PERILAKU
KONSELOR
Kepribadian
konselor merupakan titik tumpu yang berfungsi sebagai penyeimbang antara
pengetahuan mengenai dinamika dan perilaku terapeutik. Akan tetapi kepribadian
konselor tidak dapat mengganti kekurangan pengetahuan tentang perilaku dan
keterampilan terapeutik.
Keberadaan
konselor dalam hal ini, menurut Boy dan Pine lebih dari sekedar duduk pada
kursi menemui klien dengan diam sampai konselor mungkin menyisipkan aturan –
aturan moral atau keputusan atas pernyataan yang diungkapkan oleh klien ; melainkan berarti mebiasakan diri secara
sungguh - sungguh merasakan perasaan klien, harapan, keinginan, frustasi,
ketakutan, pembelaan diri, dan kecemasan - kecemasannya yang semua hal itu
merupakan ciri khas pribadi klien, membuat apa adanya, dan membuatnya berbeda dengan orang lain.
Konselor yang efektif mestilah menghayati perasaan klien sebagaimana klien
mempersepsi perasaan - perasaannya.
I . WAWANCARA DALAM KONSELING
Wawancara
adalah suatu proses komunikasi interaksional antara dua pihak secara verbal dan
nonverbal dan mempunyai tujuan tertentu yang spesifik.dalam melakukan
wawancara, ada dua pendekatan yang dipilih oleh konselor, yaitu :
1.
Pendekatan Directive
Dalam
pendekatan directive, konselor berusaha mempertahankan tujuan wawancara dan
berusaha untuk mengotrol keadaan, formalitas, dan arah wawancara.
2.
Pendekatan Nondirective
Dalam
pendekatan nondirective, konselor membiarkan klien mengontrol tujuan, isi
pembicaraan, keadaan, dan formalitas wawancara.
Menurut Ivey, ada lima tahapan struktur wawancara sebagai berikut :
a.
Rapport
Pada tahap ini
diawali dengan ucapan berbasa – basi. Tahapan ini diikuti dengan rencana yang
akan dilakukan terhadap dan dengan klien, serta membuat klien merasa nyaman
diwawancarai.
b.
Pengumpulan Data
Pada tahap ini
merupakan tahap untuk merumuskan masalah dan mengidentifikasi hal – hal yang
bisa dilakukan dan diberikan kepada klien.
c.
Menentukan Hasil Sesuai Dengan Keinginan Klien
Pada tahap ini
merupakan tahap yang penting bagi konselor untuk mengetahui apa yang dikehendaki
klien dan yang senada atau tidak bertentangan dengan apa yang secara rasional
dipikirkan oleh konselor.
d.
Mengemukakan Macam - Macam Alternatif Penyelesaian Masalah
Pada
tahap ini konselor memberikan macam – macam alternatif penyelesaian masalah kepada
klien. Tahap ini sering kali melibatkan penelaah yang panjang mengenai dinamika
– dinamika pribadinya dan merupakan tahapan yang berlangsung lama.
e.
Generalisasi dan pengalihan proses belajar.
Untuk
memungkinkan klien mengubah cara berpikirnya, proses belajarnya, perasaannya
dan perilakunya dalam kehidupan sehari – hari.
II. FUNGSI
KONSELOR SEBAGAI PENDENGAR YANG BAIK
Konselor sebagai pendengar yang baik memiliki kualitas sebagai
berikut :
a.
Mampu berhubungan dengan orang – orang yang bukan dari kalangannya
sendiri saja, dan mampu berbagi ide – ide, perasaan, dan masalah – masalah yang
sebenarnya bukan masalahnya.
b.
Menantang klien dalam konseling dengan cara – cara yang bersifat
membantu.
c.
Memperlakukan klien dengan cara yang dapat menimbulkan respon yang
bermakna.
d.
Berkeinginan untuk berbagi tanggung jawab secara seimbang dengan
klien dalam konseling.
Konselor secara
dinamis terlibat dengan proses seluruh konseling. Menjadi pendengar aktif
merupakan penengah antara perilaku hiperaktif yang mengganggu dengan perilaku
pasif dan kebingungan. Menjadi pendengar yang aktif bagi konselor sangat penting karena :
a.
Menunjukkan komunikasi dengan penuh kepedulian.
b.
Merangsang dan memberanikan klien untuk bereaksi secara spontan
terhadap konselor.
c.
Menimbulkan situasi yang mengajarkan.
d.
Klien membutuhkan gagasan – gagasan baru.
III. PERAN
KONSELOR DALAM MEMAHAMI KLIEN
Pemahaman
(understanding) berhubungan erat dengan empati. Barrett - Lennard (1959), dan
Delaney dan Eisenberg (1972), menggabungkan kedua pernyataan itu menjadi satu,
yaitu Empathic - Understanding. Keduanya merupakan sikap dasar konselor
yang menunjuk pada kecenderungan konselor menyelami tingkah - laku, pikiran,
dan perasaan klien sedalam mungkin yang dapat dicapai oleh konselor.
Konselor
diharapkan memiliki pemahaman terhadap klien, bukan berarti bahwa konselor
mengerti batin klien sebagaimana mengerti isi suatu bacaan. Konselor tidak
dituntut sebagai ahli kebatinan yang dengan tenaga “paranormal”nya mungkin
dapat melihat batin orang. Konselor menurut Jones, Stafflre, dan Stewart,
hendaknya memahami klien atas dua tingkat. Hasil observasi, catatan konferensi,
dan hasil - hasil tes yang tersedia sebagai bahan pemahaman (tingkat pertama :
tingkah laku).
IV. PERAN
KONSELOR SEBAGAI PRIBADI DAN CIRI-CIRI KONSELOR EFEKTIF
Konselor dan
peneliti sependapat bahwa kepribadian seorang konselor merupakan faktor yang
paling penting dalam konseling. Kepribadian konselor merupakan titik tumpu yang
berfungsi sebagai penyeimbang antara pengetahuan mengenai dinamika dan perilaku
terapeutik. Akan tetapi kepribadian konselor tidak dapat mengganti kekurangan
pengetahuan tentang perilaku dan keterampilan terapeutik.
Ciri-ciri
konselor efektif, khusus berkenan dengan kemampuan, dikemukakan secara lebih
rinci oleh Eisenberg dan Delaney, sebagai berikut:
a.
Para konselor yang efektif sangat terampil mendapatkan keterbukaan.
b.
Para konselor yang efektif membangkitkan rasa percaya,
kredibilitas, dan keyakinan dari orang-orang yang mereka bantu.
c.
Para konselor yang efektif mampu menjangkau wawasan luas, seperti
halnya mereka mendapatkan keterbukaan .
d.
Para konselor yang efektif berkomunikasi dengan hati-hati dan
menghargai orang-orang yang mereka upayakan bantu.
e.
Para konselor yang efektif mengakui dan menghargai diri mereka
sendiri dan tidak menyalahgunakan orang - orang yang mereka coba bantu untuk
memuaskan kebutuhan pribadi mereka sendiri.
f.
Para konselor yang efektif mempunyai pengetahuan khusus dalam
beberapa bidang keahlian yang mempunyai nilai bagi orang - orang tertentu yang
akan dibantu.
g.
Para konselor yang efektif berusaha memahami, bukannya menghakimi,
tingkah laku orang yang akan dibantu.
h.
Para konselor yang efektif mampu bernalar secara sistematis dan
berfikir dengan pola sistem.
i.
Para konselor yang efektif berpandangan mutakhir dan memiliki
wawasan luas terhadap peristiwa - peristiwa yang berkenaan dengan manusia.
j.
Para konselor yang efektif mampu mengidentifikasi pola tingkah laku
yang merusak diri (self defeating) dan membantu orang - orang lain untuk
merubah dari tingkah laku merusak diri ke pola - pola tingkah laku yang secara
pribadi lebih memuaskan.
k.
Para konselor yang benar - benar efektif sangat terampil membantu
orang lain melihat diri sendiri dan aspek - aspek diri yang menyenangkan dan
membanggakan.
Tabel 1 : Perilaku Konselor yang Tidak Efektif (Okun,1987)
Perilaku Verbal
|
Perilaku
Nonverbal
|
a.
Memberi Nasehat
b.
Menceramahi
c.
Bersifat menentramkan klien
d.
Menyalahkan klien
e.
Menilai klien
f.
Membujuk klien
g.
Mendesak klien
h.
Terus – terusan menggali dab bertanya
i.
Selalu mengarahkan klien
j.
Sikap merendahkan klien
k.
Penafsiran yang berlebihan
l.
Menggunakan kata – kata yang tidak dimengerti
|
a.
Membuang pandangan/melengah
b.
Duduk menjauh dari klien
c.
Senyum menyeringai/senyum sinis
d.
Menggerakkan dahi
e.
Cemberut
f.
Merapatkan mulut
g.
Menggoyang – goyangkan jari
h.
Gerak - gerak isyarat yang mengacaukan
i.
Menguap
j.
Menutup mata
k.
Nada suara tidak menyenangkan
l.
Berbicara terlalu cepat atau perlahan
|
Berikut ini
adalah tabel tentang perilaku konselor yang membantu dan efektif.
Tabel 2 : Perilaku Konselor yang Efektif (Okun, 1987)
Perilaku Verbal
|
Perilaku Nonverbal
|
a.
Menggunakan kata – kata yang dapat dipahami klien
b.
Memberikan, refleksi dan penjelasan terhadap pernyataan klien
c.
Penafsiran yang baik/sesuai
d.
Membuat kesimpulan – kesimpulan
e.
Merespon pesan utama klien
f.
Memberi dorongan minimal
g.
Memanggil klien dengan nama panggilan atau anda
h.
Memberi informasi sesuai keadaan
i.
Menggunakan humor secara tepat untuk menurunkan tegangan
|
a.
Nada suara disesuaikan dengan klien (umumnya sedang, tenang)
b.
Memelihara kontak mata yang baik
c.
Sesekali menganggukkan kepala
d.
Wajah yang bersemangat
e.
Kadang – kadang memberi isyarat tangan
f.
Jarak dengan klien relatif dekat
g.
Ucapan tidak terlalu cepat/lambat
h.
Duduk agak condong kearah klien
i.
Sentuhan disesuaikan dengan usia klien dan budaya lokal
j.
Muka ramah dan senyum
|
V. FUNGSI DAN CARA KONSELOR DALAM BEREMPATI
Empati adalah
konsep yang sepertinya mudah dipahami tetapi sulit untuk dicerna. Sulit
menrjemahkan empati dengan kata – kata yang tepat. Menurut Brammer, empati
merupakan cara utama untuk memahami para klien dan yang memungkinkan para klien
merasa dipahami. Empati adalah sikap positif konselor terhadap klien, yang
diekspresikan melalui kesediaan untuk menempatkan diri pada tempat klien,
merasakan apa yang dirasakan klien dan mengerti dengan pengertian klien.
Faktor – faktor
pengambat empati adalah :
a.
Pikiran yang terikat pada teori atau teknik konseling yang akan
dipakai.
b.
Terlalu cepat memikirkan pemecahan masalah klien.
c.
Kecemasan yang mematikn perasaan klien dan konselor.
Pengertian diatas dengan jelas menggambarkan apa yang dimaksud
dengan empati. Meskipun sederhana tampaknya, tetapi banyak konsep yang terkait
di dalam empati. Memahami orang lain dari sudut kerangka berpikir orang lain
tersebut, empati yang dirasakan harus juga diekspresikan, dan orang yang
melakukan empati harus orang yang “kuat”, ia harus dapat menyingkirkan nilai -
nilainya sendiri, tetapi ia tidak pula boleh terlarut didalam nilai - nilai
orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar