli padanya, dan ia mengevaluasi setiap
kata dan gerak sebagai bukti dan perasaan Stacy. Bila stacy mengatakan bahwa ia
tidak dapat bertemu dengannya karna lelah atau sakit, ia berasumsi bahwa stacy
menolaknya dan ia mencari kepastian lebih jauh lagi. Setelah beberapa bulan
stacy memutuskan bahwa ia tidak dapat lagi menerima perlakuaan Harold dan
hubungan berakhir. Harlod beranggapan bahwa stacy tidak pernah benar-benar
peduli padanya.[14]
- DEPENDENT
Gangguan kepribadian dependent merupakan
sebuah gangguan kepribadian yang ditandai oleh kesulitan dalam membuat
keputusan yang mandiri dan perilaku bergantung yang berlebihan. Gangguan ini
menggambarkan orang yang memiliki kebutuhan yang berlebihan untuk diasuh oleh
orang lain. Hal ini membuat mereka sangat patuh dan melekat dalam hubungan
mereka serta sangat takut akan perpisahan. Orang dengan gangguan ini sangat
sulit melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Mereka mencari
saran dalam membuat keputusan yang paling kecil sekalipun. Anak-anak atau
remaja dengan masalah ini mencari orang tua mereka untuk memilihkan pakaian,
makanan, sekolah atau kampus., bahkan teman-teman mereka. Orang dewasa dengan
gangguan ini membiarkan orang lain mengambil keputusan penting untuk mereka.
Orang dewasa dengan gangguan ini membiarkan orang lain dalam membuat keputusan
sampai mereka membiarkan orang tua mereka memilih dengan siapa dia akan
menikah.[15]
Selain itu gangguan ini ditandai adanya
kesukaran dalam berpisah dengan orang lain dan interaksi sosialnya diwarnai
oleh adanya kecemasan, tetapi bukan karna takut mendapat kritik dari
lingkungannya melainkan karna ingin senantiasa dirindukan, disayangi yang pada
akhirnya membuat ia menjadi seseorang yang tergantung pada orang lain. Adanya
perasaan tidak senang atau tidak nyaman ketika sendiri. Dan Penderita ini lebih
banyak perempuan dibandingkan laki-laki.
Teori psikoanalisis melihat gangguan
kepribadian dependent ini dari fiksasi fase oral perkembangan psikoseksual.
Para pengasuhnya sangat mengikuti apa yang dibutuhkan penderita di masa kecil
atau menuntut perilaku dependent dari penderita sebagai imbalan dari pengasuh.
Akibatnya, mereka tidak dapat mengembangkan perilaku sehat yang tidak
tergantung pada pengasuhnya. [16]
Sebuah
kasus gangguan kepribadian dependen
Matthew,
akuntan lajang berusia 34 tahun yang tinggal dengan ibunya, mencari pertolongan
saat hubungan dengan kekasihnya
berakhir. Ibunya keberatan akan pernikahan karna kekasihnya berbeda agama dan
karna darah lebih kental dari pada air. Matthew menyetujui keinginan ibunya
lalu mengakhiri hubungan tersebut. Namun ia marah pada dirinya sendiri dan pada
ibunya karna ia merasa bahwa ibunya sebagai perempuan dominan yang memiliki
control untuk membuat keputusan dalam keluarga dan yang memutuskan segala hal
menurut caranya. Matthew bingung antara marah dengan ibunya dan berpikir bahwa
mungkin ibunya tahu apa yang terbaik untukya.
Posisi
Matthew di kantor berada beberapa tingkat di bawah yang bisa diharapkan dari
seseorang dengan bakat dan tingkat pendidikannya. Beberapa kali ia menolak
promosi untuk menghindari tanggung jawab yang lebih besar yang menuntutnya
untuk menyelia orang lain dan membuat keputusan mandiri. Ia membina hubungan
dekat dengan dua orang teman sejak awal masa kanak-kanak dan selalu makan siang
dengan salah satu dari mereka setiap hari kerja. Suatu hari temanya memberi
kabar bahwa ia sedang sakit. Mathew merasa kebingungan. Sepanjang hidupnya dihabiskan
dengan tinggal di rumah., kecuali ketika harus kuliah selama satu tahun. Dan ia
pulang ke rumah karna rindu rumah.[17]
F.
OBSESIVE –COMPULSIVE
Obsessive artinya pemikiran yang
berulang-ulang atau terus menerus secara paksa. Sedangkan kompulsif artinya
tindakan terpaksa yang berulang-ulang atau terus menerus yang tidak efektif
karna tidak dilaksanakan berdasarkan rancangan terlebih dahulu. Kompulsif
ditandai oleh adanya perhatian yang berlebihan terhadap aturan, susunan,
struktur dan juga adanya perhatian yang berlebihan terhadap aturan, susunan,
struktur dan juga adanya ketertarikan yang luar biasa pada detail,
perfectionistic, kurang hangat dalam pergaulan dan kehidupan. [18]
Gangguan kepribadian obsessive
kompulsif adalah sebuah gangguan kepribadian yang ditandai oleh cara
berhubungan dengan orang lain yang kaku, kecendrungan perfeksionis, kurangnya
spontanitas dan perhatian yang akan detail.[19]
Kriteria gangguan
kepribadian obsesif kompulsif dalam DSM-IV-TR :
-
Terfokus secara
berlebihan pada aturan dan detail hingga poin utama suatu aktivitas terabaikan.
-
Perfeksionalisme
ekstreem hingga ke tingkat yang membuat berbagai proyek jarang terselesaikan.
-
Pengabdian yang
berlebihan pada pekerjaan hingga mengabaikan kesenangan dan persahabatan.
-
Tidak fleksibel
tentang moral.
-
Sulit membuang
benda-benda yang tidak berarti.
-
Enggan
mendelegasikan kecuali jika orang lain dapat memenuhi standarnya.
-
Kikir
-
Rigid dan kelas
kepala.[20]
Pengaruh pasti tahap anal atas
perkembangan kepribadian tergantung pada perilaku yang dilakukan orangtua
ketika melakukan pelatihan toilet. Perilaku yang kaku, tergesa-gesa, dan
terlalu menuntut dapat memunculkan ciri-ciri anal-retrentif, imbangan karakter
logik dari kepribadian kompulsif. Pada dasarnya, anak-anak menanggapi orangtua
dengan mundur dan menolak melakukan, mengarah pada ciri-ciri dewasa seperti
kekeras-kepalaan, kekakuan, dan kemarahan tersembunyi. Tipe-tipe anal-retentif
juga dipercayai selalu tepat waktu, teratur, teliti, dan dikelilingi
kebersihan, ciri-ciri utama yang mengarahkan orangtua mereka agar patuh jadwal,
dengan segalanya pada tempatnya, tanpa berantakan. Alternatifnya, anak-anak
mungkin menanggapi dengan menjadi tipe anal-ekspulsif. Di sini, anak-anak
menjadi ofensif; feses menjadi senjata. Strategi anal-retentif sepenuhnya
merupakan penolakan, kini strategi berubah menjadi perusakan keinginan mereka
secara aktif, hasrat yang membuat orang lain menyesali karena mereka pernah
menguasainya. Biasanya, ciri-ciri kedewasaan merupakan kebalikan dari tipe
anal-retentif dan mencakup kerusakan, penyimpangan dan kekejaman sadistis.
Individu dengan tipe ini, kemungkinan
saat kecil dididik untuk selalu mematuhi peraturan figur otoritas, dituntut
untuk selalu benar dalam berbagai hal, dihukum karena tidak bisa tampil
sempurna, tidak diberi reward setelah melakukan kesuksesan. Selain itu, bisa
juga karena melihat saudaranya dihukum karena tidak sempurna, mereka sering
diberi tanggung jawab atas hal yang tidak mereka ketahui atau tidak mereka
kuasai, dicap sebagai anak yang buruk (dalam hal sikap).
Sebuah contoh gangguan
kepribadian obsessive kompulsif.
Setiap hari tepat pada pukul 8 pagi,
danil tiba di universitas dimana dia menjadi mahasiswa di fakultas psikologi.
Dalam perjalanan menuju universitas dia selalu berhenti di toko seven eleven
untuk membeli kopi dan surst kabar (setiap hari kopi dan surat kabar yang
sama). Dari pukul 8 hingga 9.15, danil akan merapikan file-file yang terdiri
dari ratusan kertas yang berhubungan dengan S3-nya, yang sudah melewati batas
waktu pengerjaan. Pada pukul 10.00 pagi hingga waktu makan siang, dia akan
membaca sebuah paper atau jurnal serta menggarisbawahi hal-hal yang berhubungan
dengan disertasinya. Siang hari, pukul 12.00 siang, dia akan membawa katung
makanannya yang selalu berisi roti sandwich dengan selai kacang dan sebuah
apel, lalu pergi kesebuah kafe untuk membeli soda dan duduk seoarng diri
memakan siangnya.dari pukul 13.00-17.00 dia akan mengikuti beberapa
pertemuan,merapikan mejanya,membuat daftar tentang apa yang harus dikerjakannya
dan memasukkan beberapa data kedalam komputernya. Setelah dia tiba dirumah, dia
akan makan malam bersama istrinya, lalu berurusan lagi dengan disertasinya.
Danil selalu rutin “mengerjakan” disertasinya hingga pukul 23.00, walaupun
sebagian besar dari waktu tersebut digunakannya untuk koneksi internet yang
tidak berkaitan dengan disertasinya. Danil sama sekali tidak menunjukkan
tanda-tanda bahwa dia akan menyelesaikan disertasinya sejak 4,5 tahun yang
lalu. Istrinya pun sudah mengancam akan meninggalkan danil karena tidak tahan
lagi dengan tingkah lakunya. Danil kemudian mendatangi terapist dengan keluhan
cemas akan hubungan dengan istrinya, namun dia kemudian didiagnosa memiliki
gangguan kepribadian obsesif-kompulsif (sumber Barlow & Durand, 1995)
G.
PASSIVE AGGRESSIVE dan SELF
DEFEATING
Terdapat dua konsep utama dalam gangguan
ini Gangguan Kepribadian Pasif-Agresif kondisi kroni di mana seseorang
tampaknya secara aktif sesuai dengan keinginan dan kebutuhan orang lain, tetapi
sebenarnya secara pasif melawan mereka. Dalam proses, orang menjadi semakin
bermusuhan dan marah. Orang dengan gangguan kepribadian pasif-agresif ditandai
oleh obstruksionisme (senang menghalang-halangi), menunda-nunda, sikap keras
kepala dan tidak efisien. Perilaku tersebut adalah manifestasi dari agresi yang
mendasari, yang diekspresikan secara pasif. Pasien gangguan kepribadian
pasif-agresif secara karakteristik adalah suka menunda-nunda, tidak menerima
permintaan untuk kinerja yang optimal, tidak bersedia meminta maaf, dan
cenderung untuk mencari kesalahan pada diri orang lain walaupun pada orang
tempat mereka bergantung; tetapi mereka menolak untuk melepaskan mereka sendiri
dari hubungan ketergantungan. Mereka biasanya tidak memiliki ketegasan tentang
kebutuhan dan harapan mereka. Orang dengan gangguan ini tidak memiliki
kepercayaan pada diri sendiri dan biasanya pesimistik akan masa depan. Mereka
memendam rasa amarah dan permusuhan yang diekspresikan dengan cara tidak
langsung tapi menggunakan cara yang menyakitkan. Tidak sensitif terhadap kritik
dan selalu menganggap dirinya benar. Dari sudut kognitif-behavioral,
pasif-agresif berkembang dari kepercayaan bahwa ekspresi terbuka dan kemarahan
adalah berbahaya. Menuntut orang lain harus tahu apa yang diinginkan, tanpa ia
memintanya.
Orang dengan kelainan ini membenci tanggung jawab yang ditunjukkan melalui perilaku mereka, daripada oleh secara terbuka mengungkapkan perasaan mereka. Mereka sering menggunakan penundaan, inefisiensi, dan lupa untuk menghindari melakukan apa yang mereka perlu lakukan atau telah diberitahu oleh orang lain untuk melakukannya.[21]
Orang dengan kelainan ini membenci tanggung jawab yang ditunjukkan melalui perilaku mereka, daripada oleh secara terbuka mengungkapkan perasaan mereka. Mereka sering menggunakan penundaan, inefisiensi, dan lupa untuk menghindari melakukan apa yang mereka perlu lakukan atau telah diberitahu oleh orang lain untuk melakukannya.[21]
Gangguan kepribadian self defeating
merupakan suatu pola ekstensif perilaku yang ditandai oleh penolakan individu
terhadap pengalaman-pengalaman yang justru menyenangkan dan keterlibatan yang terus
menerus untuk tidak memenuhi janji dalam dalam berelasi. Tindakan-tindakan yang
dalam nalar biasa yang tidak masuk akal itu dilakukannya untuk memberikan
penderitaan kepada orang lain.
Kepribadian ini gagal memenuhi tugas dan
tujuan yang sulit bagi tujuan pribadinya dalam memendam fakta bahwa mereka
memiliki kemampuan untuk mencapainya.
Penderita self defeating menguatkan
menolak respon dari orang lain dan kemudian merasa tersakiti oleh mereka.
Misalnya, seorang suami yang membuat lelucon mengenai istrinya di depan public
dan memprovokasi istrinya itu untuk melakukan respon negative. Ia merasa
dihancurkan oleh penolakan itu.[22]
[1] Gerald C Davison dkk. 2006. Psikologi abnormal. PT
Raja grafindo Persada : Jakarta (h al 586-587).
[2] Jeffrey S. Nevid dkk. 2005. Psikologi abnormal. Elangga : Jakarta
(hal 283)
[4] Prof. Dr. Sutardjo A Wiramihardja, Psi.2007. Pengantar Psikologi Abnormal . PT Refika
Adimata : Bandung (hal 123-124).
[5] Jeffrey S. Nevid dkk. 2005. Psikologi abnormal. Elangga : Jakarta
(hal 277)
[6] Prof. Dr. Sutardjo A Wiramihardja, Psi.2007. Pengantar Psikologi Abnormal . PT Refika
Adimata : Bandung (hal 125-126)
[7] Gerald C Davison dkk. 2006. Psikologi abnormal. PT
Raja grafindo Persada : Jakarta (h al 587-588)
[8] Jeffrey S. Nevid dkk. 2005. Psikologi abnormal. Elangga : Jakarta
(hal 279)
[9] Jeffrey S. Nevid dkk. 2005. Psikologi abnormal. Elangga : Jakarta
(hal 279)
[10] Gerald C Davison dkk. 2006. Psikologi abnormal. PT
Raja grafindo Persada : Jakarta (h al
581-584).
[11] Jeffrey S. Nevid dkk. 2005. Psikologi abnormal. Elangga : Jakarta
(hal 281)
[12] Jeffrey S. Nevid dkk. 2005. Psikologi abnormal. Elangga : Jakarta
(hal285)
[14] Jeffrey S. Nevid dkk. 2005. Psikologi abnormal. Elangga : Jakarta
(hal 286)
[15] Jeffrey S. Nevid dkk. 2005. Psikologi abnormal. Elangga : Jakarta
(hal 286)
[16] Prof. Dr. Sutardjo A Wiramihardja, Psi.2007. Pengantar Psikologi Abnormal . PT Refika
Adimata : Bandung (hal 129)
[17] Jeffrey S. Nevid dkk. 2005. Psikologi abnormal. Elangga : Jakarta
(hal 286)
[18] Prof. Dr. Sutardjo A Wiramihardja, Psi.2007. Pengantar Psikologi Abnormal . PT Refika
Adimata : Bandung (hal 130)
[19] Jeffrey S. Nevid dkk. 2005. Psikologi abnormal. Elangga : Jakarta
(hal 287)
[22] Prof. Dr. Sutardjo A Wiramihardja, Psi.2007. Pengantar Psikologi Abnormal . PT Refika
Adimata : Bandung (hal 130-131)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar